Tanya Jawab

Bolehkah Menghapus Ajaran Islam?

Soal:

Bagaimana hukumnya menghapus ajaran Islam dari materi yang diajarkan kepada umat? Apalagi jika disertai tuduhan bahwa ajaran Islam itu berpotensi menyebabkan kekerasan dan kerusakan? Atau materi itu boleh diajarkan, tetapi bukan untuk dilaksanakan?

 

Jawab:

Menghapus ajaran Islam dari materi yang diajarkan kepada umat hukumnya haram. Ini termasuk larangan kitmân al-‘ilm (menyembunyikan ilmu) (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 159-160; QS Ali ‘Imran [3]: 187).

Perintah menyampaikan dan menjelaskan ajaran Islam hukumnya wajib. Kewajiban ini dikuatkan oleh adanya larangan menyembunyikannya, yang disertai dengan ancaman laknat Allah dan laknat dari seluruh makhluk-Nya. Tindakan menyembunyikan, termasuk di dalamnya menghapus ajaran Islam, agar tidak diketahui umat, itu hukumnya haram. Apapun alasannya.

Bahkan dengan keras Rasulullah saw. mengancam mereka:

مَنْ سُئِلَ عَنْ عِلْمٍ فَكَتَمَهُ أَلْجَمَهُ بِلِجَامٍ مِنْ نَارٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Siapa saja yang ditanya tentang suatu ilmu [Islam], kemudian dia menyembunyikannya, maka Allah akan menyumbat mulutnya dengan api neraka pada Hari Kiamat (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibn Majah dari Abu Hurairah). 1

 

Karena itu dengan tegas Imam an-Nawawi, dalam kitabnya, Al-Majmu’ Syarh al-Muhaddzab, menjelaskan:

اعْلَمْ أَنَّ التَّعْلِيْمَ هُوَ الْأَصْلُ الَّذِيْ بِهِ قَوَامُ الدِّيْنِ، وَبِهِ يُؤْمَنُ إِمِّحَاقُ الْعِلْمِ، فَهُوَ مِنْ أَهَمِّ أُمُوْرِ الدِّيْنِ وَأَعْظَمِ الْعِبَادَاتِ وَآكِدِ فُرُوْضِ الْكِفَايَاتِ .قَالَ اللهُ تَعَالَى : (وَإِذْ أَخَذَ الله مِيثَاقَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَتُبَيِّنُنَّهُ لِلنَّاسِ وَلَا تَكْتُمُونَهُ), وَقَالَ تَعَالَى: (إِنَّ الَّذِيْنَ يَكْتُمُوْنَ مَا أَنْزَلْنَا) الآية. وَفِي الصَّحِيْحِ مِنْ طُرُقٍ أَنَّ النَّبِيَّ ؟ قَال: (لَيُبَلِّغِ الشَّاهِدُ مِنْكُمُ الْغَائِبِ), وَالأَحَادِيْثُ بِمَعْنَاهُ كَثِيْرَةٌ، وَالْإِجْمَاعُ مُنْعَقِدٌ عَلَيْهِ.

Ketahuilah, mengajarkan Islam itu merupakan perkara pangkal, yang dengan itu agama Islam tetap tegak. Dengan itu, hilangnya ilmu akan terjaga. Mengajarkan [Islam] merupakan urusan agama yang paling penting, ibadah yang paling agung dan fardhu kifayah yang paling kuat. Allah SWT berfirman: Ingatlah ketika Allah mengambil perjanjian dari orang-orang yang diberi al-Kitab, “Hendaknya kalian menjelaskannya kepada umat manusia dan janganlah kalian menyembunyikannya.” (QS Ali ‘Imran [3]: 187). Allah juga berfiman: Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang Allah turunkan…(QS al-Baqarah [2]: 159). Dalam kitab Ash-Shahih, dari berbagai jalur, Nabi saw. bersabda, “Hendaknya yang melihat [hadir di majelis] di antara kalian menyampaikan kepada yang tidak hadir.” Banyak hadis yang maknanya sama. Ijmak menyepakati hal itu.2

 

Apalagi jika yang disembunyikan, dihapus dan tidak diajarkan itu merupakan ilmu yang paling penting, seperti masalah Khilafah dan Jihad. Nabi menyebut Jihad sebagai Dzarwah Sanam al-Islam [ujung tombak Islam].3 Artinya, begitu pentingnya ajaran Islam ini. Begitu juga dengan Khilafah, dinyatakan oleh para ulama’ sebagai Taj al-Furudh [mahkota kewajiban], Ahamm al-Wajibat [kewajiban paling penting], atau Ma’lum min ad-Din bi ad-Dharurah [perkara yang urgensinya dalam Islam sudah diketahui].4 Tidak hanya dibahas dalam pembahasan Akidah, tetapi juga Fiqih dan Tarikh.5

Suka ataupun tidak, Khilafah adalah bagian dari ajaran Islam. Sama seperti shalat, zakat, puasa, haji dan yang lainnya. Itu semua adalah ajaran Islam. Keengganan seseorang untuk mentaati perintah-perintah Allah tersebut tidak serta-merta membuat syariah Allah itu dipersoalkan dan kemudian disingkirkan. Sebab pada hakikatnya manusialah yang harus menyesuaikan diri dengan syariah Islam. Bukan sebaliknya.

Banyak ulama yang sudah menjelaskan ajaran Islam tentang Khilafah. Tentang Khilafah, Imam ar-Razi menyatakan:

اَلْخِلاَفَةُ أَوْ اْلإِمَامَةُ اْلعُظْمَى أَوْ إِمَارَةُ اْلمُؤْمِنِيْنَ كُلُّهَا يُؤَدِي مَعْنَى وَاحِداً وَتَدُلُّ عَلَى وَظِيْفَةٍ وَاحِدَةٍ وَهِيَ السُّلْطَةُ الْعُلْيَا لِلْمُسْلِمِيْنَ

Khilafah, Imamah al-Uzhma atau Imarah al-Mu’minin semuanya memberikan makna yang satu (sinonim), dan menunjukkan tugas yang juga satu (sama), yaitu kekuasaan tertinggi bagi kaum Muslim.6

 

Imamah/Khilafah selalu dibahas oleh semua mazhab di dalam Islam. Dalam hal ini, Syaikh Muhammad Abu Zahrah menyatakan:

اَلمذَاهِبُ السِّيَاسِيَّةُ كُلُّهَا تَدُوْرُ حَوْلَ الْخِلاَفَةِ

Semua mazhab siyasah (selalu) membincangkan seputar Khilafah.7

 

Menurut Syaikh al-Islam al-Imam al-Hafizh Abu Zakaria Yahya bin Syaraf bin Marwa an-Nawawi, menegakkan Imamah/Khilafah adalah kewajiban. Ia menyatakan:

اَلْفَصْلُ الثَّانِي فِي وُجُوْبِ اْلإِمَامَةِ وَبَيَانِ طُرُقِهَا: لاَ بُدَّ لِلأُمَّةِ مِنْ إِمَامٍ يُقِيْمُ الدِّيْنَ وَيَنْصُرُ السُّنَّةَ وَ يَنْتَصِفُ لِلْمَظْلُوْمِيْنَ وَ يَسْتَوْفِي الْحُقُوْقَ وَيَضَعُهَا مَوَاضِعَهَا . قُلْتُ: تَوْليِ اْلإِمَامَةِ فَرْضُ كِفَايَةٍ

Pasal Kedua Tentang Kewajiban Imamah (Khilafah) dan Penjelasan Metode (Mewujudkan)-nya: Suatu keharusan bagi umat adanya seorang imam (khalifah) yang menegakkan agama, menolong Sunnah, menegakkan keadilan bagi orang-orang yang terzalimi serta menunaikan berbagai hak dan menempatkan hak-hak tersebut pada tempatnya. Saya menyatakan bahwa menegakkan Imamah (Khilafah) adalah fardhu kifayah.8

 

Itu hanyalah sebagian kecil dari pandangan para ulama terkait Khilafah. Masih banyak pendapat ulama seputar Khilafah. Mereka memposisikan Khilafah sebagai perkara yang sangat penting. Karena itu mereka tidak pernah menghilangkan pembahasan Khilafah di dalam kitab-kitab mereka.

Begitupun materi tentang jihad. Para ulama memberikan perhatian penuh pada perkara jihad karena jihad memang banyak dinyatakan dalam al-Quran (lihat, misalnya: QS al-Furqan []: 52; QS al-Baqarah [2]: 216; QS ash-Shaff: 10-11).

Secara umum istilah jihad disebutkan sebanyak 37 kali di dalam al-Quran. Hasan Izzuddin al-Jamal dalam Mu’jam wa Tafsîr Lughawi li Kalimat al-Qur’ân menyatakan bahwa dalam al-Quran pada umumnya kata jihad berarti mengerahkan kemampuan menyebarkan dan membela ajaran Islam.

Secara syar’i jihad bermakna perang (qitâl) di jalan Allah. Selain dalam beberapa ayat di atas, jihad dalam makna perang di jalan Allah ini antara lain dinyatakan dalam sabda Rasulullah saw., sebagaimana penuturan Anas bin Malik ra.:

جَاهِدُوا الْمُشْرِكِينَ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَأَلْسِنَتِكُمْ

Perangilah kaum musyrik dengan harta, jiwa dan lisan kalian (HR Abu Dawd, an-Nasa’i dan Ahmad).

 

Allah SWT dan Rasul-Nya mensyariatkan jihad, dengan berbagai tingkatannya, dimaksudkan agar Islam benar-benar tegak di muka bumi. Siapapun yang mengaku Muslim dituntut untuk berjihad menghadapi pelaku kekufuran, kezaliman dan kemungkaran; mengeluarkan manusia dari kegelapan kekufuran menuju cahaya Islam (min azh-zhulumât ila an-nûr). Tentu sesuai dengan kadar kemampuan masing-masing.

Karena itu menghapus materi jihad dan Khilafah dari kurikulum madrasah jelas merupakan upaya untuk menutup-nutupi kebenaran. Ini merupakan bentuk kemungkaran yang sangat nyata dan jelas haram. Allah SWT berfirman:

إِنَّ ٱلَّذِينَ يَكۡتُمُونَ مَآ أَنزَلۡنَا مِنَ ٱلۡبَيِّنَٰتِ وَٱلۡهُدَىٰ مِنۢ بَعۡدِ مَا بَيَّنَّٰهُ لِلنَّاسِ فِي ٱلۡكِتَٰبِ أُوْلَٰٓئِكَ يَلۡعَنُهُمُ ٱللَّهُ وَيَلۡعَنُهُمُ ٱللَّٰعِنُونَ

Sungguh orang-orang yang menyembunyikan keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk yang telah Kami turunkan, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam al-Kitab, mereka itu dilaknati oleh Allah dan dilaknati pula oleh semua makhluk yang dapat melaknat (QS al-Baqarah [2]: 159).

 

Mengapa menyembunyikan kebenaran diancam dengan laknat Allah SWT? Karena manusia tidak akan masuk surga tanpa kebenaran. Jika kebenaran disembunyikan dari manusia maka sama saja dengan menutup jalan bagi manusia menuju surga. Wajarlah jika mereka dilaknat oleh Allah SWT.

Perilaku menghalang-halangi manusia dari jalan Islam tentu tidak layak dilakukan oleh orang yang beriman. Pasalnya, hal itu merupakan kebiasaan orang-orang kafir yang tidak sudi melihat umat Islam menaati aturan-aturan agamanya (Lihat: QS al-A’raf [7]: 44-45).

Apalagi jika penghapusan itu dengan tuduhan, bahwa Jihad dan Khilafah dianggap sebagai biang radikalisme yang mengancam keutuhan bangsa dan negara, maka ini merupakan tindakan iftira’ ‘ala-Llahi kadziba [tuduhan jahat kepada Allah]. Ini tidak hanya mengingkari nash yang qath’i, tetapi juga menyerang perkara penting dalam ajaran Islam. Tindakan itu bisa mengeluarkan pelakunya  dari Islam.

Jika tidak hapus, tetapi dialihkan menjadi materi sejarah, dan tidak disertai dengan penjelasan tentang kewajiban untuk menjalankannya, maka itu sama seperti hukum yang telah dijelaskan di atas. Menyembunyikan ilmu, atau menghalangi pelaksanaan kewajiban, yang sama-sama haram. Fa al-‘Iyadzu bilLâh! [KH. Hafidz Abdurrahman]

 

Catatan kaki:

1        Lihat, Abu Dawud, hadits no 3658; at-Tirmidzi, hadits no. 2649; Ibn Majah, hadits no. 264.

2        Imam an-Nawawi, al-Majmu’ Syarah al-Muhaddzab, Juz I/30.

3        Hr. al-Hakim, al-Mustadrak ‘ala as-Shihain, hadits no. 2436, Juz III/347-348.

4        Lihat, Ibn Hajar al-Haitami, as-Shawaiq al-Muhriqah, Juz I/25; ar-Ramli, Ghayat al-Bayan Syarah Zubad Ibn Ruslan, hal. 23;

5        Lihat, Imam al-Ghazali, al-Iqtshad fi al-I’tiqad; an-Nawawi, Raudhatu at-Thalibin wa ‘Umdatu al-Muftin; as-Suyuthi, Tarikh al-Khulafa’.

6        Lihat, Ar-Razi, Mukhtâr ash-Shahihâh, hal. 186.

7        Lihat, Abu Zahrah, Tarikh al-Madzahib al-Islamiyyah, Juz I/21.

8        Lihat, An-Nawawi, Rawdhah ath-Thalibin wa Umdah al-Muftin, Juz III/433.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Check Also

Close
Close