Tanya Jawab
HUKUM PESANGON BAGI KARYAWAN BANK YANG RESIGN
Oleh : KH. M. Shiddiq Al Jawi
Tanya :
Assalamualaikum ustadz..kalau ada orang ingin taubat dari riba..lalu keluar kerja dari bank konvensional dan mendapat pesangon. Apakah pesangonnya halal? (Meti, Jogjakarta).
Jawab :
Wa ‘alaikumus salam wr wb.
Pesangon menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah uang yang diberikan sebagai bekal kepada karyawan (pekerja dan sebagainya) yang diberhentikan dari pekerjaan dalam rangka pengurangan tenaga kerja.
Pesangon menurut UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah sejumlah dana yang diberikan kepada karyawan ketika berakhirnya masa kerja atau pemutusan kerja.
Uang tersebut merupakan penghargaan dari pemberi kerja atas masa bakti karyawan maupun penggantian hak. Selain itu, uang ini juga merupakan salah satu kompensasi yang wajib diperhatikan oleh sebuah perusahaan.
Pengertian pesangon tersebut disimpulkan dari beberapa pasal dalam UU No.13 Tahun 2003 tersebut, yaitu pada pasal-pasal sebagai berikut :
Pertama, pada pasal 150, dijelaskan mengenai kewajiban memberi pesangon kepada buruh/karyawan apabila terjadi pemutusan kerja (PHK). Pengusaha yang dimaksud bisa siapa saja, baik itu perusahaan swasta maupun milik negara, perseorangan atau badan, berbadan hukum atau tidak, memiliki pengurus atau mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Kedua, pada 156 ayat 1 dijelaskan bahwa “Dalam hal terjadinya pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayarkan uang penghargaan masa kerja dan yang menjadi pengganti hak yang seharusnya diterima.
Pada umumnya, kompensasi yang diberikan oleh perusahaan apabila adanya pengunduran diri (resign) dari karyawan maupun Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Hal ini dikarenakan, apabila kondisi usaha atau bisnis berada dalam kondisi yang tidak menentu, pengusaha dapat membuat langkah yang cukup ekstrim, misalnya dengan melakukan PHK.
Demikianlah sekilas fakta (manath) mengenai pesangon. Lalu bagaimanakah hukum pesangon tersebut hukumnya menurut syariah?
Menurut pemahaman kami, wallahu a’lam, status pesangon pada dasarnya adalah hibah (pemberian) dari perusahaan kepada karyawannya yang terkena PHK atau resign. Namun demikian, hibah tersebut sebenarnya bukanlah fakta yang berdiri sendiri, melainkan sangat terkait erat dengan pekerjaan sebelumnya yang dilakukan oleh seorang karyawan. Sebab, tidak mungkin perusahaan memberikan pesangon kepada seorang karyawan, kecuali atas sebab bahwa karyawan itu telah bekerja sebelumnya di perusahaan tersebut.
Maka dari itu, hukum hibah tersebut menurut syariah bergantung pada pekerjaan sebelumnya yang dilakukan oleh karyawan tersebut.
Hukumnya menurut syara’ terdapat rincian sebagai berikut;
Pertama, pesangon sebagai hibah itu hukumnya boleh menurut syara’, jika pekerjaan sebelumnya yang dilakukan seorang kayawan merupakan pekerjaan yang halal menurut syara’.
Kedua, pesangon sebagai hibah itu hukumnya haram, jika pekerjaan sebelumnya adalah pekerjaan yang haram menurut syara’.
Dalil untuk rincian tersebut adalah qaidah-qaidah fiqhiyyah yang berbunyi :
اَلتَّابِعُ تَابِعٌ
At taabi’ taabi’ (perkara cabang hukumnya mengikuti perkara pokoknya). (M. Shidqi Al Burnu, Mausu’ah Al Qawa’id Al Fiqhiyah, Juz II, hlm.158).
Juga kaidah fiqih yang berbunyi :
إذَا سَقَطَ الأصْلُ سَقَطَ الْفَرْعُ
Idza saqatha al ashlu saqatha al far’u (jika perkara pokok telah gugur, maka gugur pula perkara cabangnya). (M. Shidqi Al Burnu, Mausu’ah Al Qawa’id Al Fiqhiyah, Juz I, hlm. 271).
Berdasarkan kaidah-kaidah fiqih tersebut, kami dapat memberi rincian jawaban mengenai hukum pesangon (sebagai perkara cabang), yang bergantung pada pekerjaan sebelumnya (sebagai perkara pokok / asal) dengan rincian sebagai berikut :
Pertama, pesangon dari bank konvensional tersebut hukumnya boleh (mubah) menurut syara’, jika pekerjaan sebelumnya yang dilakukan oleh karyawan yang resign itu merupakan pekerjaan yang halal, yaitu pekerjaan yang tidak terkait dengan transaksi riba, baik terkait langsung maupun tidak langsung. Misalnya, pekerjaan sebagai back office, seperti pesuruh (office boy), petugas cleaning service, petugas satpam / security (yang murni melakukan pengamanan tanpa melayani nasabah), dan pekerjaan-pekerjaan lain yang semisalnya.
Kedua, pesangon tersebut hukumnya haram menurut syara’, jika pekerjaan sebelumnya yang dilakukan oleh karyawan yang resign tersebut merupakan pekerjaan yang haram, yaitu pekerjaan yang terkait dengan transaksi riba, baik terkait langsung maupun tidak langsung.
Contohnya pekerjaan-pekerjaan sebagai berikut :
(1) bagian Teller, yaitu posisi pekerja di bank yang fungsinya adalah melayani nasabah bank dalam bertransaksi di bank, seperti membuka rekening, menerima tabungan (setoran), membayar tarikan tunai, dan sebagainya;
(2) bagian Analis Kredit, yaitu posisi pekerja di bank yang menganalisis penerima pinjaman, apakah penerima pinjaman itu bankabel (layak dipinjami bank) atau tidak.
(3) bagian Account Officer (AO), yaitu posisi pekerja di bank yang melakukan analisis kelayakan pemberian kredit dan pemantauan terhadap kelancaran pembayaran kredit oleh debitur (nasabah).
(4) bagian Collector, yaitu posisi pekerja di bank yang bertugas menagih pinjaman atau kredit dari para nasabah. (Lihat Taqiyuddin An Nabhani, An Nizham Al Iqtishadi fi Al Islam, hlm. 92-93).
Demikianlah jawaban kami. Wallahu a’lam.
Yogyakarta, 20 Oktober 2020
M. Shiddiq Al Jawi
http://fissilmi-kaffah.com/index/tanyajawab_view/376