Tanya Jawab

Perkembangan Politik Mutakhir di Libya

بسم الله الرحمن الرحيم

Jawab Soal

Perkembangan Politik Mutakhir di Libya

Pertanyaan:

Apa yang terjadi di Libya sangat menarik perhatian. Pada saat di sana terjadi aksi militer yang makin meningkat, pada waktu yang sama terjadi negosiasi-negosiasi di Perancis, Aljazair, Maroko dan di Libya sendiri. Lalu apa penjelasan hal itu? Apakah kita bisa katakan bahwa fenomena yang bertolak belakang itu (aksi militer dan negosiasi), akibat dari pergolakan antara Amerika dan Eropa di Libya? Apakah mungkin akan terjadi intervensi militer melalui resolusi Dewan Keamanan PBB misalnya? Atau bahwa hal itu jauh kemungkinannya dan negosiasi diantara pihak-pihak akan terus berlanjut untuk mewujudkan solusi? Apakah mungkin negosiasi akan sampai pada solusi yang menyenangkan pihak-pihak yang bertarung? Semoga Allah membalas Anda dengan yang lebih baik.

 

Jawab:

Pertama, sejak PD II Inggrislah yang mengatur Libya, khususnya ketika diperintah oleh Qaddafi. Selama masa pemerintahannya 40 tahun, Qaddafi membuat Libya dipenuhi oleh para politisi agen Inggris. Hampir-hampir lingkungan politik saat itu kosong dari agen Amerika. Begitulah, tidak ada jalan bagi Amerika untuk bisa menebar pengaruh mereka di Libya dan menghancurkan pengaruh Eropa khususnya Inggris yang mendominasi pemerintahan di Libya pasca PD II hingga hari ini. Lalu berikutnya mengontrol situasi dan mengangkangi pemerintahan atas Libya. Tidak ada peluang untuk Amerika supaya memiliki kekuatan yang bekerja di lapangan kecuali mengirim agen mereka Khalifa Haftar yang dahulu tinggal di Amerika selama lebih dari 20 tahun. Amerika mengirim Khalifa Haftar ke Libya setelah meletusnya revolusi menentang Qaddafi dalam sebuah upaya supaya dia menjadi komandan revolusi atau salah seorang komandan yang berpengaruh. Lalu Amerika menggerakkannya untuk memulai pembangkangan pada 14/2/2014 menentang rezim baru, yang mana Inggris memiliki kontrol terhadapnya dengan nama Kongres Nasional Umum (General National Congress) dan Pemerintah. Haftar bekerja untuk menjatuhkan Kongres dan Pemerintah. Dia tidak bisa melakukan itu meskipun dia mengontrol sejumlah tempat. Berikutnya orang-orang Amerika, melalui agennya Haftar, berusaha menunda pemilu yang direncanakan berlangsung pada 25/6/2014. Namun pemilu tetap berlangsung pada waktu yang ditetapkan… Pada 6/11/2014, Badan Konstitusional Mahkamah Agung di Libya mengeluarkan keputusan yang menyatakan “inkonstitusionalnya paragraf 11 pasal 30 dari deklarasi konstitusional moderat hasil dari Amandemen Ketujuh yang dikeluarkan pada 11/3/2014 berikut seluruh akibatnya.” Itu berarti pembubaran parlemen dan semua institusi yang terpancar darinya. Hanya saja, pihak-pihak Libya, regional dan internasional menolak keputusan Mahkamah Agung itu. Akhirnya di Libya ada dua pemerintahan dan dua parlemen di Tobruk dan Tripoli. Yang diakui secara internasional dan regional adalah pemerintah dan parlemen Tobruk:

– Haftar mendominasi parlemen dan pemerintah di Tobruk, dan tidak perduli dengan hal itu. Sampai orang-orangnya memprotes perdana menteri “Abdullah al-Thani” karena ia mengunjungi Benghazi tanpa meminta ijin dari al-Thani! Militer yang loyal kepada Haftar melakukan intersep terhadap pesawat perdana menteri Abdullah al-Thani dan mengahalanginya untuk mendarat di Benghazi pada 5/2/2015! Sudah diketahui luas bahwa perselisihan terjadi antara Haftar dan al-Thani. Portal Africa News pada 5/2/2015 mengutip pernyataan pejabat Libya, mereka mengatakan: “perbedaan antara perdana menteri Libya Abdullah al-Thani yang juga seorang militer dahulu menjabat menteri pertahanan, dengan komandan operasi kemuliaan (al-Karamah Operation) Haftar sampai pada setengah jalan buntu meski berbagai upaya mediasi dilakukan diantara kedua pihak untuk meredakan ketegangan yang muncul dalam hubungan keduanya pada tahun lalu, setelah Abdulla al-Thani menganggap bahwa apa yang dilakukan oleh Haftar sebagai kudeta militer”. Hal itu ketika Haftar pada 14/2/2014 melakukan pergerakan. Meskipun al-Thani telah kembali mendukung gerakan Haftar ketika Haftar melanjutkan pergerakannya pada 16/5/2014. Al-Thani menyebutnya sebagai Operasi Kemuliaan (al-Karamah Operation), namun Haftar masih tetap kesal dengan al-Thani! Haftar bergerak dengan nafas Amerika mengikuti langkah as-Sisi dengan harapan ia menjadi presiden! Haftar bisa memaksa parlemen untuk melantiknya sebagai komandan umum militer Libya dengan pangkat letjen, kemudian ia diambil sumpah pada 9/3/2015. Demikian juga Brigjen Abdul Razaq an-Nazouri ditunjuk sebagai kepala staf dan dia orang yang loyal kepada Haftar. Dengan itu, pemerintah Tobruk didominasi oleh Ameirka…

– Sedangkan Konferensi Umum dan Pemerintah Tripoli, dipimpin oleh Abu Sahmain dan sekelompok orang di sekitarnya. Mereka berjalan bersama Eropa, khususnya Inggris. Meskipun kelompok tersebut melibatkan orang-orang muslim di dalam Konferensi Umum yang jauh dari Inggris, akan tetapi mereka tidak memiliki kesadaran politik yang memadai. Kondisi ini membuat mudah bagi orang-orang Eropa mengambil mereka ke arah yang diinginkan! Karena itu Konferensi Umum dan Pemerintah Tripoli didominasi oleh Eropa, yakni Inggris dan sedikit dari Perancis dan lebih kecil lagi dari Italia…

Terjadilah pertarungan itu ada antara Eropa dan Amerika di Libya. Akan tetapi pada sebagian besar kondisi, mereka bertarung menggunakan alat-alat lokal! Kami telah menjelaskan pertarungan ini dan bagaimana munculnya pada jawaban kami tertanggal 3/6/2014 yang dilansir di facebook. Bagi yang ingin mengetahui lebih jauh silahkan merujuknya.

Kedua, adapaun intervensi militer, Amerika tidak punya lingkungan politik di Libya. Sebab sebagian besar lingkungan politik di Libya berasal dari agen-agen Inggris secara relatif dan orang yang beredar di seputar mereka atau berjalan di bawah payung mereka dari beberapa gerakan Islami yang tidak memahami permainan politik dan akibat-akibat buruknya… Karena itu, sandaran Amerika adalah terhadap aksi militer. Yaitu Haftar lalu mendukungnya dari Mesir. Bahkan permintaan Obama kepada Kongres AS agar memberinya mandat untuk melakukan aksi militer dalam berbagai keadaan, permintaan itu kemungkinan masalah Libya termasuk di dalam cakupannya. Kondisi di Libya sangat sulit. Reuters pada 23/2/2015 menyebutkan bahwa Obama mengirimkan surat kepada Kongres AS yang di dalamnya dikatakan: “situasi di Libya terus mencerminkan ancaman tidak biasa dan luar biasa untuk keamanan dan politik luar negeri AS.” Dari surat presiden AS kepada Kongres AS ini bisa dipahami bahwa posisi Amerika di Libya sedang sulit dan dalam bahaya. Artinya, Amerika tidak dalam posisi kuat di Libya dan bahwa agen-agennya bukan orang-orang kuat. Mereka hanya mencerminkan gerakan Haftar, tidak lebih. Mereka terusir dari ibukota Tripoli dan tidak mampu kembali ke Tripoli meski sudah berlalu beberapa bulan. Tetapi mereka juga tidak mampu mengendalikan Benghazi. Karena itu, intervensi militer akan melayani kepentingan-kepentingan Amerika dan menyelamatkan agen-agennya agar bisa terus melayani Amerika. Atas dasar itu, ketika terjadi insiden pembunuhan orang-orang Koptik dalam situasi ini, Mesir memanfaatkannya dan segera berupaya mengambil mandat internasional untuk intervensi di Libya dengan alasan memerangi terorisme dan membalas warganya yang tewas. Intervensi Mesir pada 16/2/2015 menyebarkan spirit baru di dalam diri Haftar dan para pengikutnya. Nafas mereka pun kembali kuat. Prospek solusi politik pun mulai menurun. Hanya saja, Eropa menentang dengan kuat intervensi militer dalam krisis tersebut, dimana Inggris segera menentang intervensi militer Mesir di Libya. Aljazair dan Inggris pada Kamis 19 Fabruari menegaskan mendukung solusi politik dan bukan solusi militer di Libya. Hal itu termaktub dalam pernyataan bersama menteri luar negeri Inggris dan Aljazair di ibukota Aljazair. Menteri luar negeri Inggris, Philip Hammond, dalam konferensi pers dengan sejawatnya menteri luar negeri Aljazair Ramtane La’mamra, Hammond mengatakan, “Kami tidak yakin bahwa aksi militer bisa mengantarkan kepada penyelesaian masalah di Libya”. Disampingnya, menteri luar negeri Aljazair menjelaskan, “Kami, sebagai tetangga Libya, konsern agar menjadi bagian dari solusi, bukan bagian dari masalah.” (Russia Today, 19/2/2015).

Inggris menjadi oposan utama di Dewan Keamanan terhadap intervensi militer atau pemberian persenjataan kepada pemerintah Tobruk dan pasukan Haftar. Ibrahim Ad-Dabbashi, delegasi Libya di PBB, menyatakan kepada surat kabar ash-Sharq al-Awsath “Bahwa beberapa anggota Dewan Keamanan yang dipimpin oleh Inggris meminta panel ahli agar mengirimkan surat untuk membenarkan penentangan mereka terhadap persetujuan kesepakatan pencabutan embargo senjata untuk militer Libya. Ia menjelaskan bahwa ini adalah upaya untuk menghilangkan keadaan memalukan dari mereka”. Ia mengatakan, “Inggris tidak ingin militer Libya menyelesaikan masalah dengan teroris dan milisi yang mengontrol ibukota Tripoli… Ini merupakan permainan yang terbuka”. (ash-Sharq al-Awsath, 7/3/2015) Sebagaimana juga tampak adanya keharmoniasan Eropa dengan sikap Inggris dengan menolak intervensi militer Mesir. Sampai-sampai menteri dalam negeri Italia, Angelino Alvanud, yang menyerukan “Intervensi segera melalui operasi di bawah komando PBB” untuk menyenangkan Amerika (al-Hayat Selasa, 17 Februari 2015), ia menarik kembali pernyataannya akibat kampanye Eropa menentang intervensi militer. (Menteri luar negeri Tunisia At-Tayeb Al-Baccouche dan sejawatnya menteri luar negeri Italia Paolo Gentiloni menganggap bahwa penghentian krisis di Libya terjadi melalui “Perdamaian” diantara milisi-milisi yang saling bersaing. Keduanya menegaskan bahwa, “Solusi terbaik bukan solusi militer akan tetapi solusi politik.” Menteri luar negeri Tunisia, At-Tayeb Al-Baccouche, dalam konferensi pers dengan sejawatnya menteri luar neger Italia, Paolo Gentiloni, yang mengunjungi Tunusia, dia menjelaskan, “Kami sepakat bahwa solusi terbaik bukanlah solusi militer akan tetapi solusi politik.” (france24.com, 25/2/2015)…

Disamping serangan gencar dari Eropa menentang intervensi militer, Eropa juga mengirimkan isyarat bahwa Libya merupakan sentral penting secara keamanan untuk Eropa. Ini menunjukkan bahwa Eropa akan secepatnya melakukan intervensi jika Amerika melakukan intervensi. Kanal Russia Today pada 06/03/2015 mengutip perkataan Mogherini setelah ia sampai ke pertemuan para menteri luar negeri uni Eropa di kota Riga, ibukota Latvia sekarang, ia mengatakan, “Masalah utama yang ditawarkan di dalam pertemuan ini adalah masalah di Libya.” Ia menegaskan bahwa, “Keamanan Libya merupakan isu yang dianggap penting oleh Uni Eropa secara keseluruhan dan bukan hanya negara-negara utara Uni Eropa.”… Tentu saja, ini akan merusak buah intervensi Amerika jika hal itu terjadi… Dikarenakan dua perkara ini, Amerika menarik diri dari sikapnya yang mendukung solusi militer. Dan berikutnya, Mesir juga menarik diri dari rancangan resolusi, Mesir dan Libya, di depan Dewan Keamanan yang telah diajukan pada 18/2/2015 yang mengandung intervensi militer internasional. Begitulah, terus berlangsung diskusi di Dewan Keamanan antara mengambil dan menolak sampai tanggal 27/3/2015 saat dikeluarkan Reolusi Dewan Keamanan PBB nomor 2214. Resolusi itu kosong dari pernyataan atas intervensi militer. Akan tetapi Resolusi itu memfokuskan pada perang melawan terorisme sehingga menyenangkan Amerika. Pada waktu yang sama, Resolusi itu menegaskan dilakukannya negosiasi untuk mewujudkan solusi politik sehingga Resolusi itu menyenangkan Eropa. Point-point tentang kedua perkara ini adalah:

“1. Mengutuk semua aksi terorisme… dan dalam konteks ini menekankan penggunaan pendekatan komprehensif untuk memerangi aksi-aksi terorisme itu secara keseluruhan.

  1. Mendorong negara-negara anggota agar dengan semua sarana sesuai Piagam PBB dan undang-undang internasional menangani bahaya-bahaya yang mengancam perdamaian dan keamanan intrnasional akibat aksi-aksi teroris…
  2. Mengakui peran penting yang dilakukan oleh Uni Afrika, Liga Arab dan negara-negara tetangga Libya dalam masalah yang berkaitan dengan penciptaan solusi damai untuk krisis dialami oleh Libya…
  3. Mengungkapkan dukungan terhadap dialog politik yang dipimpin oleh PBB antara pemerintah Libya dan semua pihak Libya yang meninggalkan kekerasan…”

Begitulah, perhatian dialihkan dari intervensi militer karena pertimbangan-pertimbangan yang disebutkan di atas. Dan akhirnya difokuskan pada negosiasi-negosiasi politik.

Ketiga, setelah perhatian dipalingkan dari intervensi militer dalam Resolusi Dewan Keamanan PBB, Amerika dan Eropa setuju terhadap resolusi dengan bekerja atas solusi negosiatif untuk mewujudkan solusi politik bagi krisis, masing-masing dengan caranya sendiri! Eropa menginginkan dari negosiasi-negosiasi itu untuk menghasilkan solusi politik secepat mungkin, sebab lingkungan politik pada galibnya bersama Eropa. Maka solusi apapun yang dijalankan oleh lingkungan politik tersebut akan menguntungkan Eropa. Sedangkan Amerika, ia menyetujui negosiasi-negosiasi, sebab Amerika tidak bisa menciptakan pintu masuk untuk intervensi militer, baik dari Amerika atau dari rezim Mesir. Juga karena Amerika tidak punya lingkungan politik di Libya. Karena itu Amerika akan bekerja membuat cara-cara baru untuk menunda, dan berikutnya memberi tenggat kepada Haftar dengan harapan Haftar bisa mewujudkan kekuasaan miliknya meski di sebagian Libya untuk membentuk lingkungan politik baru yang membantu Amerika dalam negosiasi berikutnya jika Amerika tidak mampu menyelesaikan perkara dengan tuntas secara militer. Hal itu karena Haftar tidak mengusung hubungan yang baik dengan banyak anggota parlemen di Tobruk yang diantara mereka ada yang datang dari lingkungan politik lama… Karena itu Amerika ingin menghambat hasil-hasil negosiasi apapun sampai Amerika mampu membentuk lingkungan politik yang mendukungnya dan memiliki efektivitas. Artinya bahwa yang penting bagi Amerika adalah mengganggu negosiasi-negosiasi sejauh mungkin. Sampai-sampai jika negosiasi itu mendekati untuk sampai pada solusi, maka Amerika merusaknya dengan aksi militer seperti serangan udara atau dengan cara delegasi Tobruk meminta penundaan atau tenggat… atau menggunakan tekanan ekonomi seperti yang terjadi terakhir ketika pemerintah Tobruk meminta perusahaan minyak nasional tidak mentransfer pendapatan minyak ke bank sentral. (Egypt Al-Arabiya – New York Times, 6 April 2015) Surat kabar tersebut menyebutkan dalam laporan di situsnya bahwa resolusi itu memperingatkan konsekuensi-konsekuensi mengerikan… dan semua masalah ini berpengaruh negatif pada kelanjutan negosiasi secara produktif.

Eropa paham masalah ini, bahwa Amerika bekerja untuk menggagalkan negosiasi. Karena itu, Eropa memilih utusan terpercayanya yaitu Bernardino Leon, dan dia pada asalnya adalah utusan Eropa. Dia berbeda dengan utusan PBB dalam isu-isu lainnya dimana mereka biasanya loyal kepada Amerika seperti utusan Sekjen PBB Jamal bin Omar di Yaman.

Bernardino Leon mulai bekerja keras untuk sampai ke solusi politik. Ambisinya adalah ingin menyelesaikan tugasnya pada masa tugas pertamanya yang diputuskan akan berakhir pada akhir April 2015 sebelum diperpanjang sesuai Resolusi Dewan Keamanan nomor 2213 sampai 15 September 2015. Leon mengatur negosiasi-negosiasi yang masif diantara pihak-pihak Libya di Maroko dan Aljazair, dan sebelumnya di Libya dan Jenewa untuk sampai ke solusi yang mengakhiri krisis pemerintahan di Libya. Ia dengan cepat menjalankan urusannya untuk mengakhirinya pada masa penugasan pertamanya. Negosiasi itu dimulai di Jenewa dan dipindahkan ke Libya dan berikutnya ke Maroko dan Aljazair lalu kembali lagi diselenggarakan di Maroko. Pada putaran negosiasi Maroko Kamis 12/3/2015, anggota parlemen Tobruk meminta agar kelanjutan diskusi politik ditunda seminggu lagi yakni ditunda ke Kamis 19/3/2015 untuk konsultasi lebih banyak.

Muhammad Sharif, salah seorang anggota parlemen Tobruk mengatakan, “Kami ingin tenggat waktu minimal satu minggu dan setelahnya pihak-pihak kembali dan semua dokumen ini telah dikaji.” Ia menambahkan, “Negosiasi seputar pemerintahan nasional, pengaturan keamanan dan komite konstitusi belum lengkap.” Kepala misi PBB, Bernardino Leon, bertemu dengan anggota Konggres Nasional di Tripoli dan beberapa anggota parlemen Tobruk. Mereka bersikeras meminta penundaan itu. Lalu Leon menyetujui penundaan negosiasi yang akan dituan-rumahi oleh Maroko diantara pihak-pihak Libya ke Kamis 19/3/2015 sebagai masa menentukan untuk sampai ke pemerintahan persatuan nasional dan membawa Libya keluar dari krisis.

Leon memfokuskan perhatiannya untuk menghasilkan solusi politik secepat mungkin. Ia “Menegaskan bahwa PBB berpandangan bahwa solusi satu-satunya di Libya adalah solusi politik, dan tidak ada solusi militer di sana.” “Sebab Libya tidak punya waktu lagi. Situasi lapangan bertambah kritis.” (Radio Sawa Amerika, 13/3/2015). Pada 16/3/2015 dikeluarkan pernyataan bersama dari Uni Eropa yang memperingatkan kegagalan negosiasi. Di dalam pernyataan bersama itu dinyatakan, “Kegagalan dalam mencapai kesepakatan politik akan menjerumuskan persatuan Libya ke dalam ancaman… hanya dengan mencapai kesepakatan untuk membentuk pemerintahan persatuan nasional dan pengaturan keamanan yang berhubungan, maka Uni Eropa akan siap memperkuat dukungannya untuk Libya.” (Kantor Berita Jerman, 16/3/2015) Ini memperlihatkan sejauh mana perhatian Eropa terhadap kelanjutan negosiasi pada waktu dimana Amerika dan Haftar tidak memberi perhatian pada negosiasi seperti tingkat perhatian mereka untuk merealisasi capaian-capaian di lapangan agar mereka bisa menjadi satu pihak di dalam negosiasi dan memaksakan diri mereka dengan kuat di dalamnya.

Karena itu, pada waktu berlangsungnya negosiasi-negosiasi itu, Haftar terus melakukan aksi militer. Ia menyatakan kepada AFP pada 17/3/2015, yakni dua hari sebelum tanggal yang diusulkan untuk melanjutkan negosiasi, ia menyatakan, “Aksi-aksi militer di Benghazi akan berakhir sebelum pertengahan bulan depan.” Artinya, ia tidak peduli dengan negosiasi saat ini, tidak peduli untuk mencapai solusi, dan tidak peduli kepada pembentukan pemerintahan, akan tetapi ia terus melanjutkan aksi-aksi militernya… Jelas dari hal itu, seperti yang sudah kami katakan di atas, bahwa Eropa konsern dengan kesuksesan negosiasi dan memperingatkan kegagalan negosiasi. Sedangkan Amerika melalui lisan Haftar tidak memperhatikannya seolah-olah masalah itu tidak penting baginya! Hal itu tercermin dalam jalannya negosiasi. Tanggal yang diputuskan untuk dilakukan pembicaraan di Maroko yakni tanggal 19/3/2015 ditunda menjadi tanggal 20/3/2015, dan begitulah diselenggarakan dan ditunda…! Pada Kamis 26/3/2015 situs berita Sky News Arabic melansir berita berikut, “Pihak-pihak dialog Libya pada Kamis sore menutup putaran ketiga di resort wisata Sekheirat Maroko, dengan kesimpulan akan dilanjutkan kembali sepuluh hari kemudian sesuai penegasan pejabat di parlemen Tobruk yang diakui secara internasional”. Jelas dari semua itu bahwa negosiasi ditunda-tunda dan diundur-undur! Meski demikian, negosiasi tidak diselenggarakan sepuluh hari setelah itu! Akibat hal itu, Uni Eropa memperlihatkan kerisauannya. Situs Bawâbah al-Wasath (http://www.alwasat.ly/ar/news/libya/69818/) pada 10/4/2015 dengan judul “Eropa menyelamatkan Leon” melansir hal berikut: “Dalam indikasi atas upaya jelas untuk meniup spirit dalam tugas Leon yang terganggu, perwakilan tinggi politik luar negeri Eropa, Federica Mogherini, di dalam keterangan yang dilansir oleh kantornya di Brussels pada hari Jumat, tersirat bahwa ia mengharapkan dilanjutkannya dialog Libya dalam beberapa hari ke depan meski ia tidak menentukan kapan tanggalnya… dan dalam dukungan yang jelas untuk Leon, Mogherini memperingatkan dari yang ia deskripsikan “Orang-orang yang terus bekerja untuk menyabot negosiasi Libya”… Uni Eropa khawatir, kemajuan pasukan Libya di bagian barat Libya bisa saja melahirkan kesetaraan kekuatan baru di lapangan yang membuat peran Eropa dalam menyelesaikan krisis menjadi “peran yang tidak ada gunanya”. Jelas dari semua itu bahwa Mogherini menunjuk pada Amerika dan Haftar serta para pengikutnya…

Begitulah, negosiasi politik yang berlangsung ditarik-tarik oleh pihak-pihak yang berbeda kepentingan dan tujuan…

Keempat: adapun kemungkinan yang ada dari negosiasi-negosiasi ini maka itu tidak lebih dari permainan dalam waktu ekstra, berdiri dan duduk, sampai negara-negara yang menggerakkan bola di lapangan permainan, baik dari dekat atau jauh, bersepakat. Negara-negara itu tidak peduli berapa panjangnya pertandingan… selama darah yang tertumpah itu megalir dari kaum Muslimin dan musibah-musibah yang menimpa adalah menimpa kaum Muslimin. Sesungguhnya orang-orang kafir penjajah tidak memelihara hubungan dan tidak mengindahkan perjanjian dengan orang-orang mukmin. Isu apa saja milik kaum Muslimin yang terjatuh di tangan mereka (kafir penjajah) maka mereka bunuh dengan disembelih dan dibantai. Mereka itu seperti yang telah difirmankan oleh Allah yang Mahakuat lagi Maha Perkasa:

﴿هُمُ الْعَدُوُّ فَاحْذَرْهُمْ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ﴾

Mereka itulah musuh (yang sebenarnya) maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)?” (TQS al-Munafiqun [63]: 4)

Begitulah, permasalahan Libya selama berada di tangan kaum kafir penjajah dan kelompok mereka maka akan terus menjadi krisis sampai salah satu pemain internasional bisa mengalahkan yang lain, yakni Amerika atau Eropa menang atau bobot salah satu dari keduanya lebih berat dan bisa memaksakan pandangannya terhadap yang lain atau keduanya sepakat atas solusi dimana Amerika punya bagian yang minimal sebanding dengan bagian Eropa. Sementara Libya dan warga Libya sedikitpun tidak akan pernah mendapat kebaikan dari orang-orang zalim kafir.

Permasalahan-permasalahan kaum Muslimin bisa diselesaikan dengan tangan-tangan kaum Muslimin sendiri dan bukan dengan tangan musuh-musuh mereka. Solusi itu mudah dan gampang bagi orang yang diberi kemudahan oleh Allah. Senjatanya adalah ikhlas karena Allah baik dikala sendirian maupun bersama orang, dan jujur kepada Rasulullah saw dalam ucapan dan perbuatan. Pada saat itu para negosiator akan melihat bahwa mereka di depan negeri islami yang punya akar panjang sejak pembebasan Islami pada masa al-khalifah ar-rasyid Umar bin al-Khaththab ra. Seluruh penduduknya adalah muslim. Penyelesaian permasalahannya ada di dalam kitabullah SWT dan sunnah Rasulullah saw, tanpa ada hubungannya dengan kaum kafir penjajah.

﴿وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا﴾

“dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.” (TQS an-Nisa’ [4]: 141)

Sungguh umat islam penuh dengan para pemikir yang sadar, bertakwa lagi bersih, maka kembalilah kepada mereka dan jangan kembali kepada musuh-musuh Allah.

﴿وَلَا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ أَوْلِيَاءَ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ﴾

“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.” (TQS Hud [11]: 113)

 

Saya tutup dengan apa yang telah kami katakan dalam jawaban kami sebelumnya: Sungguh menyedihkan negeri kaum muslimin yang dahulu menjadi titik tolak futuhat dan penyebaran Islam yang mengusung keadilan dan kebaikan ke seluruh penjuru dunia… negeri ini justru menjadi medan perang yang di situ kaum kafir penjajah berlomba membunuh kita dan merampok kekayaan kita… Mereka tertawa terbahak-bahak pada setiap tetes darah yang mengalir dari kita, bukan dengan tangan mereka saja, akan tetapi dengan tangan-tangan antek mereka diantara anak-anak generasi kita!

Kaum kafir penjajah adalah musuh-musuh kita. Maka tidak aneh mereka mengerahkan usaha dalam memerangi kita. Adapun bergabung dengan mereka kelompok orang Libya, sebagian loyal kepada Amerika dan sebagian lain loyal kepada Eropa, kemudian mereka saling berperang diantara mereka, perang bukan demi Islam dan meninggikan kalimat Allah, akan tetapi demi kepentingan kaum kafir penjajah… Sungguh salah satu dosa besar. Peperangan diantara kaum Muslimin merupakan kejahatan besar dalam Islam. Rasulullah saw bersabda:

«كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ، دَمُهُ، وَمَالُهُ، وَعِرْضُهُ»

“Setiap muslim terhadap muslim lainnya haram darah, harta dan kehormatannya.“ (HR Muslim dari Abu Hurairah ra)

 

Rasul saw bersabda:

«لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ»

“Sungguh lenyapnya dunia lebih sepele di sisi Allah dari terbunuhnya seorang Muslim.“ (HR an-Nasai dari Abdullah bin Amru)

 

Terakhir, Libya tidak pernah kosong dari pihak ketiga yang jujur dan mukhlis, perhatiannya adalah mengembalikan kebaikan dan keadilan ke Libya dengan penerapan berhukum kepada Islam di dalam kehidupan, negara dan masyarakat. Dan kami berharap dari kelompok ini agar berdiri menghadang para pengikut Eropa dan Amerika, dan menarik mereka kepada kebenaran dan menghentikan peperangan diantara mereka. Dan hendaknya mereka bersama-sama mengarahkan moncong senjatanya ke tengkuk musuh-musuh Islam dan kaum Muslimin, sehingga mereka membersihkan Libya dari semua kafir penjajah dan semua pengkhianat dan antek… Dan Libya kembali ke aslinya: titik tolak para pembebas, dan negeri para penghafal al-Quran al-Karim… benteng Islam yang terjaga dengan Islam dan penjaga Islam dengan daya dan kekuatan dari Allah.

﴿وَاللَّهُ غَالِبٌ عَلَى أَمْرِهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

“Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya.“ (TQS Yusuf [12]: 21)

 

22 Jumaduts Tsaniyah 1436 H

11 April 2015 M

http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_46066

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Close