Tanya Jawab

Negara Merupakan Entitas Eksekutif Untuk Sekumpulan Kosepsi, Standar dan Keyakinan

Soal:

Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.

Sebelum pertanyaan saya, saya dan banyak ikhwah saya di dalam dakwah mendoakan kebaikan, panjang umur dan kebaikan amal untuk Anda, amin.

Adapun pertanyaan saya adalah tentang penjelasan ungkapan yang ada di Muqaddimah ad-Dustûr: “Negara merupakan entitas eksekutif untuk sekumpulan konsepsi, standar dan keyakinan (al-mafâhîm wa al-maqâyîs wa al-qanâ’ât)”. Ketiga lafal ini apa artinya yang tepat disertai contoh?

Semoga Allah memuliakan Anda dan melimpahkan keberkahan pada Anda.

 

Jawab:

Wa’alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.

Di awal, semoga Allah melimpahkan keberkahan pada Anda dan ikhwah Anda atas doa kebaikan anda semua untuk kami, dan kami juga memohon kepada Allah SWT kebaikan untuk Anda semua/

Anda dengan pertanyaan Anda menunjuk kepada apa yang ada di kitab Muqaddimah ad-Dustûr juz i Pasal 1, yaitu: “dan dari sini, negara didefinisikan sebagai entitas eksekutif untuk sekumpulan konsepsi, standar dan keyakinan yang diterima oleh sekumpulan manusia”. Berkaitan dengan redaksi ini, bukan hanya dinyatakan di Muqaddimah ad-Dustûr saja, tetapi juga dinyatakan di kitab-kitab lainnya semisal kitab asy-Syakhshiyyah al-Islâmiyah  juz ii, yang mana di situ dinyatakan: “karena entitas umat merupakan sekumpulan manusia beserta sekumpulan konsepsi, standar dan keyakinan (al-mafâhîm wa al-maqâyîs wa al-qanâ’ât). Dan entitas negara merupakan sekumpulan dari manusia yang memiliki kewenangan pemerintahan beserta sekumpulan konsepsi, standar dan keyakinan (al-mafâhîm wa al-maqâyîs wa al-qanâ’ât)”. Tetapi kitab yang paling banyak memuat redaksi ini adalah kitab Dukhûl al-Mujtama’, yang mana di dalamnya redaksi ini dinyatakan puluhan kali …

Dengan mendalami redaksi ini menjadi jelas bahwa ada perbedaan di antara tiga istilah “konsepsi, standar dan keyakinan –al-mafâhîm, al-maqâyîs, al-qanâ’ât)” secara umum dan khusus sebagaimana yang mereka katakan … Penjelasan hal itu sebagai berikut:

1- Pemikiran adalah makna-makna lafal. Dan konsepsi (al-mafâhîm) adalah makna-makna pemikiran. Jika seseorang membenarkan suatu pemikiran maka pemikiran itu berubah dari sekedar pemikiran menjadi konsepsi (mafhûm) yang berpengaruh pada perilaku … Dinyatakan di kitab asy-Syakhshiyah al-Islâmiyah juz i halaman 12-13 file word sebagai berikut:

[Konsepsi (al-mafâhîm) adalah makna pemikiran bukan makna lafal. Lafal adalah ucapan (kalam) yang menunjukkan makna-makna yang kadang itu ada di realita dan kadang tidak ada. Seorang penyair ketika berkata:

Dan di antara ksatria ada seseorang yang jika engkau menyerang untuk menghancurkannya  *** Dia bagaikan piramid besi yang amat kokoh.

(Tapi) jika engkau lontarkan kebenaran pada kulitnya *** Dia luluh keperkasaannya dan lemaslah dia.

Makna ini ada di realita dan dapat dipahami meski memahaminya memerlukan kedalaman dan kecemerlangan. Tetapi seorang penyair ketika berkata:

Mereka berkata: apakah dia mampu menembuskan tombak pada dua orang tentara sekaligus *** pada hari pertempuran dan dia tidak memandangnya sebagai hal yang dahsyat.

Maka aku jawab: andai panjang tombaknya *** satu mil, tentu akan menembus banyak tentara sepanjang satu mil.

Makna syair ini tidak ada sama sekali. Seseorang tidak mampu menembuskan tombak pada dua orang tentara sekaligus dengan satu tikaman, dan tidak ada seorang pun yang menanyakan pertanyaan ini. Dan dia tidak mungkin menembuskan tombak pada tentara sepanjang satu mil. Makna-makna kalimat ini, dapat dijelaskan dan ditafsirkan lafal-lafalnya.  Adapun makna pemikiran maka itu jika makna yang dikandung oleh lafal ini memiliki fakta yang dapat diindera atau dibayangkan oleh benak seperti sesuatu yang terindera dan dibenarkan maka makna ini menjadi pemahaman (mafhûm) pada orang yang menginderanya atau membayangkannya dan membenarkannya. Dan sebaliknya tidak menjadi pemahaman (mafhûm) pada orang yang tidak menginderanya dan tidak membayangkannya, meskipun makna ini dipahami dari kalimat yang dikatakan  kepadanya atau yang dia baca … Jadi pemahaman adalah makna-makna yang dipahami, dan memiliki fakta di dalam benak baik berua fakta yang dapat diindera di luar atau berupa fakta yang dapat dirasakan bahwa itu ada di luar dengan penerimaan berdasarkan fakta yang dapat diindera. Selain yang demikian dari makna-makna lafal dan kalimat tidak disebut sebagai pemahaman (mafhûm), melainkan itu hanya berupa informasi] selesai.

Atas dasar itu, setiap pemikiran yang dibenarkan maka disebut sebagai pemahaman (mafhûm) terlepas sempit atau luasnya makna yang dikandung oleh pemahaman itu.

2- Di antara pemahaman itu adalah pemahaman yang berkaitan dengan satu perkara cabang saja seperti keharaman meminum khamr. Maka itu memuat satu makna, yaitu bahwa syara’ mengharamkan meminum khamr, artinya itu memuat satu hukum cabang saja … Tetapi ada sebagian pemahaman yang berkaitan dengan sejumlah makna karena dengannya mungkin diqiyaskan sejumlah pemikiran-pemikiran cabang, jadi pemahaman itu tidak terbatas pada satu perkara … Contohnya, pemahaman halal dan haram adalah pemahaman yang meliputi semua perbuatan-perbuatan manusia. Pemahaman halal dan haram merupakan standar perbuatan manusia, jadi tidak hanya berkaitan dengan satu perkara saja, tetapi pemahaman ini dalam kondisi ini merupakan standar yang dengannya pemikiran dan pemahaman lainnya diukur … Contoh, pemahaman bahwa hukum asal pada sesuatu adalah mubah, merupakan standar yang dengannya banyak perkara diukur dan tidak terbatas pada satu perkara … Contoh, pemahaman tujuan tidak menghalalkan wasilah, pemahaman ini merupakan standar untuk banyak aktivitas-aktivitas politik dan bukan aktivitas politik. Itu merupakan standar yang dengannya banyak pemikiran-pemikiran dan aktivitas politik diukur … Begitulah, standar (al-miqyâs) itu dari sisi keluasannya adalah lebih umum dari pemahaman (al-mafhûm). Dan sebaliknya standar itu lebih khusus dari pemahaman dengan posisi istilah pemahaman (al-mafhûm) digunakan terhadap pemikiran-pemikiran parsial sebagaimana juga digunakan terhadap standar. Dengan ini menjadi jelas bahwa setiap standar merupakan pemikiran dan pemahaman bagi orang yang membenarkannya, tetapi tidak setiap pemahaman merupakan standar, sebab pemahaman itu kadang merupakan pemikiran cabang dan kadang merupakan standar. Adapun standar (al-miqyâs) maka tidak ada kecuali merupakan perkara yang di atasnya dibangun dan diukur (diqiyaskan) cabang-cabang. Jadi standar (al-miqyâs) bukan berupa pemikiran cabang.

3- Adapun keyakinan (al-qanâ’ât) maka itu merupakan pemahaman dan standar yang mengambil peran mengakar pada individu dan umat, dan menjadi terkonsentrasi (tertancap kuat) di dalam jiwa dan di masyarakat yang mana sulit untuk mencabutnya. Jadi jika pemahaman atau standar itu menancap kuat di dalam jiwa dan di masyarakat maka dia naik derajat dan menjadi keyakinan, yang mana mencabut dan menghilangkannya dari individu dan masyarakat adalah tidak mudah. Ada sebagian pemahaman dan standar yang wajib mencapai derajat keyakinan pada individu dan masyarakat untuk menjaga individu dan umat itu. Hal itu semisal, pemahaman dan standar bahwa hukum asal pada perbuatan adalah terikat dengan hukum syara’ (al-ashlu fi al-af’âl at-taqayyud bi al-hukmi asy-syar’iy), dan semisal konsepsi ketaatan, semisal jihad, tawakkal kepada Allah … dsb.

Dengan pertimbangan yang telah disebutkan di atas tentang keyakinan (al-qanâ’ât) maka setiap keyakinan adalah pemahaman atau standar, tetapi tidak setiap pemahaman atau standar merupakan keyakinan. Sebab pemahaman dan standar yang tidak tertancap kuat di dalam jiwa dan di masyarakat tidak mencapai derajat keyakinan meski pemahaman dan standar itu dibenarkan. Artinya, keduanya tidak mencapai derajat menancap, terpusat dan stabil, yang mana terhadapnya digunakan istilah keyakinan. Ini tentu saja tidak berarti bahwa manusia itu tidak yakin dengan pemahaman atau standar itu dengan makna bahasa untuk keyakinan. Hal itu karena mereka membenarkan pemahaman atau standar itu … Tetapi, pemahaman atau standar itu tidak mencapai sifat keyakinan dengan makna istilahnya meski keduanya menjadi pemahaman dan standar …

Dinyatakan di kitab Nizhâm al-Ijtimâ’î halaman 11 file word: [adapun sebab kekacauan pemikiran dan penyimpangan dalam pemahaman dari kebenaran ini maka hal itu kembali kepada perang besar-besaran yang dilancarkan oleh peradaban barat dan mengambil kendali penuh di pemikiran dan selera kita yang mengubah pemahaman kita tentang kehidupan dan standar kita untuk sesuatu serta keyakinan-keyakinan kita yang dahulu tertancap di jiwa kita semisal ghirah kita terhadap Islam dan pengangungan kita kepada kesucian-kesuciannya] selesai.

Ringkasnya: pemikiran itu meski berupa pemikiran cabang dan mendapat pembenaran maka merupakan pemahaman (mafhûm). Dan jika pemikiran itu menjadi pondasi yang di atasnya dibangun pemikiran-pemikiran cabang dan terjadi pembenaran dengannya maka pemahaman ini menjadi standar (miqyâs). Pemahaman dan standar itu jika tertancap kuat di dalam jiwa dan di masyarakat dan umat maka menjadi keyakinan (al-qanâ’ât) … Dengan ini tampak jelas maksud dari penggunaan ketiga istilah ini dan tampak jelas pentingnya membedakannya ketika berjuang mewujudkan perubahan masyarakat dan menegakkan negara. Hizb ketika berjuang di tengah umat untuk mengubah umat harus memahami dan menyadari pemikiran-pemikiran cabang yang ingin diubahnya menjadi pemahaman di tengah umat, dan harus menyadari standar-standar yang ingin diwujudkan pada umat, dan juga ahrus menyadari pemahaman-pemahaman dan standar-standar yang ingin dijadikannya mengambil peran mengakar yang mana itu tertancap kuat di jiwa dan di masyarakat dan umat untuk menjadi keyakinan yang sulit dicabut … Dengan ini, Hizb mampu menetapkan prioritas-prioritasnya dalam perjuangan sebelum tegaknya daulah dan setelah tegaknya dengan lebih memfokuskannya pada pemahaman dan standar yang lebih penting dan lebih diperlukan untuk menjaga umat dan negara sehingga hizb memberinya perhatian lebih besar dan berjuang untuk mengubahnya menjadi keyakinan-keyakinan yang tidak mungkin dipindahkan dengan mudah dari jiwa.

Saya berharap jawaban ini jelas.

 

Saudaramu Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah

 

17 Muharram 1444 H

15 Agustus 2022 M

 

https://www.hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/ameer-hizb/ameer-cmo-site/83769.html

http://archive.hizb-ut-tahrir.info/arabic/index.php/HTAmeer/QAsingle/4272/

https://web.facebook.com/HT.AtaabuAlrashtah/posts/612961300391243?_rdc=1&_rdr

 

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Close