Tsaqofah

APAKAH ALLAH RASIS, KETIKA MENGATAKAN “KAFIR” KEPADA ORANG TIDAK BERIMAN KEPADANYA?

Oleh: Dr. Muhammad Azwar Kamaruddin, Lc., MA.

Kata “Kafir” dalam al-Qur’an

Allah SWT menggunakan kata, “Kafir”, “Kafirah”, “Kafirun”, dan “Kafirin”, dalam al-Qur’an sebanyak 132 kali. Kadang, dengan konotasi bahasa, yaitu “Al-Jahid” [makhluk yang menentang Allah]. Seperti:

﴿وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ﴾ [البقرة: 34]

“Dan ingatlah, ketika kami berfirman kepada Malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam, maka mereka pun bersujud, kecuali Iblis. Dia menolak, dan sombong. Dan, dia termasuk makhluk yang ingkar [menentang Allah].” [Q.s. al-Baqarah: 34]

Jadi, “Kafir” dalam Q.s. al-Baqarah: 34 ini, konotasinya, “Siapa saja yang menentang Allah, baik dari kalangan jin maupun manusia.” Ini konotasi bahasa, atau harfiah.

Kadang, kata “Kafir” digunakan al-Qur’an dengan konotasi syara’, yaitu siapa saja yang tidak memeluk agama Islam. Seperti:

﴿لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ﴾ [آل عمران: 28]

“Hendaknya orang-orang Mukmin tidak menjadikan orang Kafir sebagai pelindung [pemimpin], selain orang-orang Mukmin. Siapa saja yang melakukan itu, maka Allah berlepas diri dirinya dalam segala hal, kecuali jika kalian takut terhadap mereka dengan takut yang sebenar-benarnya. Dan Allah mengancam kalian dengan siksa-Nya. Kepada Allahlah tempat kembali.” [Q.s. Ali ‘Imran: 28]

Konotasi yang sama dinyatakan dalam al-Qur’an, surat an-Nisa’: 139, 141, dan 144, juga al-Qur’an, surat al-Maidah: 54, at-Tubah: 49, al-Furqan: 55, al-Ahzab: 48, Muhammad: 11, as-Shaf: 8, al-Kafirun: 1.

Ibn Mandzur dlm lisan al-arab (dar al-hadits, 7/688) menuturkan bahwa al-kufru merupakan antonim dari kata Iman, jadi mustahil memisahkan kata iman dan kufr, iman di sini adalah iman kepada Allah SWT. Dan ketika Allah SWT. Dalam al-quran Mengungkapkan kepercayaan bagi selain Allah, maka diungkapkan dengan kata kafara atau derivasinya.

Kata, “Kafara” dan sejenis dalam al-Qur’an

Adapun kata “Kafara”, “Takfuruna”, dan sejenis digunakan dalam al-Qur’an sebanyak 310 kali. Artinya juga ada dua. Kadang digunakan dengan konotasi bahasa, “menentang atau menolak” ayat Allah, kebenaran dan sebagainya. Seperti:

﴿فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ﴾ [البقرة: 152]

“Ingatlah aku, maka Aku akan mengingatmu. Bersyukurlan kepada-Ku, dan jangan mengingkari [nikmat].” [Q.s. al-Baqarah: 152]

Di sini, kata, “Takfuruna” mempunyai konotasi, “mengingkari nikmat” Allah. Artinya, kata, “Takfuruna” digunakan al-Qur’an, dengan konotasi bahasa. Bukan konotasi syara’.

Beda dengan, misalnya:

﴿إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ﴾ [البقرة: 6]

“Sesungguhnya orang-orang Kafir, baik mereka telah Engkau peringatkan, atau belum, sesungguhnya mereka tidak akan beriman.” [Q.s. al-Baqarah: 6]

Di sini jelas, kata “Kafaru” digunakan oleh Allah dalam al-Qur’an dengan konotasi, selain orang yang beriman, memeluk Islam. Penggunakan kata “Kafara” dan sejenis, dengan konotasi seperti ini banyak sekali dalam al-Qur’an. Misalnya, Q.s. al-Baqarah: 26, 28, dan 39. Bahkan, jelas, selain pemeluk Islam, disebut Kafir, baik Ahli Kitab, Yahudi, Nasrani maupun Musyrik, sebagaimana Q.s. al-Baqarah: 105, 256, 257, dan banyak lagi yang lain.

Kafir Menurut Ulama’

Kafir menurut syariat Islam adalah:

إِنْكَارُ مَا عُلِمَ ضَرُوْرَةً أَنَّهُ مِنْ دِيْنِ مُحَمَّدٍ ﷺ، كإِنْكاَرِ وُجُوْدِ الصَّانِعِ، وَنُبُوَّتِهِ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ، وَحُرْمَةِ الزِّنَا، وَنَحْوِ ذَلِكَ

“Mengingkari apa yang telah diketahui sebagai perkara yang urgen, bahwa itu merupakan bagian dari agama Muhammad saw, seperti mengingari Pencipta, kenabian baginda saw, keharaman zina, dan sebagainya.” [Wizarat al-Auqaf wa as-Syu’un al-Islamiyyah, al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah, Juz XXXV/140]

Imam al-Kasani menyatakan, bahwa orang Kafir bisa dipilah menjadi empat:
Orang yang mengingkari adanya pencipta, seperti kaum Ateis, penganut Materialisme [Dahriyyah Mu’atthilah].
Orang yang mengakui adanya pencipta, tetapi menolak mengesakan-Nya, seperti penganut Paganisme, Musyrik, dan Majusi.
Orang yang mengakui adanya pencipta, mengesakan-Nya, tetapi menolak risalah, mereka adalah para penganut filsafat Yunani.
Orang yang mengakui adanya pencipta, mengesakan-Nya, mengakui risalah secara umum, tetapi menolak risalah Nabi Muhammad saw, seperti orang Yahudi dan Nasrani. [Lihat, al-Kasani, al-Bada’i’ as-Shana’i’, Juz VII/102-103]

Hal senada diungkapkan oleh Ibn mandzur dengan menukil perkataan ulama bahwa kufr ada 4, yaitu: kufr inkaar, kufr juhuud, kufr mu`anadah dan kufr nifaq. (Lisan al-arab, ibn mandzur, 7/688).
Ibn Hajar al-Asqalani, menyatakan:

من جحد نبوة محمد ﷺ كان كافرا، ولو لم يجعل مع الله إلها آخر، والمغفرة منتفية عنه بلا خلاف، وقد يرد الشرك ويراد به ما هو أخص من الكفر

“Siapa saja yang mengingkari kenabian Nabi Muhammad saw adalah Kafir, meski tidak menjadikan tuhan lain selain Allah. Ampunan terhadapnya ditolak, tanpa ada perselisihan pendapat. Kadang, digunakan kata, “Syirik” yang dimaksud adalah kekufuran yang lebih khusus.” [Ibn Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari, Juz I/131]

Jadi, siapa saja yang memeluk selain Islam, adalah Kafir. Begitulah istilah yang digunakan oleh Allah, Nabi, dan para ulama’. Maka, menyebut mereka dengan sebutan “Kafir” adalah menggunakan sebutan yang digunakan oleh Allah, Nabi dan para ulama’.

Karena itu, menyatakan, bahwa “China Kafir” sebagai tindakan rasis, sama dengan menyebut Allah, Nabi dan para ulama’ itu rasis. Ini jelas penistaan terhadap Allah, Nabi dan para ulama’ kaum Muslim yang telah diakui kredibilitasnya, seperti Imam Ibn Hajar, al-Kasani, dan sebagainya.

Penulis Adalah Alumni S1, S2, S3 Universitas al-Azhar, Kairo; Pakar Fikih Perbandingan.

Related Articles

2 thoughts on “APAKAH ALLAH RASIS, KETIKA MENGATAKAN “KAFIR” KEPADA ORANG TIDAK BERIMAN KEPADANYA?”

  1. Maaf ustadz, untuk kutipandari wizarat al-Auqaf wa syu’un al-islamiyyah berbunyi حرمة الزنا yang berarti keharaman zina sedangkan njenengan mengartikan keharaman riba. Terimakasih

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Close