Tanya Jawab
HUKUM MENERIMA HADIAH DARI DETAILER BAGI DOKTER
Diasuh Oleh: Ust M Shiddiq Al Jawi
Tanya :
Ustadz, bagaimana hukumnya apabila ada perusahaan farmasi membiayai dokter untuk sebuah seminar produk mereka. Tapi dokter itu tidak ada perjanjian untuk meresepkan produk mereka. Apakah itu sudah termasuk suap (risywah)? (Fauzan, Banjarmasin).
Jawab :
Detailer atau medical representative (MR) adalah staf pemasaran perusahaan farmasi yang bertugas memasarkan obat-obat ethical, yaitu obat yang hanya bisa dibeli dengan resep dokter. Tugas detailer adalah melakukan kunjungan secara rutin kepada seorang dokter untuk melakukan presentasi produk farmasi, dengan menjelaskan sedetail mungkin keunggulan produknya kepada dokter. Tujuannya adalah men-dealkan perjanjian kerjasama (KS), bahwa dokter berkomitmen meresepkan obat yang ditawarkan oleh detailer kepada para pasiennya. Sebagai imbalannya, detailer memberikan imbalan kepada dokter berupa uang (20-25% dari harga obat), barang (seperti HP, mobil, rumah, dsb) atau berupa fasilitas seperti mengikuti seminar, bahkan bisa berupa entertainment ke tempat hiburan malam. (Dari berbagai sumber).
Demikian sekilas fakta yang akan dihukumi (manath). Maka hukum hadiah detailer tersebut sbb;
Pertama, hukumnya haram, jika dokter itu bekerja/praktik sebagai pegawai untuk pihak lain misalnya di sebuah rumah sakit dan dokter tersebut sudah mendapatkan gaji dari pihak tersebut.
Dalil yang menunjukkan haramnya pegawai menerima hadiah selain gaji yang sudah ditetapkan, sabda Nabi SAW,”Barangsiapa yang kami angkat sebagai pegawai untuk melakukan suatu pekerjaan, lalu kami sudah berikan gaji kepadanya, maka apa saja yang dia ambil di luar gaji itu adalah harta khianat (ghuluul).” (HR Abu Dawud, no 2943; hadis shahih, lihat Nashiruddin Al Albani, Sahih At Targhib wa At Tarhib, Juz I/191).
Imam Syaukani memberi syarah (penjelasan) hadits tersebut,”Pada hadits ini terdapat dalil bahwa tidak halal seorang pegawai mendapatkan tambahan atas apa-apa yang telah ditetapkan baginya oleh pihak yang mempekerjakan dia. Pada hadits ini juga terdapat dalil bahwa apa saja yang dia ambil selain daripada itu [dari pihak lain yang bukan pemberi kerja], termasuk ghuluul (harta khianat).” (Imam Syaukani, Nailul Authar, Beirut : Dar Ibnu Hazm, 2000, hlm. 826).
Kedua, hukumnya mubah (boleh), jika dokter itu praktik mandiri di klinik sendiri dan tidak bekerja menjadi pegawai untuk pihak lain. Dengan kata lain, dokter itu hanya memperoleh pendapatan dari praktiknya itu dan tidak digaji oleh pihak lain sebagai pemberi kerja.
Dalam kondisi ini, boleh hukumnya dokter menerima hadiah dari detailer, karena hadiah itu dapat dianggap fee (komisi) dalam akad samsarah (perantara jual beli), selama akad samsarah ini memenuhi segala rukun dan syaratnya. Jadi dokter menjadi perantara antara perusahaan farmasi dengan pasien. Samsarah merupakan akad yang telah dibolehkan dalam hadits Nabi SAW. (HR Abu Dawud, no 3326; Ibnu Majah, no 2145).
Bagaimana jika seorang dokter bekerja di rumah sakit dan juga praktik mandiri? Hukumnya bergantung dugaan kuat (ghalabatuzh zhann), apakah hadiah itu karena pekerjaan rumah sakit ataukah karena praktik mandiri. Jika diduga kuat karena pekerjaan di rumah sakit, hukumnya haram. Jika karena praktik mandiri, hukumnya boleh. Jika ragu, jangan diterima karena syubhat. Wallahu a’lam.