Tanya Jawab

Soal Jawab Seputar Zakat Pertanian dan Rikaz

بسم الله الرحمن الرحيم

 

Rangkaian Jawaban asy-Syaikh al-‘Alim Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir terhadap Pertanyaan di Akun Facebook Beliau

 

Jawaban Pertanyaan Seputar: 1. Jenis Hasil Pertanian dan Buah-Buahan Yang Kena Zakat
2. Hukum Berkaitan Dengan Rikaz

Kepada ats-Tsiqah bi-Llah.

 

Pertanyaan:

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Amir dan syaikh saya yang mulia, apa saja jenis-jenis yang di dalamnya diwajibkan zakat berkaitan dengan pertanian dan buah-buahan. Misalnya, ada orang yang mengeluarkan zakat untuk minyak, apa yang menjadi patokan dalam hal itu ?

Sudah diketahui bahwa di dalam rikaz ada khumus. Pertanyaan saya, ada orang yang menemukan harta milik Utsmaniyah (kotak gaji pasukan), apakah itu dimiliki oleh orang yang menemukannya setelah ia keluarkan khumusnya, ataukah itu adalah milik Daulah Islamiyah yang wajib dia jaga (disimpan) sebagai amanah dan dia kembalikan ke negara al-Khilafah ketika berdiri dalam waktu dekat mendatang?

Semoga Allah memberikan berkah kepada Anda. (Abu Hisamuddin/Tarqumia/Hebron/ Palestina).

 

Jawab:

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

1.  Berkaitan dengan jenis hasil pertanian dan buah-buahan yang di dalamnya wajib zakat adalah gandum, jewawut (barley), kismis dan kurma. Ini dinyatakan di dalam hadits-hadits sebagai pembatasan. Jenis lainnya tidak masuk di dalamnya. Dalil-dalil yang demikian adalah:

a. Musa bin Thalhah telah meriwayatkan dari Umar ra., ia berkata:

« إِنَّمَا سَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَلزَّكَاةَ فِيْ هَذِهِ اْلأَرْبَعَةِ: اَلْحِنْطَةِ، وَالشَّعِيْرِ، وَالتَّمْرِ، وَالزَّبِيْبِ »

Tidak lain Rasulullah saw hanya menetapkan zakat pada empat ini: gandum, jewawut, kurma dan kismis (HR ath-Thabarani).

Dan dari Musa bin Thalhah juga, ia berkata:

« أَمَرَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُعَاذَ بْنَ جَبَلٍ – حَيْنَ بَعَثَهُ إِلَى الْيَمَنِ – أَنْ يَأْخُذَ الصَّدَقَةَ مِنْ الْحِنْطَةِ وَالشَّعِيْرِ، وَالنَّخْلِ، وَالْعَنَبِ»

Rasulullah saw memerintahkan Mu’adz bin Jabal –ketika beliau mengutusnya ke Yaman- untuk memungut zakat dari gandum, jewawut, kurma dan anggur (HR Abu ‘Ubaid)

Hadits-hadits ini menjelaskan bahwa zakat dalam hasil pertanian dan buah-buahan melainkan hanya diambil dari empat jenis: gandum, jewawut, kurma dan kismis; dan tidak diambil dari selainnya diantara jenis-jenis hasil pertanian dan buah-buahan. Hal itu karena hadits pertama dikeluarkan dengan lafazh innamâ yang menunjukkan pembatasan.

b.  Al-Hakim, al- Baihaqi dan ath-Thabarani telah mengeluarkan dari hadits Musa dan Mu’adz bin Jabal ketika Rasul saw mengutus keduanya ke Yaman, untuk mengajarkan kepada masyarakat agama mereka, Rasul saw bersabda kepada keduanya:

«لاَ تَأْخُذَا الصَّدَقَةَ إِلاَّ مِنْ هَذِهِ اْلأَرْبَعَةِ: اَلشَّعِيْرِ، وَالْحِنْطَةِ، وَالزَّبِيْبِ، وَالتَّمْرِ»

Jangan kalian berdua ambil zakat kecuali dari empat jenis ini: jewawut, gandum, kismis dan kurma

Al-Baihaqi berkata tentang hadits ini: para perawinya tsiqah dan muttashil (bersambung sanadnya). Hadits ini di dalammya jelas adanya pembatasan pengambilan zakat dalam hasil pertanian dan buah-buahan, hanya dari empat jenis ini saja. Sebab lafazh illâ jika didahului dengan instrumen larangan (adâtu nahiy), maka itu memberi pengertian pembatasan apa yang sebelumnya terhadap apa yang sesudahnya. Artinya itu adalah pembatasan pengambilan zakat terhadap empat jenis yang disebutkan sesudah illâ, yaitu jewawut, gandum, kismis dan kurma.

c. Dan karena lafazh al-hinthah, asy-sya’îr, at-tamru dan az-zabîb yang disebutkan di dalam hadits-hadits tersebut merupakan isim jamid, maka lafazh itu tidak mencakup selainnya, baik secara manthuq maupun mafhum. Sebab itu bukanlah ismun sifat dan bukan pula ismun ma’ân, akan tetapi terbatas pada zat-zat yang disebut dan diberi nama dengan lafazh itu. Karena itu, dari lafazhnya itu tidak bisa diambil makna makanan pokok, atau kering atau disimpan. Sebab lafazh-lafazhnya itu tidak menunjukkan makna-makna dan sifat-sifat ini. Hadits-hadits ini yang membatasi kewajiban zakat pada empat jenis hasil pertanian dan buah-buahan ini, mengkhususkan lafazh-lafazh umum yang dinyatakan di dalam hadits-hadits:

« فِيْمَا سَقَتْ السَّمَاءُ اَلْعُشْرُ، وَفِيْمَا سُقِيَ بِغَرْبٍ، أَوْ دَالِيَةٍ، نِصْفُ الْعُشْرِ »

Pada apa yang diairi oleh langit (air hujan) sepersepuluh (sepuluh persen) dan pada apa yang diairi dengan timba atau geriba seperduapuluh (lima persen)

Dengan demikian maknanya bahwa pada apa yang diairi oleh langit (air hujan) dari gandum, jewawut, kurma dan kismis ada sepersepuluh (sepuluh persen) dan apa yang diairi dengan timba atau geriba ada seperduapuluh (lima persen).

d. Tidak wajib zakat pada selain empat jenis hasil pertanian dan buah-buahan ini. Karena itu, tidak diambil zakat dari durra (shorghum), padi, kedelai, buncis, kacang adas, biji-bijian lainnya, dan kacang polong. Begitu pula tidak diambil zakat dari apel, pir, buah persik, aprikot, delima, jeruk, pisang dan buah-buahan lainnya. Sebab biji-bijian dan buah-buahan ini tidak tercakup oleh lafaz al-qumh (gandum), asy-sya’îr (jewawut/barley), at-tamru (kurma) dan az-zabîb (kismis). Sebagaimana tidak dinyatakan nas yang shahih tentangnya yang dijadikan pedoman. Tidak pula ada ijmak. Dan tidak bisa dimasuki oleh qiyas sebab zakat termasuk ibadah dan ibadah tidak dimasuki qiyas dan dibatasi pada topik nasnya saja. Sebagaimana juga tidak diambil zakat dari sayur-sayuran seperti ketimun, labu, terong, kol, lobak, wortel, dan lainnya. Diriwayatkan dari Umar, Ali, Mujahid dan selain mereka bahwa tidak ada zakat di dalam sayur-sayuran. Hal itu diriwayatkan oleh Abu Ubaid, al-Baihaqi dan lainnya.

2. Sedangkan bagian kedua dari pertanyaan itu tentang rikaz, maka siapa yang menemukan rikaz di dalamnya ada khumus (seperlima) yang ia serahkan kepada Daulah Islamiyah untuk dibelanjakan di berbagai kemaslahatan kaum muslimin. Empat perlima yang lain untuk orang yang menemukan rikaz dengan ketentuan rikaz itu tidak dia temukan di tanah milik orang lain.

Sedangkan jika Daulah Islamiyah belum tegak seperti halnya hari ini, maka orang yang menemukan rikaz, ia keluarkan khumus (seperlima)nya untuk orang-orang fakir dan miskin serta berbagai kemaslahatan kaum Muslimin … dan hendaknya ia mencari kebenaran dalam hal itu. Sisanya (empat perlimanya) untuk dia.

Adapun dalilnya adalah:

a. Rikaz adalah harta yang tertimbun di dalam tanah, baik berupa perak, emas, permata, mutiara dan lainnya, berupa perhiasan atau senjata. Baik itu adalah timbunan milik kaum-kaum terdahulu seperti Mesir kuno, Babilonia, Asyiriyin, Sasaniyin, Romawi kuno, Yunani kuno, dan selain mereka, seperti mata uang, perhiasan, permata yang ada di kuburan-kuburan raja-raja dan para pembesar mereka. Atau di reruntuhan kota kuno yang hancur, baik berupa mata uang, emas, perak, ditempatkan di bejana atau lainnya, disembunyikan di dalam tanah dari masa-masa jahiliyah, atau masa-masa Islam yang telah lalu. Semua itu dianggap sebagai rikaz.

Kata rikaz dibentuk dari rakaza – yarkazu, seperti gharaza – yaghrazu jika tidak tampak. Rakaza ar-ramha jika ia membenamkannya di tanah. Dan darinya ar-rikzu yaitu suara yang tidak tampak. Allah SWT berfirman:

﴿ … أَوْ تَسْمَعُ لَهُمْ رِكْزًا﴾ [مريم 98]

atau kamu dengar suara mereka yang samar-samar? (TQS Maryam [19]: 98)

Sedangkan mineral tambang maka itu adalah ciptaan Allah di muka bumi, pada saat Allah menciptakan langit dan bumi, berupa emas, perak, tembaga, perunggu dan lainnya. Al-ma’din (mineral tambang) dibentuk dari ‘adana fî al-makâni, jika menetap di situ. Dari situ disebut jannatu ‘adn (surga Adn), sebab itu adalah negeri tempat tinggal dan kekal. Jadi al-ma’din (mineral tambang) termasuk ciptaan Allah dan bukan timbunan manusia. Dengan demikian berbeda dengan rikaz. Sebab rikaz berasal dari timbunan manusia.

b. Hukum asal dalam rikaz dan al-ma’din (mineral tambang) adalah apa yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra., dari Rasulullah saw bahwa Beliau bersabda:

«اَلْعَجْمَاءُ جُرْحُهَا جُبَارٌ، وَفِيْ الرِّكَازِ اَلْخُمْسُ»

Hewan itu lukanya diabaikan dan di dalam rikaz ada khumus (seperlima) (HR Abu ‘Ubaid)

Dan apa yang diriwayatkan dari Abdullah bin Amru bahwa Nabi saw ditanya tentang harta yang ditemukan di reruntuhan kaum ‘Ad. Maka Rasulullah saw bersabda:

«فِيْهِ وَفِيْ الرِّكَازِ اَلْخُمْسُ»

Di dalamnya dan di dalam rikaz ada khumus (seperlima)

Dan apa yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib dari Nabi saw bahwa Beliau bersabda:

«وَفِيْ السُّيُوْبِ اَلْخُمْسُ. قَالَ: وَالسُّيُوْبُ عُرُوْقُ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ الَّتِيْ تَحْتَ اْلأَرْضِ»

 Dan di dalam as-suyub ada khumus: as-suyub adalah urat emas dan perak yang ada di dalam bumi (HR Ibn Quadamah di al-Mughni)

c. Atas dasar itu, maka setiap harta yang tertimbun berupa emas atau perak, perhiasan atau permata atau lainnya, yang ada di makam atau reruntuhan atau di kota umat-umat terdahulu, atau ditemukan di tanah mati, atau di reruntuhan kaum ‘Ad, berasal dari timbunan masa jahiliyah atau timbunan kaum Muslimin pada masa Islam terdahulu, maka menjadi milik orang yang menemukannya, yang darinya ia tunaikan khumus (seperlima) ke baitul mal.

Demikian juga setiap tambang yang kecil, tidak mengalir laksana air, yakni terbatas jumlahnya dan tidak mengalir, berupa emas atau perak, baik urat emas atau bijih, yang ada di tanah mati tidak dimiliki oleh siapapun, maka itu menjadi milik orang yang menemukannya. Ia tunaikan darinya khumus (seperlima) untuk baitul mal. Adapun jika laksana air mengalir yakni tambang bukan terbatas jumlahnya yang tertimbun, maka ini mengambil hukum kepemilikan umum dan untuk itu ada rincian lainnya.

Khumus (seperlima) yang diambil dari orang yang menemukan rikaz dan orang yang menemukan tambang, posisinya seperti fay`i dan mengambil hukum fay`i, ditempatkan di baitul mal, pada diwan fay`i dan kharaj, dibelanjakan pada pembelanjaan fay`i dan kharaj, dan perkaranya diwakilkan kepada khalifah, ia berhak membelanjakannya pada pemeliharaan urusan umat dan pemenuhan berbagai kemaslahatan umat, sesuai pendapat dan ijtihadnya, yang di dalamnya ada kebaikan dan kemanfaatan.

d. Orang yang menemukan rikaz atau tambang di harta miliknya baik tanah atau bangunan miliknya, maka ia memilikinya, baik ia mewarisi tanah atau bangunan itu atau ia beli dari orang lain. Orang yang menemukan rikaz atau tambang di tanah atau bangunan orang lain, maka rikaz atau tambang yang ditemukan itu untuk pemilik tanah atau pemilik bangunan, dan bukan milik orang yang menemukan rikaz atau tambang tersebut.

 

Saudaramu

Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah

5 Muharram 1435

8 November 2013

http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_30672

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Close