Tanya Jawab

Situasi Politik di Gambia

بسم الله الرحمن الرحيم

Jawab Soal

Situasi Politik di Gambia

 

Soal:

Kami harapkan perhatian Hizb dengan isu-isu kaum Muslim di Afrika seperti halnya Hizb memperhatikan isu-isu kaum Muslim lainnya yang jika terjadi suatu peristiwa maka dikeluarkanlah tentangnya setelah satu atau dua hari berikutnya… Akan tetapi, Gambia misalnya, hingga hari ini belum dikeluarkan sesuatupun, padahal kejadian-kejadian Gambia telah berlangsung sekira dua bulan, maka kami mohon penjelasan apa yang terjadi. Kemudian, kenapa ada dukungan dari negara-negara barat Afrika kepada presiden baru Adama Barrow? Kenapa ada tekanan kuat mereka terhadap presiden sebelumnya agar meninggalkan kekuasaan? Apakah penarikannya dari mahkamah kriminal internasional atau penamaan Gambia dengan Republik Islam Gambia, apakah semua itu ada hubungannya? Khususnya bahwa presiden baru dalam koferensi pers tangal 28 Januari 2017 di ibukota Gambia Banjul mengatakan: “bahwa dia akan memenuhi janjinya dan membatalkan keputusan penarikan negaranya dari mahkamah kriminal internasional yang diambil oleh presiden sebelumnya Yahya Jammeh”… Ia mengungkapkan tekadnya untuk “mengubah nama negara dari Republik Islam Gambia menjadi Republik Gambia dalam kerangka reformasi konstitusi…” (al-Jazeera, 29/1/2017)?

 

Jawab:

Hizbut Tahrir adalah partai politik yang ideologinya adalah Islam. Setiap masalah kaum Muslim adalah masalahnya. Perhatian terhadap setiap masalah itu sesuai prioritas, maka dikeluarkanlah (produk kajian) pada yang ini dan ditunda pada yang itu. Hal itu tidak berarti tidak adanya perhatian. Saya harap ini menjadi jelas tanpa kerancuan. Perjalanan Hizb beserta ide dan thariqahnya mengatakan hal itu, dan Allah sajalah tempat meminta pertolongan. Setelah itu saya jawab pertanyaan di atas, dan dengan taufik dari Allah:

Jawaban pertanyaan di atas mengharuskan dipaparkan realita Gambia secara politik sejak Islam masuk ke sana kemudian pergolakan internasional di seputarnya… sebagai berikut:

  1. Gambia adalah negeri islami, di mana penduduknya masuk Islam. Kaum Muslim menjadi mayoritas sekitar 95 % dari penduduk Gambia yang berjumlah sekitar 2 juta jiwa. Gambia dijajah oleh Inggris. Inggris memberinya kemerdekaan pada tahun 1965 dan dimasukkan dalam Commonwealth Inggris… Dawda Kairaba Jawara dinobatkan sebagai perdana menteri pada masa sistem monarkhi yang mengikuti model Inggris. Berikutnya dia mengumumkan republik pada tahun 1970 agar dia menjadi presiden pertama. Hal itu di bawah invasi Amerika terhadap negara-negara Afrika yang mengikuti imperialisme Eropa, khususnya negara-negara yang sistemnya monarkhi. Hal yang serupa dilakukan oleh Inggris di Libya ketika Amerika mengintensifkan serangan Amerika terhadapnya pada masa monarkhi. Kala itu, Inggris membuat perwira yang tak dikenal seperti Qadzafi yang usianya baru 26 tahun melakukan kudeta putih terhadap agen Inggris raja pada tahun 1969 dan mendeklarasikan republik untuk memutus jalan bagi upaya intensif Amerika melakukan kudeta terhadap rezim monarkhi di Libya. Begitulah, Inggris tidak peduli terjadi perubahan bentuk sistem pemerintahan akan tetapi yang penting bagi Inggris adalah isinya tetap yang menjamin pengaruh dan imperialismenya.
  2. Ketika Gambia jatuh di bawah berbagai tekanan dan serangan Amerika yang makin meningkat pada akhir abad lalu, Inggris mendatangkan perwira militernya yang tak dikenal yaitu Yahya Jammeh yang usianya belum genap 29 tahun dan membuatnya melakukan kudeta putih pada 22 Juli 1994 terhadap presiden pertama Gambia yang juga antek Inggris, Dawda Kairaba Jawara, yang pemerintahannya sudah berlangsung sekira 30 tahun. Hal itu untuk menjaga pengaruh Inggris di Gambia. Libya pada masa Qadzafi, melatih tentara Gambia di mana Inggris menggunakan agennya, Qadzafi, untuk melindungi agen Inggris di Afrika. Qadzafi mulai membuat pernyataan-pernyataan pembebasan dan dia campur dengan beberapa kalimat islami dan kalimat arab menentang imperialis pada waktu, di mana dia sebenarnya menjalankan rencana-rencana Inggris dan jauh dari penerapan Islam. Demikian jugalah upaya-upaya Yahya Jammeh di mana dia pada tahun 2013 mendeklarasikan penarikan Gambia dari keanggotaan Commonwealth Inggris. Dia menggambarkan ikatan Commonwealth sebagai “pengokohan imperialisme baru” dan bahwa organisasi itu tegak untuk “memaksakan rencana hegemoni Barat terhadap semua negara berkembang”. Jammeh menghapus bahasa Inggris sebagai bahasa resmi Gambia dan mengambil bahasa Arab sebagai bahasa resmi. Jammeh mengatakan, “Selama 300 tahun imperialisme, Inggris hanya mengajarkan kepada kita nyanyian “semoga Tuhan menjaga ratu”. Jammeh mengumumkan republik Gambia sebagai negara Islam pada tahun 2015. Ia mengatakan di televisi resmi negaranya pada 11 Desember 2015 bahwa “Sejalan dengan identitas dan nilai-nilai keagamaan diumumkan “Gambia sebagai negara Islam”… Dan bahwa karena kaum Muslim adalah mayoritas warga negeri, maka mereka tidak bisa melanjutkan warisan imperialisme, dimana konstitusi Gambia menyatakan sistem sekuler yang didirikan oleh penjajah Inggris untuk negeri yang dikuasai dan dijajahnya selama ratusan tahun. Dengan itu nama Gambia menjadi Republik Islam Gambia. Perubahan terjadi pada nama, tidak pada isinya dan tidak dengan penerapan Islam secara riil. Potret itu seperti potret Mauritania yang bertetangga dengan Gambia yang dinamakan Republik Islam Mauritania, sementara Mauritania tidak menerapkan Islam akan tetapi mengikuti penjajah Eropa. Langkah Yahya Jammeh merupakan upaya untuk mengokohkan pemerintahannya dan untuk meraih popularitas lebih besar di tengah berbagai kritik terhadap pemerintahannya dan upaya Amerika untuk menjatuhkan dan menjungkalkannya. Sebagai bukti kecintaan masyarakat terhadap Islam, penduduk Gambia menolak mengirimkan anak-anak mereka ke sekolah-sekolah Inggris dengan anggapan sebagai sekolah pembaratan (westernisasi) yang menghasilkan generasi yang terampas identitasnya mengikuti para penjajah. Mereka mensyaratkan agar pembelajaran menggunakan bahasa arab dan mata ajaran Islam masuk ke dalam kurikulum. Meski semua itu, pengaruh Inggris terus tidak tersentuh. Inggris terus saja memegang kendali perkara secara langsung atau di balik tirai melalui para agen di negeri tersebut. Inggris tidak menemukan pengaruh dalam penambahan nama Islam untuk republik tersebut selama tetap sekedar lafazh tanpa makna, yakni tanpa penerapan Islam dan selama menjaga popularitas agennya di depan tekanan Amerika.
  3. Dilakukan upaya kudeta pada 30 Deember 2014 terhadap Yahya Jammeh. Ketika mereka menyerang istana presiden dengan harapan bisa menjatuhkannya sementara dia berada di luar negeri. Di belakang upaya kudeta itu adalah Amerika. Sebab menjadi jelas bahwa dalang kudeta itu adalah seorang pengusaha Sherno Njie yang tinggal di negara bagian Texas Amerika Serikat bersama tiga orang lainnya yang juga tinggal di Amerika. Setelah kudeta itu gagal, mereka berempat dihukum di Amerika dengan hukuman ringan, dimana Cherno Njie hanya dihukum penjara satu tahun. Sebab mereka seperti yang dikatakan oleh menteri kehakiman Amerika, Andrew Luger: “Keempat orang itu melakukan pelanggaran undang-undang yang ada untuk melindungi politik luar negeri negara kami dan seluruh warga Amerika di dalam dan di luar wilayah Amerika Serikat” (Reuters, 13/5/2016). Amerika menghukum warganya yang asalnya Gambia untuk menutupi hakikat, seolah-olah Amerika tidak mengetahui upaya kudeta itu. Seandainya kudeta itu berhasil niscaya Amerika mendukungnya. Akan tetapi karena kudeta itu gagal maka Amerika melakukan aktifitas formalistik mengadili mereka dengan hukuman ringan.
  4. Begitulah, serangan Amerika terhadap pengaruh Eropa termasuk Inggris terus meningkat di kawasan barat Afrika seperti halnya di daerah-daerah lainnya. Dalihnya adalah catatan buruk negara yang ini atau yang itu di bidang hak asasi manusia. Padahal mereka pada hakikatnya tidak memberi nilai sama sekali terhadap hak asasi manusia! Amerika memfokuskan dalih ini terhadap Yahya Jammeh di Gambia untuk mengubahnya dan memasukkan pengaruhnya menggantikan pengaruh Inggris. Serangan gencar itu sampai pada tingkat bahwa Eropa berjalan bersama serangan itu untuk memotong jalan bagi Amerika… Uni Eropa menangguhkan bantuan-bantuannya untuk Gambia secara temporal degan dalih yang sama “catatan buruk Gambia dalam bidang hak asai manusia”. Inggris ingin megganti agen dengan potret yang Amerika tidak bisa menghadangnya karena agen itu atas nama demokrasi. Itu adalah wasilah yang digunakan negara-negara Barat untuk menarik pengaruh dari sebagiannya ke sebagian yang lain atau digunakan sebagai dalih untuk melakukan intervensi. Perlu diketahui bahwa konstitusi resmi Gambia mengharuskan pelaksanaan pemilu tiap lima tahun. Dawda Kairaba Jawara dahulu selalu menang dalam pemilu. Demikian juga partainya Partai Popular Progresif yang menguasai politik Gambia. Artinya, bahwa lingkungan politis di Gambia bersifat Inggris. Demikian juga, pada masa Yahya Jammeh selama 22 tahun yang juga selalu diumumkan kemenangannya. Begitulah, pemilu presiden berlangsung pada akhir tahun lalu pada 2 Desember 2016. Maka diumumkanlah kemenangan pesaing Jammeh yaitu Adama Barrow, yang sebelumnya bekerja di London Inggris sebagai penjaga keamanan di pertokoan Inggris dan kembali ke Gambia pada tahun 2006; dimana dia mendirikan perusahaan properti dan masih terus mengelolanya. Jadi dia terkait erat dengan Inggris dari awal hingga akhir.
  5. Yahya Jammeh mengakui kekalahannya seraya mengumumkan di televisi resmi bahwa “Warga Gambia memutuskan agar saya mundur dan mereka memilih orang lain untuk memimpin negara”. Ia menelpon pesaingnya dan berkata, “Anda presiden terpilih untuk Gambia, saya berharap Anda sukses dan lebih baik”. Akan tetapi ia menarik kembali hal itu ketika institusi pengecekan kotak suara final mengumumkan menurunnya selisih di antara kedua calon dari 60 ribu suara menjadi kurang dari 20 ribu suara. Institusi tersebut berbicara tentang “tidak mungkinnya sebagian pemilih untuk memberikan suara sementara informasi-informasi keliru menghalangi sebagian yang lain dari memberikan suara”. Jammeh berkata, “Kita akan kembali ke kotak suara, sebab saya ingin menegaskan bahwa setiap warga Gambia memberikan suara di bawah otoritas komite yang tidak memihak, independen dan netral serta tidak tunduk kepada pengaruh asing”. Seakan-akan ada kesepakatan dengannya untuk menarik diri dan melepaskan jabatan presiden untuk agen yang baru. Akan tetapi, Jammeh menduga bahwa dia bisa meyakinkan Inggris untuk memperpanjang kelanjutan kekuasaannya satu periode lagi! Namun, orang-orang Eropa dan khususnya Inggris memandang bahwa tidak mungkin Jammeh tetap bertahan, karena mereka khawatir Amerika akan bisa menguasai Gambia dan mengambilnya dari tangan Inggris, khususnya bahwa Amerika melalui juru bicara luar negeri Mark Toner pada 10/12/2016 telah mengecam penolakan presiden Gambia terhadap hasil-hasil pemilu. Juru bicara Amerika berkata: “sikap Jammeh itu merupakan pelanggaran yang menghina kepercayaan rakyat Gambia di negerinya. Itu adalah upaya telanjang untuk merusak keyakinan rakyat Gambia terhadap proses pemilu. Tujuan Jammeh adalah bertahan di kekuasaan dengan jalan ilegal”. Ini adalah alasan kuat untuk intervensi Amerika. Karena itu Inggris menolak kelangsungan Jammeh di kekuasaan. Masalah itu diatasi dengan keputusan negara-negara barat Afrika (ECOWAS) untuk melakukan intervensi, sementara ECOWAS adalah agen Eropa khususnya Inggris dan Prancis, dua pemilik pengaruh di kawasan. Senegal, anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB pada tanggal 19 Januari 2017 mengajukan draft resolusi ke DK PBB untuk memberi kesempatan intervensi dengan dukungan dari Inggris dan Prancis, dua anggota tetap di DK PBB. Amerika tidak bisa untuk mengatakan tidak. Amerika lah yang memimpin oposisi terhadap rezim Yahya Jammeh dan Amerika mencari berbagai wasilah untuk melakukan intervensi. Dengan begitu, Dewan Keamanan memutuskan draft resolusi itu secara bulat pada Kamis 19 Januari 2017. Dewan Keamanan mengungkapkan “dukungan penuhnya kepada kelompok negara barat Afrika dalam komitmennya untuk menjamin penghormatan kehendak rakyat di Gambia melalui sarana-sarana politik pada tingkat pertama”. Artinya, boleh digunakan sarana selain politik ketika sarana politik gagal maka digunakanlah sarana-sarana militer.
  6. Begitulah masalah itu diatasi… Adama Barrow yang tinggal di Senegal sejak 15 Desember 2016 mengucapkan sumpah di kedubes Gambia di Senegal pada tanggal 19 Januari 2017… Senegal, Nigeria dan Ghana mengirimkan pasukan darat ke arah perbatasan Gambia, disertai dengan upaya mediasi untuk mendorog Jammeh mundur dan meninggalkan negaranya. Negara-negara barat Afrika memberi Yahya Jammeh kesempatan sampai siang tanggal 20 Januari 2017 untuk mundur dan meninggalkan negaranya. Para pemimpin negara-negara itu telah tiba di ibukota Gambia untuk memberi Jammeh kesempatan terakhir untuk menyerahkan kekuasaan secara damai sebelum kekuatan militer regional benar-benar tiba di Gambia… Pada tanggal 20 Januari 2017 panglima militer Gambia mengumumkan bahwa ia mengakui presiden baru Adama Barrow sebagai panglima tertinggi, dan tidak akan berperang melawan kekuatan regional yang bersiap untuk mencabut presiden yang telah berakhir kekuasaannya Yahya Jammeh”… Maka Yahya Jammeh pada 21 Januari 2017 terpaksa mengambil keputusan mundur dan meninggalkan negaranya sebab dia tidak lagi memiliki kekuatan yang membelanya baik di dalam maupun di luar… Dan berikutnya PBB, Uni Afrika dan ECOWAS mengumumkan penghentian operasi militer di Gambia dengan jaminan hak kepada Yahya Jammeh untuk kembali ke negaranya setelah ia mengumumkan mengundurkan diri dari kekuasaan dan meninggalkan negaranya. Juru bicara pemerintah Guinea, Ekuator Oogio Nazi, pada 24 Januari 2017 mengatakan bahwa negaranya memberikan suaka politik kepada presiden Gambia Yahya Jammeh. Hal itu untuk menjauhkan perlawanan bersenjata apapun di Gambia (AFP, 25/1/2017). Dengan itu maka krisis politik di Gambia yang telah berlangsung enam minggu pun berhenti. Begitulah, tirai terhadap pemerintahan Yahya Jammeh yang telah berlangsung 22 tahun telah diturunkan. Hal itu dengan mengganti agen dengan agen lain untuk menjaga pengaruh Eropa.
  7. Ringkasnya, bahwa perubahan yang terjadi di Gambia bukan karena Yahya Jammeh menarik diri dari Mahkamah Kriminal Internasional (ICC – International Criminal Court). Ada banyak negara yang tidak ada di dalam Mahkamah Kriminal Internasional termasuk Amerika… Perubahan di Gambia itu juga bukan karena Yahya Jammeh meletakkan di dalam nama negara kata “Islam”. Ada sejumlah negara yang di dalamnya ada nama ini. Hal itu karena yang menakutkan barat adalah penerapan Islam di dalam daulah Islam. Adapun sekedar lafazh tanpa makna maka tidak menakutkan mereka… Melainkan perubahan yang terjadi itu adalah dari sisi pergolakan internasional. Amerika menguntit Eropa di wilayah jajahan mereka Afrika untuk menjalankan penjajahan terhadapnya ketika Amerika menemukan kesempatan untuk itu. Seolah Amerika menemukannya di Gambia di bawah pemerintahan Yahya Jammeh dengan dalih pelanggaran HAM. Maka Eropa “Inggris” perlu mengatasi gelombang itu dan mengganti agen dengan agen lainnya sehingga bisa memutus jalan bagi Amerika dan berikutnya bisa menjaga kelangsungan pengaruh Inggris di Gambia meski sampai batas waktu tertentu…

Sesungguhnya warga Gambia seperti kaum Muslim lainnya mengharapkan pemerintahan Islam dan menunggu orang yang membebaskan mereka dari cengkeraman penjajah dan dari pemerintahan kufur. Dan itu merupakan tanggungjawab setiap Muslim yang mampu mengerahkan segenap daya upaya dalam mengemban dakwah seperti yang diemban oleh Rasulullah saw dan berjalan di atas menhaj para sahabat beliau ridhwanullâh ‘alayhim, dan berikutnya menegakkan al-Khilafah ar-Rasyidah, sehingga orang yang hidup itu hidupnya dengan keterangan yang nyata dan orang yang binasa itu binasanya dengan keterangan yang nyata pula:

﴿وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ * بِنَصْرِ اللَّهِ يَنْصُرُ مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ

Dan di hari (kemenangan) itu bergembiralah orang-orang yang beriman, karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dialah Maha Perkasa lagi Penyayang(TQS ar-Rum [30]: 4-5).

 

3 Jumadil Ula 1438 H

31 Januari 2017 M

 

http://hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/ameer/political-questions/41931.html#sthash.f5fPBkVq.dpuf

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Close