Tanya Jawab
Jawab Soal: Hukum Bekerja dengan Penguasa sebagai Polisi dan Lainnya
بسم الله الرحمن الرحيم
(Rangkaian Jawaban asy-Syaikh al-‘Alim ‘Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir atas Berbagai Pertanyaan di Akun Facebook Beliau)
Jawab Soal: Hukum Bekerja dengan Penguasa sebagai Polisi dan Lainnya
Kepada Abu Yasir
Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
Saya punya pertanyaan akhi. Saya tinggal di kota al-Khalil (Hebron) dan semua orang tahu bahwa kita mendapat cobaan pada Otoritas ini. Otoritas dhirar dan faktanya dikenal luas …
Pertanyaan saya ada dua:
Pertama, apakah semua orang yang berafiliasi kepada dinas-dinas Otoritas itu berdosa, yakni tidak boleh, termasuk yang menjadi polisi lalu lintas.
Kedua, apa hukum orang yang bekerja pada Otoritas (di kantor-kantor Otoritas) sebagai tukang, seperti tukang bangunan, membersihkan lantai, dan sebagainya …
Wassalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
Jawab:
Wa ‘alaikum as-salam wa rahmatullah wa barakatuhu.
1. Berkaitan dengan masalah bekerja sebagai polisi pada Otoritas …
– Abu Ya’la telah mengeluarkan di Musnad-nya, dan Ibn Hibban di Shahîh-nya, dan lafazh menurut Abu Ya’la: dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah, keduanya berkata: Rasulullah saw bersabda:
«لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ يَكُونُ عَلَيْكُمْ أُمَرَاءُ سُفَهَاءُ يُقَدِّمُونَ شِرَارَ النَّاسِ، وَيَظْهَرُونَ بِخِيَارِهِمْ، وَيُؤَخِّرُونَ الصَّلَاةَ عَنْ مَوَاقِيتِهَا، فَمَنْ أَدْرَكَ ذَلِكَ مِنْكُمْ، فَلَا يَكُونَنَّ عَرِيفًا وَلَا شُرْطِيًّا وَلَا جَابِيًا وَلَا خَازِنًا»
Sungguh akan datang pada manusia zaman-zaman di mana para pemimpin bodoh (umarâ’ sufaha’) memerintah di tengah kalian. Mereka lebih mengedepankan orang-orang jahat dan memunggungi orang-orang baik mereka. Mereka mengakhirkan shalat dari waktu-waktunya. Maka siapa saja dari kalian yang mendapati hal itu, janganlah dia menjadi penasihat, polisi, pemungut harta, dan penyimpan harta
Hadits ini, Rasul saw melarang empat posisi itu di bawah pemerintahan para pemimpin bodoh (umarâ’ sufahâ’) secara mutlak.
– Akan tetapi ath-Thabarani telah mengeluarkan di Mu’jam ash-Shaghîr dan Mu’jam al-Awsath dari Abu Hurairah berikut ini:
«فَمَنْ أَدْرَكَ مِنْكُمْ ذَلِكَ الزَّمَانَ فَلَا يَكُونَنَّ لَهُمْ جَابِيًا، وَلَا عَرِيفًا، وَلَا شُرْطِيًّا»
Maka siapa saja dari kalian yang mendapati zaman itu, janganlah dia menjadi untuk mereka sebagai pemungut harta, jangan jadi penasihat, jangan pula jadi polisi.
Jadi Rasulullah bersabda falâ yakunanna lahum –jangan menjadi untuk mereka …-. Artinya, larangan tersebut dibatasi (muqayyad) sebab huruf al-lâm adalah untuk menunjukkan kekhususan (li al-ikhtishâsh). Dan ini berarti bahwa larangan di dalam hadits kedua itu berkaitan dengan bekerja untuk para penguasa itu semisal penjaga khusus untuk mereka, direktorat-direktorat keamanan yang khusus untuk melindungi penguasa. Demikian juga penyimpan harta mereka dan semacam itu, dalam bentuk direktorat-direktorat keamanan yang khusus dengan para penguasa itu …
Dan karena kaedah ushul menyatakan untuk membawa nas mutlak kepada nas muqayyad, maka larangan tersebut berkaitan dengan bekerja di dinas polisi khusus yang menjaga para penguasa dan keamanan mereka … seperti pengawal pribadi kepala Otoritas dan para pembatunya, penyimpan harta mereka, polisi keamanan negara dan semacamnya.
Sedangkan dinas-dinas polisi biasa lainnya, maka boleh. Dan tentu saja kebolehan itu bukan berarti (boleh) menzalimi manusia atau memakan hak-hak mereka, akan tetapi mencari kebenaran dalam bekerja. Dan ini bukan hanya di dinas polisi akan tetapi berlaku pada semua direktorat … Karena itu, menjadi polisi lalu lintas dan semisalnya adalah boleh.
2. Sedangkan pekerjan-pekerjaan lainnya seperti menjadi pekerja pada mereka dalam pembangunan, kebersihan lantai, dan sebagainya, maka hukumnya boleh. Sebab, akad ijarah boleh dilakukan dengan muslim dan non muslim dalam pekerjaan-pekerjaan yang mubah kecuali dalam kondisi perang riil. Untuk kondisi itu ada hukum-hukum syara’nya secara khusus. Ibn Majah telah mengeluarkan dari Ibn Abbas ia berkata:
«أَصَابَ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَصَاصَةٌ فَبَلَغَ ذَلِكَ عَلِيًّا فَخَرَجَ يَلْتَمِسُ عَمَلًا يُصِيبُ فِيهِ شَيْئًا لِيُقِيتَ بِهِ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَى بُسْتَانًا لِرَجُلٍ مِنْ الْيَهُودِ فَاسْتَقَى لَهُ سَبْعَةَ عَشَرَ دَلْوًا كُلُّ دَلْوٍ بِتَمْرَةٍ فَخَيَّرَهُ الْيَهُودِيُّ مِنْ تَمْرِهِ سَبْعَ عَشَرَةَ عَجْوَةً فَجَاءَ بِهَا إِلَى نَبِيِّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ»
Kesusahan menimpa Nabi saw lalu hal itu sampai kepada Ali, maka ia pun keluar mencari pekerjaan agar bisa mendapatkan sesuatu untuk makan Rasulullah. Ali mendatangi satu kebun milik seorang Yahudi dan ia bekerja mengairi kebun itu sebanyak 17 timba dengan imbalan satu butir kurma tiap timba, lalu orang Yahudi itu memilihkan 17 butir kurma Ajwa dan Ali bawa kurma itu kepada Rasululla saw
AT-Tirmidzi juga mengeluarkan yang semisalnya. Ini adalah dalil bolehnya ijarah (kontrak kerja dalam pekerjaan-pekerjaan mubah dengan muslim maupun non muslim. Selama ijarah itu boleh dilakukan dengan non muslim, maka ijarah (bekerja) kepada Otoritas (penguasa) dalam pekerjaan-pekerjaan mubah hukumnya juga mubah.
Saudaramu
Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah
29 Rajab 1434
08 Juni 2013