Tsaqofah
Tafsir al-Qur’an Tematik: Beda “Imra’ah, Zaujah, Shahibah” dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an menggunakan ketiga lafadz, Imra’ah, Zaujah, Shahibah, tetapi apa konotasi masing-masing sama, atau berbeda? Terkadang istri disebut Zaujah, kadang Imra’ah, mengapa dibedakan?
Mari kita cerna dan analisis dengan baik, perbedaan masing-masing lafadz ini dalam al-Qur’an:
Pertama, imra’ah [perempuan]. Jika dia mempunyai hubungan fisik, antara pria dan wanita, tetapi tidak ada keharmonisan dan kecocokan pemikiran, maka perempuan ini disebut imra’ah.
Kedua, zaujah [perempuan yang menjadi istri]. Jika ada hubungan fisik, saling mengasihi, karena adanya kecocokan pemikiran, keharmonisan dan cinta kasih. Perempuan ini disebut zaujah [istri/pasangan hidup].
Mari kita perhatikan, ketika Allah menyebut:
ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِّلَّذِينَ كَفَرُوا امْرَأَتَ نُوحٍ وَامْرَأَتَ لُوطٍ
“Allah telah membuat perumpamaan bagi orang Kafir perempuan [istri] Nuh dan perempuan [istri] Luth.” [Q.s. at-Tahrim: 10]
Allah tidak menyebut, “Zaujah Nuh”, atau “Zaujah Luth.” Karena adanya perbedaan akidah di antara keduanya. Mereka, Nuh dan Luth ‘alaihima as-salam, adalah para Nabi, dan beriman, sementara istri-istri mereka tidak beriman.
Begitu juga ketika Allah menyebut:
وَقَالَتِ امْرَأَتُ فِرْعَوْنَ قُرَّتُ عَيْنٍ لِّي وَلَكَ ۖ
“Dan berkatalah perempuan [isteri] Fir’aun, “(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu.” [Q.s. al-Qasas: 09]
Tidak menyebut, “Zaujah Fir’aun”, karena Fir’aun tidak beriman, atau Kafir, sementara istrinya telah beriman.
Sementara itu, perhatikanlah beberapa posisi, ketika al-Qur’an yang mulia menggunakan lafadz, “Zaujah” [istri/perempuan yang menjadi pasangan hidup], Allah berfirman:
ﻭَﻗُﻠْﻨَﺎ ﻳَﺎ آﺩَﻡُ ﺍﺳْﻜُﻦْ ﺃَﻧْﺖَ ﻭَﺯَﻭْﺟُﻚَ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔَ
“Dan Kami [Allah] berfiman, “Wahai Adam, tinggallah kamu dan istrimu di surga.” [Q.s. al-Baqarah: 35]
ﻳﺎَ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲُّ ﻗُﻞْ ِﻷﺯْﻭَﺍﺟِﻚَ
“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu…” [Q.s. al-Ahzab: 28]
Itu semua, karena Allah SWT ingin menunjukkan adanya kecocokan pemikiran dan keharmonisan yang sempurna di antara keduanya..
Namun, adakalanya Allah menggunakan lafadz, “imra’ah” [perempuan], dengan konotasi istri yang agamanya sama, sebagaimana yang digunakan melalui lisan Nabi Zakaria ‘alaihissalam, meski pemikirannya sama, dan ada keharmonisan di antara keduanya. Allah SWT berfirman:
ﻭَﻛَﺎﻧَﺖْ ﺍِﻣْﺮَﺃَﺗِﻲْ ﻋَﺎﻗِﺮﺍً
“Istriku adalah wanita yang mandul.“ [Q.s. Maryam: 05]
Apa pasalnya? Ternyata, saat itu ada kemungkinan sedang terjadi masalah dalam hubungan antara Zakaria dengan istrinya, karena masalah kemandulan. Maka, Nabi Zakaria mengadukan harapannya kepada Allah SWT. Namun, setelah Allah menganugerahkan putra kepadanya, yaitu Sayyidina Yahya ‘alaihissalam, maka ungkapan al-Qur’an yang digunakan juga berbeda. Allah berfirman:
فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَوَهَبْنَا لَهُ يَحْيَىٰ وَأَصْلَحْنَا لَهُ زَوْجَهُ ۚ
“Maka Kami memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya dan Kami jadikan istrinya dapat mengandung.“ [Q.s. al-Anbiya’: 90]
Dalam konteks yang lain, Allah SWT juga menelanjangi rumah tanggal Abu Lahab, seraya berfirman:
وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ
“Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar.” [Q.s. al-Lahab: 4]
Al-Qur’an ingin menunjukkan, bahwa di antara mereka sebenarnya tidak ada kesepahaman dan kecocokan.
Ketiga, lafadz “Shahibah” [pendamping]. Al-Qur’an menggunakan lafadz, “Shahibah” ketika hubungan secara fisik dan pemikiran antara suami istri tersebut telah putus. Karena itu, hampir sebagian besar untuk menggambarkan fenomena pada Hari Kiamat, al-Qur’an menggunakan lafadz, “Shahibah”. Allah SWT berfirman:
ﻳَﻮْﻡَ ﻳَﻔِﺮُّ ﺍﻟْﻤَﺮْﺀُ ﻣِﻦْ ﺃَﺧِﻴْﻪِ ﻭَﺃُﻣِّﻪِ وَﺃَﺑِﻴْﻪِ ﻭَﺻَﺎﺣِﺒَﺘِﻪِ ﻭَﺑَﻨِﻴْﻪِ
“Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari istri dan anak-anaknya.” [Q.s. ‘Abasa: 24-26]
Karena hubungan fisik dan pemikiran di antara keduanya telah terputus. Pertama, karena kematian, dan kedua karena huru hara pada Hari Kiamat. Untuk menegaskan itu, Allah SWT dengan tegas berfirman:
أَنَّىٰ يَكُونُ لَهُ وَلَدٌ وَلَمْ تَكُن لَّهُ صَاحِبَةٌ ۖ
“Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai istri?” [Q.s. al-An’am: 101]
Mengapa Allah tidak menggunakan lafadz, “Zaujah” atau “Imra’ah”? Itu semua untuk menafikan adanya hubungan fisik dan pemikiran, dengan penafian secara pasti, baik secara global maupun detail.
Maha Suci Allah SWT,
Mukjizat al-Qur’an yang luar biasa.