FiqihTanya Jawab

Bagaimana Cara Membayar Zakat yang Terutang?

Soal:

Jika seseorang punya tabungan emas atau uang yang telah mencapai nishab, tetapi belum dibayarkan zakatnya selama beberapa tahun, bagaimana membayar zakatnya itu? Apakah dibayar sekali saja, yakni zakat tahun ketika bayar, atau semua zakat tahun-tahun yang terutang itu harus dibayar semuanya? Apakah boleh dibayar dengan harta lain? Bagaimana pula hubungannya dengan menabung yang dibolehkan?

Jawab:

Pertanyaan semisal telah ditanyakan kepada al-‘Alim al-Jalil Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah dan beliau telah menjawabnya pada 1 Ramadhan 1440 H/06 Mei 2019 M lalu. Berikut adalah jawaban pertanyaan di atas, dengan merujuk jawaban beliau.

Sebelum menjawab pertanyaan tentang pembayaran zakat terutang itu, perlu diperhatikan bahwa menabung emas, perak dan uang bukan untuk kebutuhan dinilai sebagai penimbunan (al-kanzu) hingga meskipun dikeluarkan zakatnya. Al-Kanzu (penimbunan) adalah haram. Di antara dalil atas pengharamannya adalah firman Allah SWT:

وَٱلَّذِينَ يَكۡنِزُونَ ٱلذَّهَبَ وَٱلۡفِضَّةَ وَلَا يُنفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ فَبَشِّرۡهُم بِعَذَابٍ أَلِيمٖ  ٣٤ يَوۡمَ يُحۡمَىٰ عَلَيۡهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكۡوَىٰ بِهَا جِبَاهُهُمۡ وَجُنُوبُهُمۡ وَظُهُورُهُمۡۖ هَٰذَا مَا كَنَزۡتُمۡ لِأَنفُسِكُمۡ فَذُوقُواْ مَا كُنتُمۡ تَكۡنِزُونَ  ٣٥

Orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka beritahu mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih pada hari dipanaskan emas perak itu di Neraka Jahanam. Lalu dibakar dengan itu dahi mereka, lambung dan punggung mereka. (Kemudian dikatakan kepada mereka), “Inilah harta benda kalian yang kalian simpan untuk diri kalian sendiri. Karena itu rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kalian simpan itu.” (QS at-Taubah [9]: 34-35).

Imam Ahmad juga telah meriwayatkan dengan sanad sahih dari Abu Umamah yang berkata:

تُوُفِّي رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الصُّفَّةِ، فَوُجِدَ فِي مِئْزَرِهِ دِينَارٌ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: كَيَّة، قَالَ : ثُمَّ تُوُفِيَّ آخَرُ فَوُجِدَ فِي مِئْزَرِهِ دِينَارَانِ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّ للهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: كَيَّتَانِ

Seorang laki-laki dari Ahlush-Shuffah meningga. Lalu didapati di kantong bajunya satu dinar. Rasulullah saw. kemudian bersabda, “Satu kay (stempel dengan besi panas).” Abu Umamah berkata: Kemudian seseorang yang lain dari Ahlush-Shuffah meninggal dan didapati di kantong bajunya dua dinar.  Rasulullah saw. lalu bersabda, “Dua kay (stempel dengan besi panas).” (HR Ahmad).

Imam ath-Thabari juga menyandarkan yang semisalnya kepada Abu Umamah al-Bahili. Ini berarti pengharaman penimbunan emas dan perak secara mutlak meski hanya dua dinar atau satu dinar,  selama itu merupakan al-kanzu (penimbunan), yakni menyimpan harta bukan karena keperluan yang ingin dibiayai.  Rasul saw. telah mengatakan yang demikian berkaitan dengan dua orang itu sebab keduanya hidup dari sedekah, sementara keduanya memiliki emas. Rasul saw. lalu bersabda, “kayyatun” dan “kayyatân”. Hal ini menunjuk pada firman Allah SWT:

يَوۡمَ يُحۡمَىٰ عَلَيۡهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكۡوَىٰ بِهَا جِبَاهُهُمۡ وَجُنُوبُهُمۡ وَظُهُورُهُمۡۖ هَٰذَا مَا كَنَزۡتُمۡ لِأَنفُسِكُمۡ فَذُوقُواْ مَا كُنتُمۡ تَكۡنِزُونَ  ٣٥

Pada hari dipanaskan emas perak itu di Neraka Jahanam. Lalu dibakar dengan itu dahi mereka, lambung dan punggung mereka. (Lalu dikatakan kepada mereka), “Inilah harta benda kalian yang kalian simpan untuk diri kalian sendiri. Karena itu  rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kalian simpan itu.” (QS at-Taubah [9]: 35).

Ayat ini merupakan bagian dari ayat al-kanzu, artinya menunjuk pada ayat al-kanzu. Ini adalah dalil atas pengharaman al-kanzu secara mutlak. Baik mencapai nishab zakat atau tidak sampai, baik dizakati atau tidak, al-kanzu (penimbunan harta) adalah haram.

Adapun menabung untuk suatu keperluan maka itu boleh dan tidak berlaku atasnya dalil-dalil al-kanzu. “Perbedaan antara menimbun (al-kanzu) dan menabung: al-kanzu merupakan ungkapan dari mengumpulkan uang sebagian dengan sebagian yang lain tanpa suatu keperluan dan itu menahan uang dari pasar. Adapun menabung adalah menyimpan uang untuk suatu keperluan seperti mengumpulkan uang untuk membangun rumah atau untuk menikah atau untuk membeli pabrik atau untuk membuka perdagangan atau yang lainnya.”

Jika seseorang menyimpan emas bukan untuk suatu keperluan maka dia telah melakukan dosa sebab itu merupakan penimbunan (al-kanzu) emas dan itu haram. Meski demikian, dia harus mengeluarkan zakat emas yang dia tabung bukan untuk suatu keperluan itu sebab al-kanzu yang haram tidak menggugurkan kewajiban zakat. Demikian juga perkaranya terkait dengan menabung untuk suatu keperluan. Menabung untuk suatu keperluan itu tidak haram. Namun, orang yang menabung itu harus mengeluarkan zakatnya jika tabungannya telah mencapai nishab dan telah berlalu atasnya satu haul. Sebab kebolehan menabung untuk suatu keperluan tidak menggugurkan kewajiban zakat.

Kewajiban zakat adalah kewajiban bersifat tahunan, yakni setiap tahun Hijrah. Jika harta “emas”, misalnya, telah mencapai nishab dan telah berlalu atasnya satu haul maka zakatnya wajib ditunaikan dengan kadar 2,5%. Jika seseorang mengeluarkan zakat hartanya setelah berlalu tahun tersebut maka dia telah menunaikan apa yang wajib atas dirinya. Jika dia mengakhirkan zakat dan belum membayarnya tahun itu maka hal itu tetap wajib berada dalam tanggungannya sampai dia menunaikan kewajiban zakat tahun itu. Penunaiannya atas tahun Hijrah itu tidak menggantikan penunaian zakat dari tahun-tahun Hijrah yang lain. Pasalnya, zakat, seperti yang kami sebutkan di atas, adalah kewajiban tahunan dan diperbarui seiring tahun selama sebab dan syaratnya terpenuhi.

Atas dasar itu, siapa yang menabung emas selama lima tahun Hijrah, misalnya, dan emas itu telah mencapai nishab pada awal menabungnya maka ia wajib mengeluarkan zakat lima tahun itu di akhir tahun kelima jika sebelumnya dia belum menunaikan zakat emas ini. Sebab zakat tiap tahun Hijrah selama lima tahun itu adalah utang yang menjadi tanggungannya yang harus dia penuhi. Jadi dia harus mengeluarkan zakat lima kali, maka pada setiap kalinya adalah 2,5% dari emas yang dia simpan. Perlu dicatat, dia tidak wajib mengeluarkan pada tahun kedua zakat dari jumlah yang dia keluarkan sebagai zakat pada tahun pertama yakni 2,5% yang harus dia keluarkan di tahun pertama, tetapi dia wajib mengeluarkan hanya dari 97,5% emas sisanya. Jadi di tahun kedua dia harus mengeluarkan zakat 2,5% dari jumlah itu (97,5% sisanya itu). Begitu juga pada tahun-tahun berikutnya. Artinya, pada tahun-tahun berikutnya diperhatikan pengurangan yang terjadi atas harta yang dizakati setelah dikeluarkan zakatnya pada tahun-tahun sebelumnya itu.

Adapun membayar zakat menggunakan jenis lain dari harta yang dizakati, yakni menurut nilainya, maka yang demikian itu adalah boleh. Misal, dia bukan mengeluarkan berupa emas, namun dia ganti dengan uang fiat money atau perak atau semacam itu.

Dinyatakan di dalam Kitab Al-Amwâl halaman 155-156 file word sebagai berikut:

Sudah ada di dalam as-Sunnah dari Rasul saw. dan para sahabat beliau bahwa telah wajib menunaikan hak di dalam harta kemudian dialihkan ke harta yang lain, yang lebih mudah diberikan bagi orang yang memberi daripada harta asal. Di antara yang demikian itu, surat Nabi saw kepada Muadz bin Jabal di Yaman tentang jizyah, “Bahwa bagi setiap orang yang sudah dewasa wajib membayar satu dinar atau penggantinya yang setara berupa al-ma’fir.” (HR Abu Dawud).

Jadi Nabi saw. mengambil barang menggantikan uang, yakni mengambil pakaian menggantikan emas. Di antara hal itu adalah apa yang Rasul saw. tulis kepada penduduk Najran, “Bahwa bagi mereka dua ribu hullah setiap tahun atau penggantinya yang setara berupa ‘uqiyah.” (HR Abu Ubaid).

Ibnu Qudamah telah menyebutkan di dalam al-Mughni bahwa Khalifah Umar ra. pernah mengambil unta dalam jizyah menggantikan emas dan perak. Khalifah Ali ra. juga pernah mengambil jarum jahit, tali dan pisau dalam jizyah menggantikan emas dan perak.

Demikian juga dinyatakan di dalam Kitab Al-Amwâl fî Dawlah al-Khilâfah halaman 165 file word sebagai berikut:

Emas dizakati dengan emas atau dengan uang kertas substitusi dan uang kertas yang dijamin. Perak dizakati dengan perak atau dengan uang kertas substitusi dan dengan uang kertas yang dijamin. Sebagaimana juga diberi pahala jika emas dizakati dengan perak dan uang kertas fiat money;  perak dizakati dengan emas dan dengan uang kertas fiat money.  Sebab semuanya adalah uang dan harga sehingga sebagian diberi pahala dengan sebagian yang lain. Juga boleh mengeluarkan sebagiannya dengan sebagian yang lain karena terealisasinya tujuan dari yang demikian itu. Di dalam bab “Zakat Hasil Pertanian dan Buah-Buahan” telah dinyatakan dalil-dalil pengambilan nilai harta menggantikan harta yang di dalamnya diwajibkan zakat.

Jadi jelas dari apa yang disebutkan di atas, bahwa boleh membayar zakat emas dan perak dengan uang kertas yang berlaku menurut harga pasar untuk emas dan perak pada saat mengeluarkan zakat itu.

WalLâh a’lam wa ahkam.

[KH. Hafidz Abdurrahman]

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Close