Tanya Jawab
SJ: Bolehkah Syarik Bekerja Sebagai Ajir di Syirkah al-A’yan dengan Upah Tertentu
بسم الله الرحمن الرحيم
Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-‘Alim Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau
Jawaban pertanyaan: Bolehkah Syarik Bekerja Sebagai Ajir di Syirkah al-A’yan dengan Upah Tertentu Disamping Bagiannya dari Laba?
Kepada Ahmad Maqdesy
Pertanyaan:
Assalamau ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
Ya syaikhuna yang mulia, semoga Allah memberi Anda taufik kepada apa yang Allah dan Rasul-Nya sukai.
Saya punya pertanyaan, pada kondisi syirkah antara dua orang pada kendaraan kerja, pihak pertama punya dua pertiga dan pihak kedua punya sepertiga. Pihak kedua itu juga bekerja pada mobil kerja tersebut. Perjanjian diantara keduanya atas pembagian laba sebagai berikut: dari laba bersih mobil kerja itu pihak kedua mengambil biaya hidup sopir ditambah bagiannya sepertiga, dan dua pertiga lainnya untuk pihak pertama. Apakah ini secara syar’iy boleh ataukah tidak? Semoga Allah memberikan berkah kepada Anda.
Jawab:
Wa ‘alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Syirkah itu ada dua macam: syirkah kepemilikan (syirkah amlâk) dan syirkah akad (syirkah ‘uqûd):
Adapun syirkah al-amlâk atau syirkah al-a’yân, maka itu seperti syirkah atas kendaraan misalnya…
Sedangkan syirkah al-‘uqûd maka itu seperti syirkah perdagangan, syirkah mudharabah atau syirkah al-‘inân…
- Pada syirkah al-‘uqûd, tenaga di situ sebagai syarik, di mana akad syirkah terjadi padanya. Ia berhak atas bagian dari laba dan tenaganya untuk syirkah. Maka ia tidak boleh mengambil ujrah (upah) sebagai kompensasi tenaganya. Sebab tenaganya untuk syirkah, sebagai kompensasi dari bagian laba yang disepakati. Dan kerugian yang ada berdasarkan kadar harta.
- Pada syirkah al-amlâk atau syirkah al-a’yân, maka obyek akadnya adalah benda atau kepemilikan, dan pada benda atau kepemilikan itulah terjadi syirkah, bukan atas tenaga. Karena itu, salah seorang syarik dalam syirkah tersebut boleh mempekerjakan tenaganya untuk syirkah. Jadi ia bekerja sebagai sopir dengan upah jika syirkah itu atas kendaraan…
Akan tetapi, upah sopir bukan dari laba, sebab seorang ajir mengambil upahnya yang disepakati karena ia menunaikan pekerjaannya. Jika upah itu dikaitkan dengan laba, kadangkala tidak ada laba, dan karenanya tidak ada ujrah, dan ini tidak boleh secara syar’iy sebab seorang ajir itu berhak mendapat ujrah jika ia menunaikan pekerjaannya, baik syirkah itu untung atau rugi. Akan tetapi ia berhak atas upahnya dari modal syirkah, baik syirkah itu untuk ataupun rugi…
Ibn Majah telah mengeluarkan di dalam Sunan-nya dari Abdurrahman bin Yazid bin Aslam dari bapaknya dari Abdullah bin Umar, ia berkata: “Rasulullah saw bersabda:
«أَعْطُوا الْأَجِيرَ أَجْرَهُ، قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ»
“Berikan kepada seorang ajir upahnya sebelum kering keringatnya.”
Atas dasar itu, maka jawabannya adalah boleh bagi salah seorang syarik dalam syirkah al-a’yân bekerja sebagai ajir dengan upah yang jelas; disamping mendapat bagian dari laba sesuai kesepakatan para syarik. Sementara kerugian sesuai nisbah harta masing-masing dari mereka.
Saudaramu
Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah
22 April 2014 M
22 Jumaduts Tsaniyah 1435 H
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_35361