Perkataan Ulama
Wajibnya Khilafah Menurut Keterangan Ulama Nusantara KH. Abu al-Fadhol As-Sinori Tuban
KHILAFAH ADALAH KEWAJIBAN SYAR’I YANG PALING PRIORITAS DI MATA PARA SAHABAT NABI
Oleh:
KH. Abu al-Fadhol As-Sinori Tuban (w. 1411 H)
Saat menjelaskan matn Jauharat Tauhid yang berbunyi:
وواجب نصب إمام عدل # بالشرع فاعلم لا بحكم العقل
Wajib hukumnya mengangkat seorang imam/khalifah yang adil # ketahuilah bahwa itu berdasarkan syara’ bukan akal
Beliau mengatakan:
هذا شروع في بيان الإمامة، والإمام ذو الإمامة. وهي رياسة عامة في الدين والدنيا خلافة عن النبي صلى الله عليه وسلم. فإذا عرفت ذلك فاعلم أن نصب الإمام العدل واجب على المسلمين بإجماع الصحابة بعد وفاة النبي صلى الله عليه وسلم على نصبه، حتى جعلوه أهم الواجبات، وقدموه على دفنه.
“Bait ini mulai menjelaskan tentang imamah/khilafah, dan imam/khalifah adalah yang berkuasa atas imamah/khilafah tersebut. Yaitu kepemimpinan umum (umat Islam) dalam urusan agama (Islam) sekaligus urusan dunia menggantikan peran Nabi -shallallahu alaihi wasallam-. Bila anda sudah mengerti hal itu maka ketahuilah bahwa mengangkat seorang imam/khalifah yang adil itu hukumnya wajib atas kaum muslim, karena berdasarkan ijmak (konsensus) sahabat pasca wafatnya Nabi -shallallahu alaihi wasallam- untuk mengngkat seorang imam/khalifah. Sampai-sampai mereka menganggapnya sebagai kewajiban yang paling prioritas, sehingga mendahulukannya daripada pemakaman beliau. …”
وإنما يجب على المسلمين نصب الإمام ليقوم بمصالحهم كتنفيذ أحكامهم، وإقامة حدودهم، وسد ثغورهم، وتجهيز جيوشهم، وأخذ صدقاتهم إن دفعوها، وقهر المتغلبة والمتلصصة وقطاع الطريق، وقطع المنازعات بين الخصوم، وقسم الغنائم وغير ذلك، إذ لا يتم جميع ذلك إلا بإمام يرجعون إليه في أمورهم.
“Wajibnya kaum muslim mengangkat seorang imam/khalifah tidak lain adalah agar ia mengurusi berbagai kemaslahatan mereka. Seperti menjalankan hukum-hukum Islam, menegakkan hudud, menjaga perbatasan wilayah kekuasaan serta menyiapkan pasukan umat Islam, menarik zakat mereka jika mereka menolak membayarkannya, memaksa tunduk kaum pembangkang, perampas hak, dan pembegal, melerai persengketaan mereka-mereka yang bersengketa, membagi-bagikan ghanimah (harta rampasan perang), dan lain-lain. Karena kesemuanya itu tidak akan bisa sempurna terlaksana kecuali dengan keberadaan seorang imam/khalifah yang menjadi tempat kembalinya segala urusan mereka.”
ونصبه واجب على الأمة سمعا لا عقلا، خلافا للمعتزلة حيث قال بعضهم: واجب عقلا، وبعضهم كالكعبي وأبي الحسين: عقلا وسمعا. وأما أصل الوجوب فقد خالف فيه الخوارج فقالوا: هو جائز. ومنهم من فصل، فقال فريق من هؤلاء: لا يجب عند الأمن دون الفتنة. وقال فريق بالعكس.
“Mengangkatnya adalah wajib atas umat Islam berdasarkan syara’ bukan akal. Berbeda dengan muktazilah yang sebagian mereka berpendapat: ia wajib menurut akal, dan sebagiannya lagi seperti Al-Ka’bi dan Abu Al-Husain berpendapat ia wajib menurut akal dan syara’ sekaligus. Dan terkait hukum asal wajibnya, berbeda dengan Al-Khawarij yang mengatakan hukumnya sekedar boleh (jâ`iz) saja. Di antara mereka ada yang meperinci, sebagiannya mengatakan: tidak wajib saat kondisi aman dan wajib saat kondisi fitnah (kacau/carut-marut), sebagiannya lagi berpendapat sebaliknya (wajib saat kondisi aman dan tidak wajib saat kondisi sebaliknya).”
Abu Al-Fadhal As-Sinori. Ad-Durr Al-Farîd. (Rembang: Al-Maktabah Al-Anwariyyah) hlm 476-477
Faidah:
• Kewajiban imamah/khilafah adalah kewajiban syar’i berdasarkan ijmak sahabat.
• Kewajiban imamah/khilafah adalah kewajiban paling prioritas (ahammul wâjibât) dengan indikasi lebih didahulukan oleh para sahabat daripada kewajiban memakamkan jenazah Nabi.
• Kewajiban imamah/khilafah juga karena banyaknya kemaslahatan umat Islam yang tidak terrealisasi sempurna tanpanya, berdasarkan kaidah (ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب).
• Ahlussunnah wal Jama’ah menganggap wajibnya imamah/khilafah berdasarkan syara’, dan kewajiban itu berlaku dalam kondisi apapun (tidak tergantung saat kondisi aman atau saat kondisi fitnah saja). Sehingga tidak bisa beralasan: kita sudah aman maka tidak wajib lagi mewujudkan khilafah.
Wallaahu a’lam
[Azizi Fathoni]