Tafsir
Tabiat Orang Munafik: “Amar Munkar, Nahi Makruf”
Oleh: Akram Abu Himmah, Lc., MA.
Allah SWT berfirman:
ٱلۡمُنَٰفِقُونَ وَٱلۡمُنَٰفِقَٰتُ بَعۡضُهُم مِّنۢ بَعۡضٖۚ يَأۡمُرُونَ بِٱلۡمُنكَرِ وَيَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمَعۡرُوفِ وَيَقۡبِضُونَ أَيۡدِيَهُمۡۚ نَسُواْ ٱللَّهَ فَنَسِيَهُمۡۚ إِنَّ ٱلۡمُنَٰفِقِينَ هُمُ ٱلۡفَٰسِقُونَ وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلۡمُنَٰفِقِينَ وَٱلۡمُنَٰفِقَٰتِ وَٱلۡكُفَّارَ نَارَ جَهَنَّمَ خَٰلِدِينَ فِيهَاۚ هِيَ حَسۡبُهُمۡۚ وَلَعَنَهُمُ ٱللَّهُۖ وَلَهُمۡ عَذَابٞ مُّقِيمٞ
“Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan. sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma’ruf dan mereka menggenggamkan tangannya. Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-orang yang fasik. Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka, dan Allah melaknati mereka, dan bagi mereka azab yang kekal”. (QS. At-Taubah [9]: 67-68)
Tafsir Ayat
Allah SWT berfirman: Al-munîfiqûna wal-munâfiqâtu ba’ḍhuhum mim ba’ḍh, (Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan. sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama). Kata Al-munâfiqûna, Al-munâfiqâtu merupakan isim fail jamak (kata benda pelaku bentuk plural/jamak) dari kata nifâq. Dalam ayat di atas kata tersebut menunjukkan kaum yang munafik, baik laki-laki maupun perempuan. Mereka adalah orang-orang yang menampilkan iman mereka hanya sebatas lidah dan aksesoris saja di hadapan orang beriman dan menyembunyikan kekafirannya di hadapan Allah dan Rasul-Nya.[1]
Mereka secara penampilan di depan khalayak seolah-olah beriman, namun kenyataannya mereka kafir di hadapan Allah dan Rasul-Nya, bahkan ucapan mereka mengaku-ngaku atau minta diakui sebagai orang beriman, namun menurut Allah mereka adalah orang kafir (Qs.2: 8).
Allah SWT menjelaskan secara detail ciri-ciri orang munafik dalam surat Al-Baqarah ayat 9-14. Intinya orang-orang munafik itu memiliki sifat kebalikan dari orang-orang beriman.[2] Sedangkan maksud kalimat ba’dhuhum mim ba’adh adalah mereka sama dalam kemunafikan dan jauh dari keimanan seperti jauhnya sesuatu dengan seseorang.[3] Menurut al-Qurthubiy “mereka merupakan satu kesatuan dalam hal keluar dari agama”[4]. Maksudnya mereka tidak menjadi bagian dari golongan orang-orang beriman.
Firman Allah SWT, Ya’murûna bil al-munkari wa yanhauna ‘an al-ma’rûfi (mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma’ruf). Kata al-munkari berarti kekafiran dan kemaksiatan yaitu apa saja yang dianggap buruk oleh syara’ dan yang saja diharamkan serta yang dibenci oleh Allah dan rasul-Nya sedangkan kata al-ma’rûf berarti keimanan dan ketaatan yaitu apa saja yang dianggap baik oleh oleh syara’ dan apa saja yang diperintahkan serta dirdhoi oleh Allah dan Rasul-Nya.
Adapun kalimat wa yaqbidhûna aidahum. Kata yaqbidhûna yaitu kinâyah bagi orang-orang bakhil yaitu menahan diri dari semua kebaikan, Imam ath-Thabriy berkata: mereka menahan tangannya untuk membelanjakan hartanya di jalan Allah, tidak mau bersedekah, dan tidak mau menunaikan zakat dan semua kewajibannya.[5] Menurut imam al-Qurthubiy: “meninggal jihad dan apa saja yang dianggap kebenaran”.
Adapun kalimat; nasûllaha fanasiyahum (Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka). Makna an-nisyân disini adalah at-tarku, maka kata nasûllâh bermakna mereka meninggalkan Allah yaitu mereka lalai mengingat Allah dan meninggalkan ketaatan pada-Nya. Sedangkan kata fanasiyahum berarti Allah meninggalkan mereka yaitu tidak memberikan rahmat dan karunia-Nya.[6] Sedangkan kalimat inna al-munâfikûna hum al-fâsiqûna, kata al-fâsiqûna bermakna mereka keluar dari jalan yang benar ke jalan yang tersesat, dari ketaatan ke maksiatan, dari keimanan ke kefiran.
Firman Allah SWT, Wa’adallâhu al-munâfiqîna wa al-munâfiqâti wa al-kuffâra nâra jahannama khâlîna fîhâ bermakna Allah mengancam bagi yang berperilaku sebagaimana disebutkan sebelumnya yaitu orang-orang munafik dan orang-orang kafir dengan api neraka, mereka kekal di dalamnya. Hiya hasbuhum bermakna mereka mendapatkan siksa yang pantas (terburuk) atas perbuatannya. Kata wala’anahumullâhu, laknat Allah bermakna mengutuk dan menjauhkan mereka dari rahmat-Nya. Walahum ‘adzâbun muqîmun bermakna bagi mereka mendapatkan jenis siksa yang lain dari yang disebutkan sebelumnya dimana mereka kekal di dalamnya.[7]
Tabiat Orang-orang Munafik
Sesungguhnya Allah SWT Maha adil, menciptakan tempat terakhir perjalanan hidup manusia yaitu surga dan neraka, lalu membeberkan kriteria orang-orang yang akan menempatinya. Siapa saja yang beriman dan bertaqwa baginya surga dan segala kenikmatannya mereka kekal di dalamnya, dan siapa saja yang nifaq dan kafir baginya neraka dan segala penderitaannya. Demikianlah Allah SWT menjelaskan kepada kita sikap perilaku dan perbuatan orang-orang munafik dan kafir sehingga diancam oleh Allah dengan adzab api neraka yang terdapat dalam surat At-Taubah ayat 67-68 ini.
Setelah Allah SWT menjelaskan bahwa kaum munafik itu sama saja tidak ada bedanya baik laki-laki maupun perempuan. Mereka merasa telah berbuat baik padahal kerusakan yang dihasilkan, merasa telah berkontribusi dalam membangun masyarakat padahal hasilnya merubuhkan dan menghancurkannya, merasa telah membela kebenaran padahal nyatanya membela kebatilan, merasa telah menyerukan kemakrufan padahal nyatanya kemungkaran yang diserukan, merasa berada di jalan lurus padahal nyatanya berada dalam kesesatan. Intinya tabiat mereka kaum munafik baik laki-laki maupun perempuan tidak ada yang dihasilkan dan tidak ada kontribusinya dalam agama kecuali mereka Bersatu padu dan kompak dalam kemungkaran dan dosa, kerusakan dan kemaksiatan.[8]
Di antara prilaku dan tindakan kemungkaran dan dosa, serta kerusakan dan kemaksiatan yang mereka lakukan adalah sebagai berikut:
Pertama; mereka menyerukan kemungkaran dan menghalangi orang melakukan kebaikan (ya’murûna bil al-munkari wa yanhauna ‘an al-ma’rûfi). Tabiat orang munafik adalah senang melakukan kemungkaran, kemaksiatan dan dosa. Mereka tak takut melakukan korupsi, makan riba, minum khamar, menkonsumsi narkoba, melakukan penipuan, perampasan hak orang lain, berdusta, menuduh dan menfitnah serta suka menyebarkan hoax, bahkan membunuh sekalipun demi menyenangkan hawa nafsunya dan hawa nafsu majikannya dan sebagainya yang telah diharamkan dalam Islam.
Demikian halnya tak takut meninggalkan perintah Allah dan rasul-Nya; mereka tak takut meninggalkan sholat, membayar zakat, dan menjadi hobby membuka aurat, dan telanjang di depan public. Bukan hanya senang melakukan dan menyeruh kepada kemungkaran, maksiat dan dosa, bahkan berusaha mengahalangi orang lain melakukan kebaikan.
Mereka sangat benci kebenaran, kabaikan dan ketaatan sehingga berusaha semaksimal mungkin mengahalangi orang lain berbuat kebaikan (makruf), maka mereka tidak senang dan sangat benci orang yang rajin sholat, rajin ikut pengajian, aktif berdakwah, hijrah dari maksiat, muslimah berhijab terlebih yang pakai cadar dan semua orang yang berada di dalam kebaikan dan ketaatan tersebut mereka benci dan halangi sehingga muncullah pembubaran paksa pengajian, penyitaan symbol-simbol islam seperti kain yang bertuliskan kalimat tauhid dan bahkan menampakkan kebencian yang sangat terhadap ajaran Islam kaffah yaitu khilafah ‘ala manhajin nubuwwah. Intinya bertolak belakang dengan tabiat orang yang beriman yang senantiasa melakukan amar ma’ruf nahi mungkar. Allah SWT berfirman;
وَٱلۡمُؤۡمِنُونَ وَٱلۡمُؤۡمِنَٰتُ بَعۡضُهُمۡ أَوۡلِيَآءُ بَعۡضٖۚ يَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَيَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ …
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar…” (QS. At-Taubah [9]: 71)
Kedua; mereka bakhil atau sangat kikir (wa yaqbudhûba aidahum). Tabiat kaum munafik selanjutnya adalah mereka bakhil enggang mengeluarkan hartanya untuk keperluan agama, untuk kebaikan, apalagi untuk berjihad di jalan Allah. Tapi jika keperluan kemungkaran, kemaksiatan dan dosa tak tanggung-tanggung, paling terdepan membelanjakan hartanya, maka mereka sangat mendukung berbagai proyek kengkaran dan dosa, baik secara riil dukungan sikap dan kebijakan maupun secara finansial, meskipun biayanya sangat besar.
Siapa dibalik Gerakan-gerakan jender, LGBT, No Hijab Day, dan aksi-aksi penentangan terhadap ajaran dan symbol Islam kalau bukan kaum munafir dan kaum kafir? Dikalangan pejabat dan penguasa dengan kebijakannya yang menyengsarakan rakyat, memeras rakyat dengan berbagai kebijakan zholim demi meraut kekayaan alam dan mengumpulkan dana rakyat semuanya itu mereka kumpulkan untuk memerangi ajaran Islam. Intinya sangat kikir untuk kebaikan dan ketaatan sedangkan untuk kemaksiatan dan dosa sangat dermawan dan sokong-menyokong, ini berbeda dengan sikap dan prilaku orang beriman dalam surat at-Taubah ayat 71.
Ketiga; mereka meninggalkan ketaatan dan keimananya (nasûllaha). Dinatara tabiat kaum munafik bukan hanya enjoy dalam kemaksiatan dan dosa, serta menghalangi orang berbuat baik, bahkan mereka rela meninggalkan keimananya dan meninggalkan sisa-sisa ketaatannya. Mereka terang-terangan mendukung kemaksiatan dan dosa, jika ada yang menista agama, atau melecehkan kitab suci Al-Qur’an dan Nabi Saw. Mereka justru tampil sebagai pendukung dan pembelanya. Ketika ada Gerakan “World Hijab Day” yang ditetapkan pada tanggal 1 Februari oleh Nazma Khan, memulai gerakan Hari Hijab Sedunia pada 2013 dengan tujuan menyebarkan kesadaran tentang perspektif negatif terhadap perempuan Muslim berhijab di negara-negara Barat terutama di Amerika. Lalu muncul Gerakan penentang dengan mengusung nama “No Hijab Day” yang tetapkan tanggal 1 Februari juga, dipelopori oleh Yasmine Mohammad dengan Hijrah Indonesia, dan berkampanye di media social. Tujuannya “Hijrah Indonesia mengajak Anda para perempuan Indonesia baik Muslim maupun bukan Muslim untuk meramaikan #NoHijabDay dengan menayangkan foto foto Anda berbusana dengan nuansa Indonesia dengan memperlihatkan kepala Anda tanpa memakai hijab/jilbab/ niqab/cadar/ kerudung dan semacamnya di akun media sosial Anda, baik instagram, facebook, maupun twitter dan blog Anda dengan hashtag #NoHijabDay dan #FreeFromHijab pada 1 Februari 2020”. Inilah karakter kaum munafik bukan hanya tidak takut berbuat maksiat tapi berani meninggalkan kebenaran imannya dan menentang syariat Allah dan Rasul-Nya. Ini berlawan dengan sikap prilaku kaum beriman yang selalu takut dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya sebagaimana yang terdapat dalam surat at-Taubah ayat 71.
Keempat; mereka kaum munafik adalah orang-orang fasik (inna al-munâfikûna hum al-fâsiqûna). Ini adalah puncak penegasan Allah bahwa kaum munafik itu adalah benar-benar telah fasik yaitu telah keluar dari jalan lurus, ketaatan, kebenaran dan telah berada pada jalan sesat, kemaksiatan dan kemungkaran secara sempurna.[9] Mereka tidak diragukan lagi tentang kefasikan kaum munafik, baik dari kalangan laki-laki maupun dari kalangan perempuan semuanya sama kemunafikannya dan sama kefasikannya yaitu mereka telah keluar dari lingkaran kebenaran.
Itulah penjelasan karakter kaum munafik sejati yang terdapat dalam ayat ini, saat ini sangat jelas bagi kaum beriman sikap perilaku dan Gerakan kaum munafik, mereka tak henti-hentinya melakukan kemaksiatan dan dosa, serta terus-menerus dengan segala cara berupaya menentang syariat Allah dan Rasul-Nya. Diantara cara yang melekat pada diri kaum munafik hingga menjadi sifat bagi mereka adalah pengkhianatan, dusta atau hoax, tidak menepati janji dan selalu curang. Rasulullah Saw. Bersabda;
كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا ، وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ، وَإِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ
Dari Abdullah bin Umar bahwa Nabi SAW telah bersabda : “ada empat sifat siapa yang memilikinya menjadi seorang munafik sejati (sempurna), dan siapa yang memiliki sebagiannya maka ada padanya sebagian dari kemunafikan sampai dia meninggalkan sifat itu: 1. Apabila diberi amanat berkhianat, 2. Apabila berbicara ia berdusta, 3. Apabila berjanji ia menyalahi, 4. Apabila bertengkar ia curang” (HR. Al-Bukhari no. 89 dan Muslim no. 58)
Ancaman bagi Kaum Munafik Penolak Syariat
Karakter kaum beriman adalah tunduk dan patuh secara totalitas dihadapan Allah dan Rasul-Nya. Melaksanakan seluruh perintah-Nya dan meninggalkan segala bentuk larangan-Nya, semua itu mereka lakukan dalam rangka mendapat ridho-Nya agar selamat dunia akhirat dan mendapatkan tempat terbaik yaitu surga yang penuh dengan kenikmatan tanpa batas, itulah kemenangan yang agung. Allah SWT berfirman;
وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ وَٱلۡمُؤۡمِنَٰتِ جَنَّٰتٖ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَا وَمَسَٰكِنَ طَيِّبَةٗ فِي جَنَّٰتِ عَدۡنٖۚ وَرِضۡوَٰنٞ مِّنَ ٱللَّهِ أَكۡبَرُۚ ذَٰلِكَ هُوَ ٱلۡفَوۡزُ ٱلۡعَظِيمُ
“Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga ‘Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar”. (QS. At-Taubah [9]: 71)
Sebaliknya karakter kaum munafik adalah membangkan dan menolak syariat Allah SWT dan Rasul-Nya. Mereka mengetahui larangan Allah dan Rasul-Nya, maksiat, kemungkaran dan dosa tapi senang melakukannya dan bahkan mendukung, menyerukan dan membelanya segala cara dengan meskipun harus mengorbankan seluruh harta mereka dan bahkan rela menanggalkan keimanannya demi terwujud dan terlibat dalam dosa, maksiat dan kemungkaran.
Mereka juga mengetahui perintah Allah dan Rasul-Nya, ketaatan, kebaikan, kemakrufan dan pahala tapi benci terhadapnya, tidak senang terhadap orang yang melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya, orang yang berada dalam ketaatan, kebaikan, kemakrufan dan pahala, bahkan melakukan segala cara untuk membubarkan perkumpulan dan komunitas orang-orang yang berada dalam kebaikan dan ketaatan serta orang-orang yang konsisten dalam memperjuangkan syariat Islam kaffah. Bukan hanya itu, mereka juga berusaha menghalangi orang yang berbuat baik dan ketaatan dengan cara memutarbalikkan fakta, kebenaran seolah keburukan atau sebaliknya, kemakrufan seolah kemungkaran atau sebaliknya, menakut-nakuti dengan intimidasi dan ancaman serta persekusi tokoh-tokoh penting dan istiqomah dalam memperjuangkan tegaknya syariat Islam secara kaffah.
Contoh kasus dalam hal ini adalah apa yang mereka lakukan dan serukan pada tanggal 1 februari lalu, dimana kaum Muslimah di Barat menyerukan kepada kaum Muslimah dunia dan menetapkan 1 February sebagai hari berhijab dengan Gerakan “World Hijab Day”, namum alih-alih di negeri ini mereka kaum munafik melakukan dan menyerukan Gerakan “No Hijab Day” sebagai bentuk penolakan terhadap kewajiban berhijab bagi kaum Muslimah.
Sungguh saat ini sangat nyata perlawanan dan penentangan mereka terhadap syariat Islam yang diperintahkan dan diwajibkan oleh Allah dan Rasul-nya. Tapi lambat atau cepat mereka akan melihat balasan Allah dan Rasul-Nya atas prilaku dan perbuatan mereka baik di dunia maupun di akhirat jika tidak segera bertaubat kembali kepada Allah SWT. Allah SWT menegaskan ancaman-Nya kepada mereka;
وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلۡمُنَٰفِقِينَ وَٱلۡمُنَٰفِقَٰتِ وَٱلۡكُفَّارَ نَارَ جَهَنَّمَ خَٰلِدِينَ فِيهَاۚ هِيَ حَسۡبُهُمۡۚ وَلَعَنَهُمُ ٱللَّهُۖ وَلَهُمۡ عَذَابٞ مُّقِيمٞ
“Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka, dan Allah melaknati mereka, dan bagi mereka azab yang kekal”. (QS. At-Taubah [9]: 68)
Setelah Allah SWT menjelaskan secara jelas tentang karakter kaum munafik yang intinya menolak syariat Islam kaffah, menghalangi manusia menjalankan dan memperjuangkan syariat Islam baik sebagian maupun secara totalis, karenanya Allah menegaskan bahwa mereka adalah kaum fasik sejati dan mereka bersama kaum kafir diancam dengan laknat, siksa dan neraka Jahannam yang merupakan tempat yang paling terburuk di akhirat. Sementara kaum beriman memiliki karakter yang bertolak belakang 160 derajat.
Selanjutnya kembali kepada masing-masing manusianya, mau membentuk dirinya dengan karakter kaum munafik atau kaum beriman, menolak syariat Islam atau menerimanya, menghina dan melecehkan syariat Islam atau mendukung dan memperjuangkannya hingga tegak syariat kaffah. Renungkanlah wahai hamba Allah SWT. Seruan Allah yang terdapat dalam surat Al-Anfâl ayat 24 sebagai berikut:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱسۡتَجِيبُواْ لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمۡ لِمَا يُحۡيِيكُمۡۖ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ يَحُولُ بَيۡنَ ٱلۡمَرۡءِ وَقَلۡبِهِۦ وَأَنَّهُۥٓ إِلَيۡهِ تُحۡشَرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kamu akan dikumpulkan”. (QS. Al-Anfâl [8]: 24)
Semoga kita senantiasa diberikan keistiqomahan dan kemudahan dalam menggapai ridho Allah SWT, hingga terwujud apa yang dijanji-Nya dan janji rasul-Nya yaitu kembalinya system Islam berkuasa dan Berjaya sebagaimana disebutkan dalam surat An-Nûr ayat 54. Wallâhu a’lam waq ahkam bishshwâb. [AH]
[1] Muhammad Ibn Jarîr ibn Yazîd ibn Katsîr ibn Ghâlib al-âmalî, Abû Ja’far Ath-Thabariy (w.310), Jâmi’ al-bayân fî ta’wîl al-Qur’ân, Juz 14, hal.337, Muassasah ar-Risâlah, Cet.I, 2000-1420H.
[2] Abû al-Fidâ Ismâ’il ibn ‘Umar ibn Katsîr al-Qurasyî al-Bashrî (w.774), Tafsîr al-Qur’ân al-Azhîm, Juz 4. Hal.152, Bairût; Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, Cet.I, 1419H
[3] Muhammad ibn ‘Alî ibn Muhammad ibn ‘Abdullâh asy-Syaukânî al-Yamanî (w.1250), Fath al-Qadîr, Juz 2, hal.432, Bairût; Dâr al-Kalim at-Thayyib, Cet.I.
[4] Abû ‘Abdullâh Muhammad ibn Ahmad ibn Abû Bakar ibn Farh al-Ansharî al-Khazrajî Syams ad-Dîn al-Qurthubî (w.671), al-Jâmi’ li ahkâm al-QUr’ân, Juz 8, hal.199, al-Qâhirah; Dâr al-Kutub al-Mishriyyah, Cet.II, 1964M-1384H.
[5] Ath-Thabariy (w.310), Jâmi’ al-bayân fî ta’wîl al-Qur’ân, Juz 14, hal.337.
[6] asy-Syaukânî (w.1250), Fath al-Qadîr, Juz 2, hal.432.
[7] Abû ‘Abdullâh Muhammad ibn ‘Umar ibn al-Hasan ibn al-Husain at-Taimî ar-Râzî, Fakhr ad-Dîn ar-Râzî (w.606), Mafâtih al-Ghaib, Juz 16, hal.98, Bairût; Dâr Ihyâ at-Turâts al-‘Arabî, Cet.III, 1420H.
[8] ‘Abdulkarîm Yûnus al-Khathîb (w.1390), at-Tafsir al-Qur’ânî li al-Qur’ân, Juz 5, hal.836-837, al-Qâhirah; Dâr al-Fikr al-‘Arabî.
[9] Nâshir ad-Dîn Abû Sa’îd ‘Abdullâh ibn ‘Umar ibn Muhammad asy-Syairâzî al-Baidhawî (w.685), Anwâr at-Tanzîl wa Asrâr at-Ta’wîl, Juz 3, hal.88, Bairût; Dâr Ihyâ at-Turâts al-‘Arabî, Cet.I, 1418H.