Nafsiyah

Urgensi Doa dan Zikir Dalam Perjuangan

Hakikat Zikir: Konsisten pada Islam

Doa dan dzikruLlâh tatkala Islam dan pengemban dakwahnya dipersekusi semakin penting. Doa dan zikir bisa menguatkan ma’iyatuLlâh (kebersamaan dengan Allah) dalam setiap langkah perjuangan. Karena itu doa dan zikir harus menghiasi kalbu dan lisan para pejuang sebagai senjata ampuh (silâh al-mu’min) menghadapi berbagai tantangan. Dengan doa  yang khusyuk, seseorang mengingat Allah. Dengan dzikruLlâh ia mawas diri menegakkan Islam dalam kehidupan. Sebab konsistensi pada syariah adalah syarat pengabulan doa dari Allah (lihat: QS al-Baqarah [2]: 172 dan 186; QS al-Mu’minun [23]: 51).

Rasulullah saw. menceritakan tentang seseorang yang melakukan perjalanan panjang. Kumal pakaiannya. Ia menengadahkan tangannya ke langit, lalu berdoa. “Yâ Rabb, yâ Rabb.” Namun, makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan dipenuhi dengan yang haram. Lalu bagaimana mungkin doanya akan dikabulkan oleh Allah?” (HR Muslim dan Ahmad).

Al-Hafizh Ibn Hajar al-Asqalani (w. 852 H) dalam Fath al-Bâri (XI/96) menegaskan bahwa kehalalan makanan dan pakaian merupakan salah satu syarat pengabulan doa. Dengan demikian doa sangat penting bagi seorang Mukmin.  DzikruLlâh yang membuahkan sifat wara’ juga sangat menyokong pengabulan doa.

Dengan demikian konsisten pada Islam (akidah dan syariahnya), baik lahiriah maupun batiniahnya, merupakan dzikruLlâh sesungguhnya:

ٱلَّذِينَ يَذۡكُرُونَ ٱللَّهَ قِيَٰمٗا وَقُعُودٗا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمۡ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلۡقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ هَٰذَا بَٰطِلٗا سُبۡحَٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ

(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Tuhan Kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Mahasuci Engkau. Karena itu peliharalah Kami dari siksa neraka.” (QS Ali Imran [3]: 191).

 

Ketika menafsirkan ayat tersebut, Al-Hafizh Ibn Jarir ath-Thabari (w. 310 H) dalam tafsirnya (VII, hlm. 474) menjelaskan bahwa potongan kalimat alladzîna yadzkurûnaLlâha qiyâm[an] wa qu’ûd[an] merupakan sifat dari ulul albâb yang disebutkan pada ayat sebelumnya. Kalimat tersebut merupakan kiasan (majâz mursal) dari keseluruhan aktivitas manusia. Semua itu tak akan terwujud kecuali jika seseorang berpegang teguh pada akidah dan syariah-Nya.

Banyak dalil yang menjelaskan keutamaan dzikruLlâh. Al-Hafizh Ibn al-Jauzi (w. 597 H) dalam Bahr ad-Dumû’ menuliskan sub-bab berjudul, “Al-Hatsts ’alâ DzikriLlâh” (Anjuran untuk Mengingat Allah). Sub-bab ini memaparkan dalil-dalil al-Quran dan as-Sunnah mengenai anjuran dan keutamaan dzikruLlâh sehingga sudah selayaknya menghiasi kalbu dan lisan para pejuang.

 

Senjata Ampuh dalam Dakwah

Doa dan zikir adalah senjata ampuh para nabi dan rasul ‘alayhim as-salâm tatkala menghadapi kesulitan dan kezaliman manusia. Allah SWT berfirman menggambarkan pengabulan doa atas Nabi Dzunnun (Yunus as.) ketika di dalam perut ikan paus (lihat: QS al-Anbiya’ [21]: 87-88). Al-Hafizh Ibn Katsir (w. 774 H) dalam tafsirnya (V/368) menjelaskan: yakni jika orang beriman menghadapi berbagai kesulitan, lantas berdoa dan bertobat kembali kepada Allah. Apalagi jika ia berdoa dengan doa ini:

لَّآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنتَ سُبۡحَٰنَكَ إِنِّي كُنتُ مِنَ ٱلظَّٰلِمِينَ  ٨٧

Tidak ada Tuhan selain Engkau. Mahasuci Engkau, sungguh  aku adalah termasuk orang-orang yang zalim (QS al-Anbiya’ [21]: 87).

 

Tercatat dalam lembaran emas sîrah NabiyuLlâh al-Mushthafa Muhammad saw. dan para sahabatnya, tatkala menghadapi persekusi kaum Kafir Quraisyi, apa yang mereka ucapkan. Mereka mengucapkan kalimat zikir yang mengandung doa:

ٱلَّذِينَ قَالَ لَهُمُ ٱلنَّاسُ إِنَّ ٱلنَّاسَ قَدۡ جَمَعُواْ لَكُمۡ فَٱخۡشَوۡهُمۡ فَزَادَهُمۡ إِيمَٰنٗا وَقَالُواْ حَسۡبُنَا ٱللَّهُ وَنِعۡمَ ٱلۡوَكِيلُ

(Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan, “Sungguh manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kalian. Karena itu takutlah kalian kepada mereka.” Namun, perkataan itu malah menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.” (QS Ali Imran [3]: 173).

 

Baginda Rasulullah saw., dalam riwayat al-Bukhari dan Muslim, secara khusus berdoa untuk para pemimpin utama kafir Quraisyi, dengan uslûb doa: “Allâhumma ’alayka bi Quraysyin (diulang tiga kali).” Lalu beliau menyebutkan sejumlah nama: Abu Jahal bin Hisyam, Utbah bin Rabiah, Syaibah bin Rabiah, al-Walid bin Uqbah, Umayyah bin Khalaf dan Uqbah bin Abi Muith.

Apa yang terjadi kemudian? Pada Perang Badar, mereka yang disebutkan ini mati mengenaskan.

Rasulullah saw. pun banyak berdoa untuk kemenangan kaum Muslim pada Badr al-Kubra. Setelah beliau mempersiapkan para sahabat baik fisik maupun spirit (berjihad dengan al-quwwah al-rûhiyyah), beliau dan kaum Muslim pun memenuhi hukum sebab-akibat untuk meraih kemenangan. Mereka bermusyawarah merumuskan strategi yang tepat, mempersiap-kan senjata dan mengenakan baju besi. Dalam riwayat al-Bukhari digambarkan bahwa Rasulullah saw.  pun banyak berdoa kepada Allah di Qubbah-nya:

اللَّهُمَّ إِنِيّ أَنْشُدُكَ عَهْدَكَ وَوَعْدَكَ اللَّهُمَّ إِنْ شِئْتَ لمَ تُعْبَدْ بَعْدَ الْيَوْمِ

Ya Allah, sungguh aku benar-benar memohon kepada-Mu akan perjanjian dan janji-Mu. Ya Allah, jika Engkau menghendaki (kehancuran pasukan Islam ini) maka Engkau tidak akan disembah lagi setelah hari ini.

 

Lalu Abu Bakar memegangi tangan beliau dan berkata, “Cukup, wahai Rasulullah saw. Sungguh Tuan telah bersungguh-sungguh meminta dengan terus-menerus kepada Rabb Tuan.”

Saat itu mengenakan baju besi, beliau lalu tampil sambil membacakan firman Allah SWT:

سَيُهۡزَمُ ٱلۡجَمۡعُ وَيُوَلُّونَ ٱلدُّبُرَ  ٤٥ بَلِ ٱلسَّاعَةُ مَوۡعِدُهُمۡ وَٱلسَّاعَةُ أَدۡهَىٰ وَأَمَرُّ  ٤٦

Kesatuan musuh itu pasti akan diceriberaikan dan mereka akan lari tunggang langgang. Akan tetapi sebenarnya, Hari Kiamat itulah hari yang dijanjikan kepada mereka (siksaan) dan Hari Kiamat itu lebih dahsyat dan lebih pahit (QS al-Qamar [54]: 45-46).

 

Rasulullah saw. pun sempat berkata, “Abu Bakar, sampaikan kabar gembira ini, bahwa pertolongan Allah telah tiba. Ini Jibril as. sedang memegang tali kekang kuda yang dia tunggangi berada di antara debu-debu.

Bi idzniLlâh, kaum Muslim yang berjumlah tiga ratus tiga puluh jiwa mampu menceraiberaikan sekitar seribu pasukan kafir Quraisy. Allah mendatangkan pasukan para malaikat yang membantu kaum Muslim memporakporandakan barisan musuh hingga digambarkan Allah seakan-akan kaum kuffâr menyaksikan kaum Muslim dua kali lipat jumlahnya.

Prof. Dr. Muhammad Rawwas Qa’ah Ji (w. 1435 H) dalam Ru’yah Siyâsiyyah li as-Sîrah an-Nabwiyyah (hlm. 134) menukil pendapat para ulama bahwa para malaikat tak ikut berperang secara langsung membantu kaum Muslim dalam peperangan selain Perang Badar al-Kubra. Mahabenar Allah Yang berfirman dalam QS Ali Imran [3]: 13 hingga sampai pada ayat:

وَٱللَّهُ يُؤَيِّدُ بِنَصۡرِهِۦ مَن يَشَآءُۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَعِبۡرَةٗ لِّأُوْلِي ٱلۡأَبۡصَٰرِ  ١٣

Allah menguatkan dengan pertolongan-Nya siapa yang Dia kehendaki. Sungguh pada yang demikian terdapat pelajaran bagi kaum yang mempunyai mata hati (QS Ali Imrân [3]: 13).

 

Dengan demikian mudah bagi Allah untuk memenangkan hamba-hamba-Nya yang beriman atas kaum kuffâr dan sekutunya, AlLâh al-Musta’ân. Ketika pertolongan itu tiba maka tiada makhluk-Nya yang mampu menghadang-nya:

إِن يَنصُرۡكُمُ ٱللَّهُ فَلَا غَالِبَ لَكُمۡۖ

Jika Allah menolong kalian maka tak ada seorang pun yang dapat mengalahkan ka lian (QS Ali Imran [3]: 160).

اللَّهُمَّ امْنُنْ عَلَيْنَا بِنَصْرٍ عَزِيْزٍ مُؤَزَّرٍ مِنْ عِنْدِك، يُعَزُّ فِيْهِ أَوْلِيَاؤُك، وَيُذَلُّ فِيْهِ أَعْدَاؤُك، وَيُفْرَحُ المؤْمِنُونَ بِنَصْرِك، يا ناصر المؤمنين، يأ أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ، يا ربَّ العَالَمِينَ

 [Irfan Abu Naveed, M.Pd.I; (Penulis Buku “InnaLlâha Ma’anâ”)]

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Close