Tanya Jawab

Bentrokan Perbatasan antara Cina dan India

Soal:

Reuters melansir pada 10/06/2020: (… Para pejabat India telah menjelaskan bahwa ratusan tentara telah ditempatkan di depan satu sama lain di daerah dingin Ladakh yang terpencil, sejak April dalam eskalasi perbatasan paling serius antara kedua belah pihak sejak bertahun-tahun lalu, setelah patroli Cina maju ke daerah yang dianggap oleh India sebagai bagiannya dari perbatasan secara riil. Sedangkan Cina mengklaim bahwa wilayah itu adalah miliknya. Dan Cina keberatan dengan pembangunan jalan oleh India di wilayah itu). Wilayah perbatasan antara Cina dan India itu telah menyaksikan pertempuran kecil antara penjaga perbatasan kedua negara sejak minggu pertama Mei. Apakah motif bentrokan itu bersifat lokal, atau Amerika ada di belakangnya untuk menyulitkan dan menekan Cina? Lalu apa dampak dari konflik ini terhadap kaum Muslim di Kashmir yang diduduki dan Pakistan?

 

Jawab:

Pertempuran perbatasan pecah pada 5 Mei lalu, di Lembah Galwan daerah dataran tinggi Ladakh India utara. Dan tiga hari kemudian pertempuran perbatasan juga terjadi di perlintasan gunung Nathula (di pegunungan Himalaya dan menghubungkan wilayah Sikkim India dan wilayah Tibet). Pertempuran-pertempuran ini telah menyebabkan kebuntuan secara militer dan diplomatik di antara kedua negara. Sejarah ketegangan dalam hubungan antara Cina dan India panjang. Ketegangan itu sering muncul dalam bentuk konflik di perbatasan yang digariskan oleh Inggris pada tahun 1890 M dengan Cina dalam perjanjian yang dikenal sebagai Sikkim Tibet, ketika Inggris menghegemoni wilayah itu dan menjajah semenanjung India Islam secara langsung. Dan ketika Inggris meninggalkannya, Inggris membaginya menjadi India dan Pakistan, dan meninggalkan Kashmir sebagai daerah ledakan di antara India dan Pakistan …. Dan begitu juga yang Inggris lakukan antara India dan Cina untuk memicu konflik di banyak daerah di perbatasan. Untuk menjelaskan apa yang terjadi baru-baru ini, kita harus merenungkan hal-hal berikut:

Pertama: pertempuran perbatasan antara India dan China ini bukan yang pertama. Tentara kedua negara berhenti di ambang perang dengan tingkat yang berbeda-beda pada tahun 2013, 2014 dan 2017. Ini hanya dalam satu dekade terakhir saja. Kedua negara telah terjun dalam perang berkecamuk di perbatasan pada tahun 1962. Ketika itu India kalah dan Cina menduduki wilayah Aksai Chin di utara Kashmir. Pertikaian antara kedua negara di perbatasan timur adalah hasil dari imperialisme Inggris dan penggabungan negara bagian Arunachal Pradesh ke India dan tidak ditetapkannya garis perbatasan dengan China selama periode penjajahan Inggris di India. Adapun konflik di perbatasan barat, itu disebabkan oleh ambisi kedua negara di wilayah Islam Kashmir, terutama setelah tahun 1947 M. Dan karena banyaknya konflik perbatasan itu, kedua negara mempublikasikan data yang sangat berbeda, hingga tentang panjang perbatasan di antara kedua negara yang panjangnya hampir mencapai 4.000 kilometer. Adapun bentrokan pada 5 Mei lalu, itu terjadi ketika pasukan bentrok di dalam tepi danau Pangong Tso, pada ketinggian 14 ribu kaki di dataran tinggi Tibet. Bentrokan itu melukai puluhan tentara dari kedua belah pihak. Sejak itu, penguatan pasukan terus berlanjut di tengah-tengah konfrontasi yang sedang berlangsung. Cina telah mengirim sekitar lima ribu tentara dan kendaraan lapis baja ke daerah perbatasan yang disengketakan di wilayah Ladakh. “Koran Business Standard melaporkan bahwa lebih dari 5000 personel Tentara Pembebasan Rakyat Cina menyerbu lima titik di Ladakh – Empat di sepanjang sungai Galwan, dan satu di dekat danau Pangong Tso” (www.defense-arabic.co, 24/05/2020 M).

Kedua: Tensi insiden antara kedua negara makin memanas setelah India memisahkan wilayah Ladakh dari Jammu dan Kashmir. Dari hal itu, Cina memahami bahwa pemisahan Ladakh dari Jammu dan Kashmir adalah karena alasan strategis untuk melanjutkan konfrontasi India yang intens terhadap Cina sejak Perdana Menteri Narendra Modi berkuasa pada tahun 2014 M sebagai kepala pemerintahan yang dibentuk oleh partai Bharatiya Janata. Juru bicara Kementerian Luar negeri Cina menanggapi pernyataan Amit Shah pada 5 Agustus 2019 M tentang niat India memisahkan Ladakh, dengan mengatakan, “amandemen India atas hukum nasionalnya secara sepihak membahayakan Cina dan menyentuh kedaulatan regional, dan ini tidak bisa diterima“.

Sengketa perbatasan yang selalu membara antara kedua negara berada di dua fokus utama: pertama, di perbatasan timur, yang mana Cina menuntut penggabungan negara bagian Arunachal Pradesh ke pihaknya, yang memiliki luas sembilan ribu kilometer persegi dan Cina menyebutnya Tibet selatan, satu perkara yang ditolak oleh India. Dan fokus kedua, India menuntut pengembalian wilayah yang kuasai oleh Cina dalam perang tahun 1962 M di perbatasan barat, di wilayah Kashmir Islami, yaitu wilayah Aksai Chin seluas 38.000 kilometer persegi, yang merupakan wilayah semi-gurun dengan populasi kecil, satu perkara yang ditolak oleh Cina, bahkan Cina menuntut lebih banyak kedaulatan di wilayah Kashmir itu. Saat ini, tuntutan Cina terkonsentrasi pada perbatasan barat pada sebagian wilayah Ladakh Kashmir yang berbatasan dengan wilayah Aksai Chin, yang merupakan bagian dari rute perdagangan Cina kuno “Jalur Sutra”.

Ketiga: Wilayah Ladakh yang mana pertempuran India-Cina baru-baru ini terjadi adalah wilayah Islami dan merupakan bagian integral dari Kashmir yang diperintah oleh Islam selama berabad-abad. Dahulu wilayah ini berada di dalam wilayah Jammu dan Kashmir hingga diamputasi darinya pada 31/10/2019 dengan undang-undang! Wilayah ini merupakan daerah populasi dengan kepadatan rendah tetapi sangat strategis. Wilayah ini merupakan dataran tertinggi di India mencakup Lembah Sungai Indus atas, yang terletak di antara garis kontrol Cina secara de facto (LAC) ke timur, dan garis kontrol Pakistan (LoC) di sebelah barat. Adapun dari utara berada di koridor Karakorum. Pemukiman India terakhir sebelum koridor Karakorum adalah Dolat Beck Olde. Dan untuk informasi saja, ini secara harfiah menggunakan bahasa Turki berarti “tempat di mana orang besar dan kaya mati”. Dikatakan itu merujuk kepada Sultan Sa’id Khan, penguasa Yarkand yang datang dalam serangan futuhat pada tahun 938 H musim gugur tahun 1351 M untuk membuka Ladakh dan Kashmir untuk Islam. Sekembalinya ke Yarkand pada akhir tahun 939 H, ia sakit parah dan dikatakan ia wafat di tempat ini. Jadi wilayah itu merupakan negeri Islam dan sekarang dikuasai oleh India masuk dalam wilayah kontrolnya di wilayah Kashmir. Wilayah itu memiliki banyak luka. India menguasai Jammu dan lembah Kashmir serta Ladakh, sementara Cina menguasai Aksai Chin dan Trans Karakorum Trakat, yang semuanya merupakan daerah Islami di wilayah Kashmir, sementara Pakistan hanya menguasai daerah Azad Kashmir dan Giljit-Baltistan.yang mungkin kurang dari sepertiga dari wilayah itu. Wilayah Azad Kashmir berbatasan dengan daerah-daerah di wilayah pendudukan India. Sementara Gilgit berbatasan dengan daerah-daerah lain yang ada di bawah kendali Cina dan India. Mengingat keadaan kelemahan negeri-negeri Islam saat ini, terutama Pakistan, maka India mengklaim haknya di wilayah-wilayah yang disengketakan di Ladakh dengan anggapan sebagai bagian dari wilayah Jammu dan Kashmir. Sementara Cina menolaknya dan mengklaim haknya di wilayah-wilayah tersebut karena merupakan bagian dari wilayah Xinjiang, yakni Turkistan Timur. Kedua negara itu berebut hak di daerah-daerah Islam ini, sementara Pakistan tidak mempedulikannya karena keantekannya kepada Amerika dan kaum Muslim lainnya diam!!

Keempat: Cina melihat daerah Ladakh yang ada di bawah kontrol India dengan pandangan khusus. Disamping adanya para pemeluk Buddha di wilayah ini, wilayah Ladakh ini mengandung dua rute dagang lama yang utama untuk sampai ke Asia Tengah. Posisi ini penting dalam strategi baru Cina “Jalur Sutera”. Meskipun ada jalur-jalur lain bagi Cina untuk mencapai Asia Tengah, namun jalur melalui Ladakh lebih pendek dalam mencapai pusat populasi dan pasar di Asia Tengah. Semua pertimbangan ini ditambah lagi bahwa rute perdagangan lama ini akan banyak mendekatkan jarak untuk mengirimkan barang-barang Cina dari pusat-pusat industri mereka di Cina timur ke Pakistan utara dalam perjalanan ke pelabuhan Gwadar, mengingat proyek ini merupakan koridor ekonomi penting yang mana Cina telah menginvestasikan puluhan miliar dolar dalam beberapa tahun terakhir. Oleh karena itu, konflik ini dalam pola pikir Cina tidak kosong dari dimensi ini.

Seandainya Cina ingin membuka konflik perbatasan yang lain dengan India yakni perbatasan timur seputar wilayah Arunachal Pradesh niscaya bisa meraih banyak manfaat “koridor ekonomi” yang diusahakan dalam kerangka strategi “Jalur Sutera” yang menghindari daerah-daerah kontrol angkatan laut Amerika khususnya teluk Malaka. Yang meningkatkan keraguan Cina bahwa India terlibat dalam politik AS untuk mengekang kebangkitan Cina adalah perkara-perkara berikut:

  1. Setelah krisis pandemi Corona, Amerika menemukan alasan baru untuk mendapat capaian dari China dengan berbagai dalih. Washington banyak berbicara tentang perlunya Beijing untuk memikul tanggung jawab atas penyebaran virus. Amerika menarik negara-negara lain, termasuk India, ke arah menuntut penyelidikan khusus di Wuhan Virus Institute. Dan dari sisi lain, gangguan beberapa pasokan dari Cina ketika virus pertama kali menyerang dan terpengaruhnya produksi di banyak pabrik Eropa dan internasional sebagai akibat dari gangguan arus pasokan suku cadang dari Cina, menciptakan tuntutan pentingnya melepaskan dari rantai pasokan yang melewati Cina. Semua itu ditambah lagi upaya Presiden Amerika untuk menarik perusahaan-perusahaan Amerika yang beroperasi di Cina, atau lebih tepatnya mengeluarkan mereka dari Cina. Karena semua itu, hari ini Beijing merasakan situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya bahwa perekonomiannya berada di bawah ancaman dan tekanan yang riil.
  2. Apa yang juga menunjukkan keterlibatan India dalam politik Amerika adalah upayanya untuk melemahkan perekonomian Cina. Jenderal Vinod Bhatia, mantan direktur umum operasi militer di India, mengatakan kepada Anadolu bahwa Cina, secara global, kehilangan “pengaruhnya dengan keyakinan bahwa Cina menjadi penyebab pandemi Corona”. Dia menambahkan, “perusahaan-perusahaan industri berpikir untuk meninggalkan Cina. Ini memaksa Beijing untuk mencoba mengalihkan perhatian dari krisis Corona”. Dia mencatat bahwa dunia pasca Corona akan menjadi kesempatan besar bagi India …” (Anadolu Turki, 9/6/2020). Tampaknya peluang yang dibicarakan oleh orang India itu adalah pengalihan perusahaan asing, terutama perusahaan Amerika, dari Cina ke India. Cina menyaksikan bahwa Amerika berada di belakang pengembangan kemampuan India untuk memungkinkannya mengkonfrontasi Cina. Amerika mendukung program nuklir India sehingga India telah menjadi negara nuklir. Amerika juga memberi India posisi dan prioritas penting dalam perdagangan dan hubungan ekonomi. Demikian juga, Amerika memaksa Pakistan untuk mengurangi ketegangan dengan India, yang memungkinkan India untuk memindahkan sektor militer besar yang selama beberapa dekade berhubungan dengan perbatasan Pakistan dan lalu dipindahtugaskan ke perbatasan dengan Cina. Kebijakan ini bukan hal baru bagi Amerika Serikat terhadap India. Tetapi meluas selama bertahun-tahun yang panjang. Dan hari ini Amerika Serikat menambah dengan mengikutsertakan India dalam mengeluarkan perusahaan-perusahaan asing yang besar dari Cina dan menjadikan India sebagai alternatif untuk itu. Artinya, Amerika melibatkan India dalam memukul perekonomian Cina.
  3. Perlu dicatat bahwa dari sudut pandang militer, Cina telah berhasil mengembangkan tentaranya secara signifikan. Cina telah menjadi negara kedua secara global setelah Amerika Serikat dalam hal belanja militer dengan anggaran militer sebesar 261 miliar Dolar untuk tahun 2019 M. Bahkan Cina membelanjakan lebih banyak dari total belanja gabungan Rusia, Inggris dan Prancis. Meskipun India pada tahun 2019 M telah menjadi negara ketiga setelah Cina dalam hal belanja militer, dengan anggaran untuk pertama kalinya mencapai 720 miliar Dolar, namun kemampuan militernya masih kecil dibandingkan dengan kemampuan militer Tentara Nasional Cina. Fakta kemampuan militer kedua pasukan ini membuat India berhitung ribuan kali untuk mengarungi pertempuran dengan Cina. Ini berbeda dengan kondisi tahun 1962 M. Semua itu terlepas dari kenyataan bahwa India memiliki keunggulan signifikan dalam senjata konvensional di wilayah yang disengketakan paling akhir di Ladakh. Terutama karena banyak sektor pasukannya terikat dengan perbatasan dengan Pakistan, artinya dekat dengan zona konflik. Ini berbeda dengan Cina, yang pasukannya tidak terkonsentrasi di wilayah itu. Kenyataan ini dari sisi kemampuan militer tradisional kedua negara di daerah konflik itu telah dikonfirmasi oleh sebuah studi yang disiapkan oleh Universitas Harvard Amerika … (Arabic Post, 31/5/2020). Namun, setelah pertempuran kecil ini terlihat bahwa Cina telah mulai mengerahkan pasukan tambahan di wilayah tersebut dan meningkatkan kemampuan militernya dalam mengkonfrontasi India di perbatasan barat.
  4. Sengketa India tahun 2018 M terkait perbatasan timur hulu ledaknya telah dapat dijinakkan melalui pertemuan Perdana Menteri India Narendra Modi dan Presiden China Xi Jinping pada tahun 2018 M. “Kedua pemimpin mengadakan pertemuan puncak informal yang pertama di antara mereka di Wuhan pada bulan April 2018. Selama pertemuan ini Xi Jinping menerima undangan Modi untuk mengunjungi India guna mengadakan pertemuan kedua” (Euro News Arabic, 9/12/2019). Jika sengketa itu demikian, namun berbeda dengan konflik saat ini yang berbarengan dengan upaya AS yang dilipatgandakan untuk mendapat capaian dari Cina. Hal itu menciptakan kompleksitas tambahan yang membuat pelucutan detonator konflik lebih sulit. Komplikasi baru yang dibuat oleh pemerintahan Trump seputar China itu sepenuhnya dipahami di Beijing. Oleh karena itu “Presiden China Xi Jinping mengatakan hari ini, Selasa, bahwa Beijing akan mengintensifkan persiapannya untuk pertempuran bersenjata dan meningkatkan kemampuannya untuk menjalankan tugas militer. Hal itu di bawah dampak pandemi Corona yang besar terhadap keamanan nasional“. (Sputnik Rusia, 26/5/2020). Pernyataan Cina ini, meskipun tidak secara khusus ditujukan kepada India, tetapi Beijing yang merasa dikelilingi oleh bahaya besar setelah melihat niat Amerika untuk menimpakan kepadanya tanggung jawab atas penyebaran virus Corona, karenanya kemungkinan Cina berpikir dan berencana untuk menunjukkan kemampuan militernya untuk mencegah rencana militer AS terhadapnya yang mencakup sekutu Amerika di wilayah tersebut, termasuk India. Seolah-olah Cina mengirim pesan kepada musuh-musuh dekatnya agar tidak bekerja sama dengan Amerika, jika tidak tentara Cina mampu menimpakan kerusakan besar pada mereka. Mungkin laporan intelijen yang dikeluarkan oleh Kementerian Keamanan Negara di China pada awal April 2020 yang meminta Beijing untuk mempersiapkan konfrontasi militer, mengungkapkan bahaya rencana Amerika melawan Cina. Dan boleh jadi lonjakan pengeluaran militer India yang mencapai 720 miliar miliar Dolar untuk pertama kalinya pada 2019 dan kesepakatan senjata besar yang dibuat oleh militer India, semua itu menjadi ancaman langsung bagi Cina, dan menciptakan keyakinan pada Cina bahwa India, yang tidak lain menjadi ujung tombak Amerika melawan Cina, dan proyek-proyek infrastruktur yang dilakukan oleh India di daerah perbatasan yang dipersengketakan dengan Cina ditambah dengan akselerasi persenjataan India, semua itu menciptakan lebih banyak kekhawatiran di China mengenai masa depan hubungannya dengan India.

Kelima: Adapun posisi Amerika dari konflik paling akhir antara India dan Cina ini, tentu saja mendukung India. Duta Besar Alice Wells, pejabat senior yang menangani urusan Asia Selatan di Kementerian Luar Negeri Amerika, mengkritik tindakan Cina di Ladakh dan menghubungkannya dengan provokasi Beijing di Laut Cina Selatan (NEWS 18, 21/5/2020). Demikian juga, wakil rakyat Elliot Engel, Ketua Komite Urusan Luar Negeri Dewan Perwakilan AS, mengeluarkan pernyataan yang di situ dia mengatakan, “Saya sangat prihatin dengan agresi Cina yang terus menerus di sepanjang garis kontrol aktual di perbatasan antara India dan Cina. Sekali lagi Cina membuktikan bahwa Cina siap untuk menggertak tetangganya dan bukannya menyelesaikan sengketa sesuai dengan hukum internasional… Saya mendesak Cina dengan kuat untuk menghormati standar dan menggunakan diplomasi dan mekanisme yang ada untuk menyelesaikan masalah perbatasan dengan India “ (Foreign Affairs Amerika, 1/6/2020). Ini tambahan lagi bahwa Amerika sedang berusaha untuk memanfaatkan perselisihan perbatasan ini dan menggunakannya untuk menjadi kartu truf melawan Cina untuk menekannya dalam hal yang berkaitan dengan kebijakannya terhadapnya untuk membatasi penetrasi pengaruhnya di kawasan dan membuat Cina sibuk dalam pertempuran-pertempuran ini serta untuk memeras Cina dalam perang dagang dan untuk turut campur dalam urusan Cina. Untuk itulah Presiden Trump bertindak dan menawarkan diri untuk menengahi antara India dan Cina setelah pecahnya konflik baru-baru ini antara India dan Cina. Hal itu untuk mengendalikan solusi antara kedua pihak demi keuntungan AS. Trump menulis pada 27/5/2020 di akun Twitter-nya, “Kami telah memberi tahu India dan Cina bahwa Amerika Serikat siap, bersedia dan mampu menjadi penengah atau memainkan peran wasit dalam sengketa perbatasan yang sedang membara saat ini di antara india dan Cina”. (al-Hurra, 27/5/2020). Hal itu ditolak oleh Cina, yang mana juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Zhao Weixian, mengatakan bahwa kedua negara tidak menginginkan campur tangan pihak ketiga untuk menyelesaikan persengketaan keduanya” (Anadolu Turki, 9/6/2020).

Keenam: Meskipun demikian, Amerika tidak tenang, tetapi Amerika melanjutkan aktivitasnya di kawasan yang baginya dianggap sebagai salah satu kawasan paling penting di dunia. Amerika melakukan aksi-aksinya dalam menghadang Cina dari mengerdilkannya sampai melingkupinya, hingga upaya untuk menghadapinya secara langsung dan tidak langsung di Laut Cina Selatan. Tetapi Amerika belum bisa melakukan perang di mana-mana dan mempertahankan pengaruhnya yang meluas di banyak wilayah di dunia kecuali dengan mengandalkan kekuatan regional dan lokal yang direkrutnya agar bekerja demi keuntungan Amerika. Krisis Corona datang untuk mengekspos Amerika bahwa Amerika bukan negara yang dapat mengelola secara berhasil krisis yang melandanya, tetapi malah tampak bahwa Amerika gagal dan tak berdaya menghadapi virus! Hal itu makin meningkat setelah meletus masalah diskriminasi rasial yang menjadi gawat karena seorang polisi kulit putih Amerika menekan seorang warga kulit hitam hingga mati tercekik, sungguh menunjukkan aibnya secara internasional… Ini pada saat ketika Cina menjadi kekuatan regional yang besar. Oleh karena itu, Amerika menjadi tergantung kepada penggunaan negara lain lebih dari sebelumnya untuk mencapai kepentingannya dan mempertahankan pengaruhnya… Karenanya, Amerika bekerja untuk membawa para anteknya di India ke tampuk kekuasaan, sehingga India akan menjadi tangan kanannya. Supaya Amerika dapat menjamin bahwa hasilnya akan selalu menguntungkannya dan jalannya antek-anteknya itu disiplin dengannya, maka Amerika bekerja dengan semua kekuatannya untuk membawa Partai Bharatiya Janata yang pro Amerika ke tampuk pemerintahan. Lalu partai yang pro-Amerika ini, di bawah kepemimpinan Vajpayee, untuk pertama kalinya sampai ke pemerintahan di India pada tahun 1998 M hingga tahun 2004 M. Pada tahun itu ketika pemilihan umum berlangsung, Bharatiya Janata kalah oleh Partai Kongres. Dan Amerika mengembalikannya lagi dan memenangkannya pada tahun 2014 M dan terus berkuasa sejak itu. Amerika mulai memanfaatkan India melawan Cina. Dan supaya India dapat memainkan peran ini, Amerika menetralisir Pakistan dan membuatnya menjauh dari konflik dengan India sehingga India dapat leluasa dalam konflik dengan Cina, sampai-sampai tampak para penguasa Pakistan merendahkan diri hingga tingkat ekstrem ketika India tahun lalu mengumumkan pada 5/8/2019 bahwa Kashmir yang diduduki menjadi bagian dari India. Kami telah menyatakan di dalam Jawab Soal pada 18/8/2019, “Amerika berpandangan bahwa ketegangan mengenai Kashmir antara India dan Pakistan mempengaruhi dalam melemahkan konfrontasi anak benua India melawan Cina … Untuk mengatasi ketegangan ini, Amerika Serikat memulai proses normalisasi antara India dan Pakistan. Tujuan normalisasi itu adalah untuk menetralisir pasukan India dan Pakistan agar tidak berperang satu sama lain disebabkan Kashmir, dan mengarahkan upaya ka arah kerja sama dengan Amerika Serikat di ujungnya untuk membatasi kebangkitan Cina. Amerika berpikir bahwa penggabungan Kashmir ke India dan tekanan Amerika terhadap rezim di Pakistan untuk mencegahnya merebut kembali Kashmir secara militer dan mengalihkan topik itu ke dialog akan mematikan isu itu dan mencegah konflik militer di antara India Pakistan seperti halnya kasus otoritas Abbas di Palestina dan negara-negara Arab di sekitarnya tanpa konflik militer dengan negara Yahudi pada saat Yahudi menduduki dan menggabungkan daerah dari Palestina ke wilayahnya…! Dan para penguasa Pakistan berkomitmen untuk itu. Mereka menyatakan, sebagaimana dinyatakan oleh Perdana Menteri Imran Khan, ketika dia mengatakan, “Pemerintahannya akan melakukan respon yang tepat kepada pemerintah India jika melancarkan serangan terhadap Pakistan” … (Anadolu, 30/8/2019). Yakni bukan untuk membebaskan Kashmir! Sebulan kemudian dia mengatakan, “panglima militer Bajawa meyakinkannya bahwa tentara Pakistan siap untuk menghadapi India jika India melancarkan serangan terhadap Kashmir yang bebas (Kanal Geo News Pakistan, 26/12/2019) yakni terhadap Azad Kashmir dan bukan untuk membebaskan Jammu dan Kashmir dari kontrol India!

Ketujuh: Adapun Pakistan, yang mempertahankan hubungan dekat dengan Cina, Pakistan tidak menuntut sama sekali hak di wilayah Aksai Chin yang diduduki Cina dari India, padahal daerah itu merupakan bagian dari Kashmir. Pakistan juga tidak menuntut hak apa pun di wilayah Ladakh Kashmir yang ada di bawah kontrol India, sementara Cina menuntut sebagian darinya! Dan Pakistan, yang dulu menunjukkan kesenangannya dengan konflik India dengan Cina dengan alasan bahwa Cina akan mematahkan hidung India, musuh utama Pakistan, kali ini diam saja. Stasiun CNN News-18 pada 26/5/2020 menilai aneh sikap diam ini . Hal itu juga mencakup media-media Pakistan. Pakistan juga tidak menunjukkan suara dalam konflik ini seperti biasanya. Ini tidak terjadi kecuali karena tekanan Amerika. Amerika ingin India merasa nyaman dalam hubungannya dengan Pakistan dan tidak merasakan ancaman apa pun, seperti merasa bahwa tentara Pakistan sedang mengintainya jika India terjun dalam perang dengan Cina. Semua itu supaya India dapat memindahkan lebih banyak tentaranya dari perbatasan Pakistan ke perbatasan dengan Cina, sehingga India mereka berada dalam posisi yang lebih baik untuk menekan Cina. Sementara kekuatan tentara Cina terpecah-pecah, alih-alih dikonsentrasikan di wilayah Laut Cina. Dan ini melemahkan Cina bahkan tanpa perang ketika sumber daya militernya terdistribusi antara bersiap menghadapi India di barat daya, dan bersiap menghadapi musuh utama di laut, yakni Angkatan Laut AS dan militer Jepang yang juga meningkatkan kekuatan mereka dalam mengkonfrontasi Cina.

Kedelapan: Dengan semua ini, kaum Muslim di wilayah Kashmir merasa bahwa tanah wilayah mereka telah menjadi obyek konflik di antara dua negara kafir, yang masing-masing ingin menjarah dan mengontrolnya, pada saat yang mana Pakistan dan para penguasa Muslim lainnya hanya berpangku tangan, bahkan Pakistan malah telah mengejar kelompok bersenjata Kashmir di wilayahnya untuk mencegahnya dari menimpakan bahaya terhadap India. Fakta Pakistan ini dan konflik Cina-India sangat melemahkan kaum Muslim di Kashmir. Setelah dahulu Kashmir menghadapi pendudukan India, dan sangat didukung oleh tentara Pakistan ketika itu, hari ini Kashmir mendapati dirinya menghadapi dua negara besar tanpa dukungan dari Pakistan, yang telah melepaskan banyak arena konflik dengan India karena tunduk kepada Amerika!!

Sungguh menyakitkan bahwa konflik antara India dan Cina adalah tentang pembagian wilayah Islam, terutama wilayah Kashmir dan sekitarnya. India menuntut pengembalian wilayah yang dikuasai Cina dalam perang tahun 1962 M di perbatasan barat, yaitu wilayah Aksai Chin di wilayah Kashmir Islami. Sementara Cina menuntut sebagian wilayah Ladakh Kashmir yang berbatasan dengan wilayah Aksai Chin, dan mengklaim haknya di wilayah itu karena merupakan bagian dari wilayah Xinjiang, yaitu, wilayah Turkistan Timur Islami.

Kedua negara mempersengketakan hak di wilayah-wilayah Islami ini sementara Pakistan mementingkan keantekannya kepada Amerika dan kaum Muslim lainnya diam! Kehidupan kaum Muslim sedang berada dalam peghidupan yang sempit. Kehidupan mereka sakit karena apa yang diperbuat oleh tangan mereka. Mahabenar Allah yang Mahaperkasa yang berfirman:

﴿وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكاً وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى * قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَى وَقَدْ كُنْتُ بَصِيراً * قَالَ كَذَلِكَ أَتَتْكَ آيَاتُنَا فَنَسِيتَهَا وَكَذَلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَى﴾

“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. Berkatalah ia: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?” Allah berfirman: “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan”. (TQS Thaha [20]: 124-126).

 

Begitulah, itu merupakan jalan keluar Anda wahai kaum Muslim: mengikuti ayat-ayat Allah SWT dan hadits Rasulullah saw dengan menegakkan hukum Allah, al-Khilafah ar-Rasyidah. Itu merupakan jalan petunjuk dan jalan jihad, jalan kemuliaan, kemenangan dan perlindungan dari bermacam keburukan. Sungguh benar Rasulullah saw di dalam hadits muttafaq ‘alayh dari Abu Hurairah ra bahwa Rasul saw bersabda:

«الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ»

“Imam itu laksana perisai, orang berperang dari belakangnay dan berlundung dengannya”. (Muttafaq ‘alayh).

 

Maka ambillah pelajaran itu wahai orang-orang yang memiliki pandangan …

 

 

30 Syawal 1441 H

21 Juni 2020 M

 

http://www.hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/ameer/political-questions/68944.html

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Check Also

Close
Close