Perkataan Ulama

Keterangan Wajibnya Khilafah Menurut Muharrir Madzhab Asy-Syafi’i (Imam an-Nawawi)

Penjelasan beliau tersebut ada dalam dua kitab beliau yang cukup popular:

1. Syarah Shahîh Muslim (Al-Minhâj Syarh Shahîh Muslim bin al-Hajjâj)
2. Raudhah Ath-Thâlibîn wa ‘Umdah Al-Muftîn

Di kitab yang pertama beliau menyebutkan:

ﻭﺃﺟﻤﻌﻮا ﻋﻠﻰ ﺃﻧﻪ ﻳﺠﺐ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻧﺼﺐ ﺧﻠﻴﻔﺔ ﻭﻭﺟﻮﺑﻪ ﺑﺎﻟﺸﺮﻉ ﻻ ﺑﺎﻟﻌﻘﻞ ﻭﺃﻣﺎ ﻣﺎ ﺣﻜﻲ ﻋﻦ اﻷﺻﻢ ﺃﻧﻪ ﻗﺎﻝ ﻻ ﻳﺠﺐ ﻭﻋﻦ ﻏﻴﺮﻩ ﺃﻧﻪ ﻳﺠﺐ ﺑﺎﻟﻌﻘﻞ ﻻ ﺑﺎﻟﺸﺮﻉ ﻓﺒﺎﻃﻼﻥ . ﺃﻣﺎ اﻷﺻﻢ ﻓﻤﺤﺠﻮﺝ ﺑﺈﺟﻤﺎﻉ ﻣﻦ ﻗﺒﻠﻪ ﻭﻻ ﺣﺠﺔ ﻟﻪ ﻓﻲ ﺑﻘﺎء اﻟﺼﺤﺎﺑﺔ ﺑﻼ ﺧﻠﻴﻔﺔ ﻓﻲ ﻣﺪﺓ اﻟﺘﺸﺎﻭﺭ ﻳﻮﻡ اﻟﺴﻘﻴﻔﺔ ﻭﺃﻳﺎﻡ اﻟﺸﻮﺭﻯ ﺑﻌﺪ ﻭﻓﺎﺓ ﻋﻤﺮ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ، ﻷﻧﻬﻢ ﻟﻢ ﻳﻜﻮﻧﻮا ﺗﺎﺭﻛﻴﻦ ﻟﻧﺼﺐ اﻟﺨﻠﻴﻔﺔ ﺑﻞ ﻛﺎﻧﻮا ﺳﺎﻋﻴﻦ ﻓﻲ اﻟﻨﻈﺮ ﻓﻲ ﺃﻣﺮ ﻣﻦ ﻳﻌﻘﺪ ﻟﻪ . ﻭﺃﻣﺎ اﻟﻘﺎﺋﻞ اﻵﺧﺮ ﻓﻔﺴﺎﺩ ﻗﻮﻟﻪ ﻇﺎﻫﺮ ﻷﻥ اﻟﻌﻘﻞ ﻻ ﻳﻮﺟﺐ ﺷﻴﺌﺎ ﻭﻻ ﻳﺤﺴﻨﻪ ﻭﻻ ﻳﻘﺒﺤﻪ ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻳﻘﻊ ﺫﻟﻚ ﺑﺤﺴﺐ اﻟﻌﺎﺩﺓ ﻻ ﺑﺬاﺗﻪ.

“Mereka (umat Islam) juga telah ber-konsensus (ijmak) bahwa kaum muslim itu wajib mengangkat seorang khalifah, dan kewajiban tersebut berdasarkan syara’ bukan berdasarkan akal. Adapun riwayat dari al-Asham bahwasannya dia berpendapat itu tidak wajib, dan juga lainnya yang berpendapat bahwasannya dia wajib berdasarkan akal bukan berdasarkan syara’, maka kedua pendapat tersebut adalah batil. Adapun Al-Asham, pendapatnya terbantahkan oleh adanya ijmak yang telah mendahuluinya, dan tidak diterima hujjahnya terkait para sahabat yang pernah hidup tanpa khalifah selama terjadinya musyawarah di Saqifah dan di hari-hari berlangsungnya musyawarah pasca wafatnya Umar bin al-Khaththab -radhiyallâhu ‘anhu-, sebab mereka tidak meninggalkan urusan mengangkat khalifah ini, melainkan justru mereka sedang berusaha menyeleksi siapa yang akan diangkat untuk menjadi khalifah. Sedangkan penganut pendapat satunya (wajib menurut akal -penj.) maka kesalahan pendapatnya itu sudah jelas, sebab akal itu tidak bisa menentukan hukum wajibnya sesuatu, tidak pula dapat menentukan status baik dan buruknya sesuatu, melainkan hanya sebatas menurut tradisi/kebiasaan bukan menurut hakikatnya.”¹

Dan di kitab kedua, beliau menyebutkan:

اﻟﻔﺼﻞ اﻟﺜﺎﻧﻲ: ﻓﻲ ﻭﺟﻮﺏ اﻹﻣﺎﻣﺔ ﻭﺑﻴﺎﻥ ﻃﺮﻗﻬﺎ، ﻻ ﺑﺪ ﻟﻷﻣﺔ ﻣﻦ ﺇﻣﺎﻡ ﻳﻘﻴﻢ اﻟﺪﻳﻦ، ﻭﻳﻨﺼﺮ اﻟﺴﻨﺔ، ﻭﻳﻨﺘﺼﻒ ﻟﻠﻤﻈﻠﻮﻣﻴﻦ، ﻭﻳﺴﺘﻮﻓﻲ اﻟﺤﻘﻮﻕ ﻭﻳﻀﻌﻬﺎ ﻣﻮاﺿﻌﻬﺎ.
ﻗﻠﺖ: ﺗﻮﻟﻲ اﻹﻣﺎﻣﺔ ﻓﺮﺽ ﻛﻔﺎﻳﺔ، ﻓﺈﻥ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻣﻦ ﻳﺼﻠﺢ ﺇﻻ ﻭاﺣﺪا، ﺗﻌﻴﻦ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﻟﺰﻣﻪ ﻃﻠﺒﻬﺎ ﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﺒﺘﺪﺋﻮﻩ. ﻭاﻟﻠﻪ ﺃﻋﻠﻢ.

“Pasal 2: tentang wajibnya imamah/khilafah dan penjelasan cara-cara pengangkatannya. Sudah seharusnya umat Islam itu memiliki seorang imam/khalifah, yang berperan menegakkan agama (Islam), menolong sunnah, memberikan keadilan kepada kaum tertindas, serta menarik berbagai tanggungan wajib dan meletakkannya pada tempatnya. Aku (Al-Imam An-Nawawi) katakan: menjalankan imamah/khilafah hukumnya fardhu kifayah. Bila tidak ada yang memenuhi kualifikasi melainkan satu orang, maka kewajiban itu menjadi fardhu ‘ain bagi orang tersebut, dan wajib baginya untuk memintanya bila umat islam tidak memulai lebih dulu dalam memilihnya. Wallâhu a’lam.”²

Masih di kitab yang sama, di bagian lainnya beliau mengatakan:

اﻟﻘﻀﺎء ﻭاﻹﻣﺎﻣﺔ ﻓﺮﺽ ﻛﻔﺎﻳﺔ ﺑﺎﻹﺟﻤﺎﻉ، ﻓﺈﻥ ﻗﺎﻡ ﺑﻪ ﻣﻦ ﻳﺼﻠﺢ، ﺳﻘﻂ اﻟﻔﺮﺽ ﻋﻦ اﻟﺒﺎﻗﻴﻦ، ﻭﺇﻥ اﻣﺘﻨﻊ اﻟﺠﻤﻴﻊ ﺃﺛﻤﻮا.

“Peradilan syar’i (al-qadhâ) dan imamah/khilafah hukum keduanya adalah fardhu kifayah berdasarkan ijmak. Jika sudah ada orang yang memenuhi kualifikasi telah melaksanakannya maka kewajiban tersebut gugur dari yang lain. Namun apabila semuanya tidak ada yang mau melaksanakannya maka mereka berdosa.”³

___

¹An-Nawawi, Abu Zakariya Yahya bin Syaraf. 1349H. Shahîh Muslim bi Syarh An-Nawawi. (Beirut: Dar Ihya at-Turats al-‘Arabi) vol.12 hlm 205
²An-Nawawi, Abu Zakariya Yahya bin Syaraf. 1991. Raudhah ath-Thalibin wa ‘Umdah al-Muftin. Cet. II. (Beirut: al-Maktab al-Islami) vol 10 hlm 42
³Ibid. vol 11 hlm 92

___

Fawaid:

• Kewajiban khilafah adalah perkara yang mujma’ ‘alayhi, disepakati bersama oleh umat Islam utamanya Ahlussunnah wal jama’ah. Sehingga tidak sepatutnya orang-orang yang datang di kemudian hari itu melanggarnya.
• Kewajiban khilafah bersifat syar’i (wajib syar’i), bukan bersifat ‘aqli (wajib ‘aqli). Artinya pelanggaran terhadapnya akan mengakibatkan dosa di akhirat karena terhitung melanggar syara’. Tidak dianggap melanggar wajib ‘aqli yang itu sebatas bernilai melanggar tradisi/kebiasaan.
• Akal bukan sumber hukum syara’, juga bukan penentu baik buruknya sesuatu.
• Peran penting utama khalifah adalah menegakkan syariat Islam secara sempurna, serta menegakkan keadilan.
• Kewajiban khilafah adalah sebagaimana peradilan syar’i, yaitu bersifat kifa’iy (fardhu kifayah). Yaitu jika sudah ada seorang yang memenuhi kualifikasi (berikut ketentuan yang menyertainya) maka dosa sudah gugur dari umat Islam, namun jika tidak ada yang melaksanakannya maka umat islam akan menanggung dosa, sehingga menjadi kewajiban bersama mewujudkannya.
• Turut serta memperjuangkan terwujudnya khilafah tidak terhitung meninggalkan kewajiban tersebut, sebagaimana keterangan para sahabat yang mengusahakan selama masa vacum dari keberadaan khalifah.

#KhilafahAjaranIslam
#IslamRahmatanLilAlamin

(Ustaz Azizi Fathoni)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Close