Tanya Jawab
Bolehkah Untuk Tanah Ada Kompensasi Finansial?
بسم الله الرحمن الرحيم
Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-‘Alim Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir Atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau “Fiqhiyun”
Jawaban Pertanyaan:
Kepada Saleh Natseh
Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu. Saya punya pertanyaan, yaitu hukum dua orang berserikat dalam menanami tanah. Orang pertama, dia punya tanah dan orang kedua menanaminya. Apakah hal itu boleh atau itu adalah muzara’ah? Dimana perkara ini rancu bagi saya. Diantara syabab ada yang mengatakan bahwa itu adalah muzara’ah, dan sebagian lagi mengatakan hal itu adalah boleh, dimana pemilik tanah bisa menjualnya selama tiga tahun yaitu jangka waktu yang diberikan untuk menanaminya. Dan semoga Allah memberikan berkah kepada Anda.
Jawab:
Wa’alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Muzara’ah adalah menyewakan tanah untuk ditanami. Terdapat dalil-dalil yang menyatakan keharaman muzara’ah, diantaranya:
- Imam al-Bukhari telah meriwayatkan di dalam Shahih-nya dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Rasulullah saw bersabda:
«مَنْ كَانَتْ لَهُ أَرْضٌ، فَلْيَزْرَعْهَا أَوْ لِيَمْنَحْهَا أَخَاهُ، فَإِنْ أَبَى، فَلْيُمْسِكْ أَرْضَهُ»
“Siapa saja yang mempunyai tanah maka hendaklah ia menanaminya atau dia berikan kepada saudaranya, jika dia tidak mau maka hendaklah dia pertahankan tanahnya”.
- Dari Jabir ra:
«أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ نَهَى عَنِ الْمُخَابَرَةِ»
“Nabi saw melarang mukhabarah” (HR Muslim).
Mukhabarah adalah muzara’ah.
- Dan di dalam Shahîh Muslim dari Jabir bin Abdullah, ia berkata:
«نَهَى رَسُولُ اللهِ ﷺ أَنْ يُؤْخَذَ لِلْأَرْضِ أَجْرٌ، أَوْ حَظٌّ»
“Rasulullah saw melarang diambil upah atau bagian untuk tanah”.
- Rafi’ bin Khadij meriwayatkan, ia berkata: “kami melakukan mukhabarah pada masa Rasulullah saw lalu ia menyebutkan bahwa sebagian pamannya mendatanginya, lalu berkata: “Rasulullah saw melarang atau memerintahkan kepada kita perkara yang dahulu punya manfaat untuk kita, tetapi ketaatan kepada Allah dan Rasulullah lebih bermanfaat untuk kita. Ia berkata: “kami katakan: “apakah itu?” Ia berkata: “Rasulullah saw bersabda:
«مَنْ كَانَتْ لَهُ أَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا، أَوْ فَلْيُزْرِعْهَا أَخَاهُ، وَلَا يُكَارِيهَا بِثُلُثٍ وَلَا بِرُبُعٍ وَلَا بِطَعَامٍ مُسَمًّى». أخرجه أبو داود.
“Siapa yang punya tanah maka hendaklah dia menanaminya atau agar ditanami saudaranya, dan jangan dia sewakan dengan sepertiga, jangan pula dengan seperempat dan jangan pula dengan makanan jumlah tertentu.” (HR Abu Dawud)
- Di dalam Sunan an-Nasai dari Usaid bin Zhuhair:
«نَهَى رَسُولُ اللهِ ﷺ عَنْ كِرَاءِ الأَرْضِ، قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ، إِذًا نُكْرِيهَا بِشَيْءٍ مِنْ الْحَبِّ، قَالَ: لا، قَالَ: وَكُنَّا نُكْرِيهَا بِالتِّبْنِ، فَقَالَ: لا، وَكُنَّا نُكْرِيهَا عَلَى الرَّبِيعِ، قَالَ: لا، ازْرَعْهَا أَوْ امْنَحْهَا أَخَاكَ»
“Rasulullah saw melarang dari menyewakan tanah. Kami katakan: “Ya Rasulullah, jika kami sewakan dengan (upah) biji-bijian?” Beliau menjawab: “Tidak”. Ia (Usaid) berkata: “dan kami sewakan dengan jerami?” Beliau menjawab: “Tidak”. “Dan kami sewakan dengan ar-rabî’ (hasil tanah di rabi’)?” Beliau menjawab: “tidak, tanamilah atau berikan saudaramu.”
Ar-Rabî’: sungai kecil, yakni lembah, yakni kami sewakan dengan penanaman bagian di sisi ar-rabî’ yakni di samping air.
Jelas dari hadits-hadits ini fakta muzara’ah bahwa itu adalah penyewaan tanah, baik apakah sewa yang dibayarkan adalah bagian dari hasilnya atau sesuatu yang lain… Juga jelas dari hadits-hadits tersebut keharaman muzara’ah…
Dalil-dalil di atas menjelaskan bahwa untuk tanah itu tidak boleh ada kompensasi apapun, khususnya hadits Muslim. Hadits tersebut jelas tentang hal itu.
«نَهَى رَسُولُ اللهِ ﷺ أَنْ يُؤْخَذَ لِلْأَرْضِ أَجْرٌ، أَوْ حَظٌّ»
“Rasulullah saw melarang diambil upah atau bagian untuk tanah”.
Demikian juga hadits al-Bukhari:
«مَنْ كَانَتْ لَهُ أَرْضٌ، فَلْيَزْرَعْهَا أَوْ لِيَمْنَحْهَا أَخَاهُ، فَإِنْ أَبَى، فَلْيُمْسِكْ أَرْضَهُ»
“Siapa saja yang mempunyai tanah maka hendaklah ia menanaminya atau dia berikan kepada saudaranya, jika dia tidak mau maka hendaklah dia pertahankan tanahnya”.
Dan hadits an-Nasai:
«نَهَى رَسُولُ اللهِ ﷺ عَنْ كِرَاءِ الأَرْضِ، قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ، إِذًا نُكْرِيهَا بِشَيْءٍ مِنْ الْحَبِّ، قَالَ: لا، قَالَ: وَكُنَّا نُكْرِيهَا بِالتِّبْنِ، فَقَالَ: لا، وَكُنَّا نُكْرِيهَا عَلَى الرَّبِيعِ، قَالَ: لا، ازْرَعْهَا أَوْ امْنَحْهَا أَخَاكَ»
“Rasulullah saw melarang dari menyewakan tanah. Kami katakan: “Ya Rasulullah, jika kami sewakan dengan (sewa) biji-bijian?” Beliau menjawab: “Tidak”. Ia (Usaid) berkata: “dan kami sewakan dengan jerami?” Beliau menjawab: “Tidak”. “Dan kami sewakan dengan ar-rabî’ (hasil tanah di rabi’)?” Beliau menjawab: “tidak, tanamilah atau berikan saudaramu.”
Jadi tanah itu tidak boleh ada kompensasi untuknya.
* Atas dasar itu, apa yang ada di dalam pertanyaan Anda: (orang pertama punya tanah dan orang kedua menanaminya…) maka tanah di sini dianggap sebagai harta dan ia memiliki bagian artinya bahwa hukum muzara’ah berlaku terhadapnya. Dalam hal itu penamaan Anda hal itu sebagai musyarakah tidak berpengaruh, akan tetapi itu adalah muzara’ah dan tidak boleh. Demikian juga, dalam hal itu tidak ada pengaruhnya dalam hukum syara’, keberadaan muzara’ah itu selama tiga tahun atau setelahnya. Hukum syara’ itu berlaku pada akad itu sendiri, dan akad itu adalah batil selama untuk tanah itu dijadikan ada kompensasi finansial apapun jenisnya seperti yang dijelaskan di dalam dalil-dalil yang disebutkan di atas…
Saudaramu
Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah
19 Sya’ban 1437 H
26 Mei 2016 M
http://hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/ameer-hizb/ameer-cmo-site/37411.html#sthash.EI0qTKrI.dpuf