Tanya Jawab

Kerasukan Setan (Massu asy-Syaythân), al-Hasad dan al-‘Ayn

بسم الله الرحمن الرحيم

Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-‘Alim Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir Atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau “Fiqhiyun”

Jawaban Pertanyaan:

Kerasukan Setan (Massu asy-Syaythân), al-Hasad dan al-‘Ayn

Kepada Muhammad ‘Adil Jamil al-Ghawliy

 

Soal:

Bismillahirrahmanirrahim…

Akhi yang dimuliakan dan terhormat Amir Hizbut Tahrir semoga Allah senantiasa menjaga Anda.

Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.

Allah SWT berfirman:

]وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَىٰ مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَٰكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّىٰ يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ وَمَا هُم بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنفَعُهُمْ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنفُسَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ[

“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir”. Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorang pun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui” (TQS al-Baqarah [2]: 102).

 

Di negeri kami tersebar dan banyak terjadi penyakit yang disebut kerasukan setan dan sebagiannya al-‘ayn dan sebagian yang lain sihir. Apakah sihir itu berkaitan dengan masuknya jin ke jasad? Apakah hal itu berpengaruh? Apakah pengobatannya dengan ruqyah syar’iyyah adalah benar? Atau hal itu merupakan klenik? Kami mohon penjelasan dari Anda dan semoga Allah memberi Anda balasan yang lebih baik.

Saudaramu Sayf Thayyib Muthahar al-Ghawliy – Yaman.

 

Jawab:

Wa’alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.

Pertanyaan Anda terdiri dari empat masalah: pertama, masalah apa yang disebut oleh masyarakat umum sebagai kerasukan setan. Kedua, tafsir ayat yang mulia tersebut dan penunjukannya terhadap sihir. Ketiga, masalah al-hasad dan al-’ayn. Dan keempat, bagaimana perlindungan dari semua itu apakah dengan rukyah atau sesuatu yang lain. Dan jawabannya adalah sebagai berikut:

Pertama, tafsir ayat yang mulia yang diklaim bahwa ayat itu menunjukkan atas kerasukan setan:

]الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَن جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ[

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya” (TQS al-Baqarah [2]: 275).

 

Berikut ini saya kutipkan seputar hal itu dari kitab at-Taysîr fî Ushûl at-Tafsîr:

[Firman Allah SWT ﴿الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا﴾ yakni mengambilnya (ya’khudzûnahu), dan itu berlaku umum mencakup semua bentuk pemanfaatan riba. Kata ﴿يَأْكُلُونَ﴾ digunakan di dalam al-Quran untuk menunjukkan dzamm (celaan).

﴿إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا﴾

Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).” (TQS an-Nisa’ [4]: 10)

﴿يَتَمَتَّعُونَ وَيَأْكُلُونَ كَمَا تَأْكُلُ الْأَنْعَامُ وَالنَّارُ مَثْوًى لَهُمْ﴾

Dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang. Dan jahannam adalah tempat tinggal mereka.(TQS Muhammad [47]: 12)

 

Dan demikian juga kata tersebut di dalam ayat ini untuk menyatakan celaan.

﴿لَا يَقُومُونَ ﴾

“tidak dapat berdiri

﴿إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ …﴾

“melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan” (TQS al-Baqarah [2]: 275)

 

Yakni bahwa mereka dibangkitkan dari kubur, berdiri seperti berdirinya orang yang kemasukan setan di dunia –yakni orang gila-. Hal itu adalah kehinaan untuk mereka pada hari itu dan itu merupakan indikasi (qarinah) bahwa larangan tersebut adalah larangan bersifat jazim (tegas) dari mengambil riba yang penegasan pengharamannya diulang-ulang di dalam ayat ini. ﴿مِنَ الْمَسِّ﴾ yakni gila. Dikatakan mussa ar-rajulu dan dia mamsûs jika dia gila. Dan al-khabthu adalah berdiri tidak tegak seperti berdiri sempoyongan.

Terdapat riwayat tentang tafsir:

﴿إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ …﴾

“melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan” (TQS al-Baqarah [2]: 275)

 

Dan yang rajih dari riwayat-riwayat itu adalah bahwa manusia ketika tertimpa penyakit gila membuat syaitan memiliki pengaruh lebih besar terhadapnya melalui bisikan-bisikannya, sehingga syaitan membuatnya mengkhayalkan banyak perkara yang menyebabkan orang gila itu sempoyongan.

Adapun ucapan bahwa syaitan lah yang merasukinya atau menyebabkan dia gila maka ayat tersebut tidak mengatakan demikian. Allah SWT tidak mengatakan “yatakhabbatuhu asy-syaitân bi al-massi yakni syaitan menimpakan padanya penyakit gila. Melainkan ayat tersebut mengatakan ﴿يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ﴾ yakni setan merasukinya dikarenakan penyakit gilanya. Artinya bahwa penyakit gila itu ada lebih dahulu dari kerasukan setannya.

Demikian juga pendapat bahwa dari bab al-kinâyah dan al-majaz sesuai uslub orang arab dalam penyebutan mereka atas orang yang kemasukan bahwa jin telah merasukinya yakni menimpakan gila padanya –mereka telah membentuk al-junûn dari al-jin- maka hal itu adalah marjuh (lemah) sebab tidak disengaja kepada makna al-kinâyah dan al-majâz kecuali jika terhalang makna al-haqîqah, sedangkan di sini makna al-haqîqah itu tidak terhalang. Jadi tidak terhalang setan membisiki orang yang gila dengan khayalan-khayalan yang membuatnya sempoyongan sehingga dikatakan takhabbathahu asy-syaythân ….

Sebagaimana saya tidak menelaah atas hadits shahih tentang tafsir ayat tersebut. Selama perkaranya demikian, yakni tidak ada haqiqah syar’iyah tentang tafsir ayat tersebut maka tetaplah kita menyengaja menggunakan kepada makna bahasa. Al-Quran diturunkan dengan bahasa arab. Maka kami temukan yang rajih apa yang kami katakan: bahwa permisalan mereka seperti orang yang kemasukan setan lantaran penyakit gila yakni disebabkan penyakit gila. Artinya bahwa penyakit gila itu mendahului kemasukan setan untuk seseorang itu. Jadi seseorang itu gila karena suatu sebab kemudian setan merasukinya dengan bisikan-bisikan dan khayalan-khayalan.

Jadi setan tidak merasuki seseorang yakni tidak membuatnya gila. Jika tidak niscaya ayat tersebut menyatakan “اَلَّذِيْ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ بِالْمَسِّ”, dan huruf al-ba’ memberikan faedah al-ilshâq yakni dengan penyakit gila artinya membuatnya gila. Dan pada waktu yang sama tidak boleh merujuk kepada makna al-kinâyah dan al-majâz sehingga memalingkan makna setan dari haqiyahnya sebab haqiqah tidak terhalang] selesai.

Begitulah, jadi setan tidak memasuki manusia sehingga menimpakan padanya penyakit gila. Jadi tidak ada kekuasaan setan atas manusia.

﴿ وَمَا كَانَ لِيَ عَلَيْكُمْ مِنْ سُلْطَانٍ …﴾

“Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku (setan) terhadapmu…” (TQS Ibrahim [14]: 22).

 

Allah SWT juga berfirman:

﴿إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ …﴾

“Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka …” (TQS al-Hijr [15]: 42).

 

Jadi setan tidak membuat gila manusia. Akan tetapi perbuatan setan adalah membisiki, dan berikutnya manusia memilih sikap terhadap bisikan tersebut menampiknya dan menolaknya dan sikap inilah yang benar, atau ia menjawab bisikan setan itu dan ini adalah kesesatan.

﴿فَمَاذَا بَعْدَ الْحَقِّ إِلَّا الضَّلَالُ

“Maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan“ (TQS Yunus [10]: 32).

 

Ini yang saya rajihkan dalam masalah ini, wallâh a’lam wa ahkam.

Kedua: ayat mulia yang dinyatakan di dalam pertanyaan di atas dan dalalahnya atas sihir. Kami telah menjawab masalah ini, dan saya kutipkan sebagian dari jawaban itu yang diperlukan untuk pertanyaan Anda sebagai berikut:

[Sihir adalah ilmu yang pelaksanaannya terjadi menggunakan lafazh-lafazh kufur dalam manteranya atau pelaksanaannya sehingga membuat Anda mengkhayalkan bahwa bentuk sesuatu yang ada di depan Anda menjadi bentuk lain, akan tetapi hakikat sesuatu itu tanpa berubah melainkan hanya semata khayalan. Yakni bahwa seandainya Anda pegang sesuatu itu maka akan Anda dapati sesuatu itu yang aslinya. Atau andai Anda analisis sesuatu itu secara laboratorium maka Anda akan dapati sesuatu yang aslinya. Jadi masalahnya adalah imajinasi (khayalan) tidak yang lain.

Dalil bahwa sihir itu terjadi dengan menggunakan lafazh-lafazh kufur dalam pelaksanaannya dan manteranya adalah mafhum firman Allah SWT:

﴿وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ

“Padahal Sulaiman tidak kafir” (TQS al-Baqarah [2]: 102).

 

Yakni Sulaiman tidak melakukan sihir. Jadi penggunaan secara majaz kata “kafara” dengan makna sihir menunjukkan bahwa sihir terjadi dengan ucapan-ucapan atau perbuatan-perbuatan kufur. Karena itu, siapa yang melakukan sihir dia (bisa) dikafirkan. Ini ditegaskan oleh firman Allah setelahnya:

﴿وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ

“Akan tetapi syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia” (TQS al-Baqarah [2]: 102).

 

Atas dasar itu maka tukang sihir adalah kafir. Dan dalam Islam seorang muslim yang mengerjakan sihir, maka dia murtad dan dibunuh oleh negara karena kemurtadannya.

Adapun dalil bahwa apa yang ditampakkan oleh penyihir adalah tidak hakiki, melainkan hanya imajinasi/khayalan adalah firman Allah SWT:

﴿سَحَرُوا أَعْيُنَ النَّاسِ﴾ [الأعراف: 116]

“mereka menyulap mata orang “ (TQS al-A’raf [7]: 116).

﴿يُخَيَّلُ إِلَيْهِ مِنْ سِحْرِهِمْ أَنَّهَا تَسْعَى﴾ [طه: 66]

“terbayang kepada Musa seakan-akan ia merayap cepat, lantaran sihir mereka” (TQS Thaha [20]: 66).

 

Yakni tongkat itu tetap tongkat sesuai hakikatnya, akan tetapi tampak bagi pandangan orang yang melihatnya sebagai ular yang merayap. Artinya hakikatnya tidak berubah menjadi hakikat lain yang baru, dengan makna sihir itu tidak menghilangkan hakikat pertama dan membentuk hakikat baru sebagai gantinya. Atas dasar itu seandainya orang memegang ular yang tampak dari tongkat, maka dia akan mendapatinya tongkat dan seandainya dia menganalisisnya secara laboratorium dia akan mendapatinya susunan tongkat yang sama yang dilemparkan dan diimajinasikan kepada kita bahwa itu adalah ular yang merayap. Karena itu, para tukang sihir ketika melemparkan tongkat, mereka melihatnya sebagai sebuah tongkat. Akan tetapi mereka menyihir mata orang sehingga melihatnya seperti ular. Ketika Musa as melemparkan tongkatnya, para tukang sihir melihatnya sebagai ular beneran dan bukan tongkat. Lalu ular itu menelan tongkat-tongkat mereka dan menghilangkan hakikatnya secara final. Karena itu, mereka paham bahwa ini bukanlah sihir, sebab sihir tidak menghilangkan hakikat sesuatu. Mereka mengetahui bahwa yang terjadi bukanlah sihir, melainkan sesuatu yang benar dari Rabb semesta alam seperti yang dikatakan oleh Musa as. Karena itu, mereka pun beriman dengan keimanan yang menakjubkan.

Ringkasnya, seandainya Anda punya kursi kemudian datang kepada Anda seorang laki-laki dan berdiri jauh dari kursi tersebut dan dia berkata kepada Anda, “Sekarang saya akan melakukan mantera dan kalimat-kalimat dan langkah-langkah dan saya jauh dari kursi itu, lalu saya buat Anda melihatnya berupa sofa, kemudian dia mulai membaca kalimat-kalimat yang di dalamnya ada kekufuran dan setelah itu terimajinasikan pada Anda bahwa kursi itu sofa tanpa berubah hakikat kursi tersebut. Yakni andai Anda memegang kursi tersebut tidak akan Anda dapati sebagai sofa akan tetapi akan Anda dapati sebuah kursi. Jika dia melakukan perkara ini tanpa mengubah hakikat dan dengan mantera-mantera yang di dalamnya ada kalimat-kalimat kufur dan sesuatu itu tetap itu juga melainkan terimajinasikan pada Anda bahwa itu sesuatu yang lain, maka laki-laki itu adalah penyihir dan bisa menjadi kafir.

Adapun jika dia melakukan aktivitas teknik yang mengelabuhi, seperti dia memegang handuk dan burung pipit, dan meletakkan keduanya bersama kemudian dia melakukan gerakan tertentu sehingga dia menyembunyikan burung pipit dan memperlihatkan kepada Anda handuk; kemudian dia berkata kepada Anda, “Handuk ini akan saya ubah menjadi burung pipit” kemudian dia menggumamkan kata-kata lalu memperlihatkan burung pipit yang sebenarnya, maka ini bukanlah sihir melainkan aktivitas teknik. Burung pipit itu ada, lalu dia menyembunyikannya dari Anda dengan teknik tertentu, kemudian dia memperlihatkannya. Dengan ungkapan lain, burung pipit dan handuk, keduanya ada pada dia. Lalu dia menyembunyikan burung pipit sekali dan menampakkan handuk, kemudian dia menyembunyikan handuk sekali lagi dan menampakkan burung pipit. Artinya handuk dan burung pipit itu ada bersama dia dalam bentuk barang yang sebenarnya, lalu dia melakukan aktivitas mengelabuhi bersifat teknis… Atau seperti dia menunjukkan sebuah kotak dan meletakkannya di atas cekungan tanpa memperlihatkan cekungan itu kepada Anda, kemudian seseorang masuk ke dalam kotak tersebut di depan Anda dan dia mengatakan kepada Anda, “Saya akan memotong kotak ini menjadi dua dan orang ini akan keluar dari kotak tersebut dalam keadaan hidup”. Ketika orang itu masuk ke dalam kotak, ia turun ke cekungan lalu pesulap memotong kotak menjadi dua dan tidak mengenai orang yang ada di cekungan dan setelah itu dia keluar dalam keadaan selamat tidak ada sesuatupun padanya. Ini bukanlah sihir melainkan tipuan menggunakan aktivitas teknik. Jadi laki-laki itu masuk ke dalam kotak dan turun ke cekungan, kemudian naik kembali … Atau di dalam kotak itu ada beberapa ruang, lalu orang itu masuk di dalam salah satunya dan pemotongan terjadi pada ruang yang lain… Begitulah, ini bukanlah sihir akan tetapi teknik mengelabuhi.

Adapun para penipu dan pembohong yang tidak mampu memperlihatkan sesuatu bukan pada hakikatnya, dan tidak bisa mengelabuhi orang dengan aktivitas-aktivitas teknik, akan tetapi mereka mengklaim mengetahui yang ghaib dengan membuka kitab atau cangkir, atau aktivitas jimat atau perbuatan menyimpang, seperti mengatakan bahwa dia berbicara dengan jin atau melihatnya, dan kebohongan semacam itu, maka ini bukan sihir melainkan penipuan dan kebohongan. Mereka melakukan keharaman yang hukumannya adalah ta’zir. Hukumannya makin keras sesuai dharar yang mereka adakan.

Adapun sihir dengan maknanya yang telah kami sebutkan di awal, yakni menggunakan kata-kata kufur dan membaca mantera yang di dalamnya ada lafazh-lafazh kufur … dan membuat Anda melihat sesuatu bukan pada hakikatnya melainkan diimajinasikan sesuatu yang lain, sementara hakikat tidak berubah…, sihir semacam ini hampir-hampir sudah punah. Sebab faktanya hari ini hampir tidak ada dengan makna ini. Ini di samping bahwa hukuman tukang sihir adalah dibunuh. Daulah Islamiyah telah berlalu berabad-abad sehingga hampir-hampir menghapus mereka (para tukang sihir)… Karena dua perkara ini: (hampir tidak ada faktanya lagi, dan hampir dihapus dengan hukuman) kami katakan bahwa ilmu ini (ilmu sihir) hampir punah] selesai.

Perlu diketahui bahwa tukang sihir yang menggunakan kalimat-kalimat kufur dalam sihirnya dan dia dikafirkan karena sihir ini, hukumannya adalah seperti yang ada di kitab tafsir surat al-Baqarah yang telah disebutkan:

(Hukuman tukang sihir –seperti yang telah kami jelaskan- adalah hukuman orang murtad. Tukang sihir itu adalah kafir berdasarkan makna yang disebutkan sebelumnya. Para sahabat telah menghukum tukang sihir dengan hukuman bunuh… Aktivitas semisal itu yakni hukuman bunuh atas tukang sihir, telah terjadi pada masa Umar ra. Jadi itu merupakan ijmak dari para sahabat; sebab itu merupakan hukum yang serius yang terjadi dan diketahui oleh para sahabat tanpa ada pengingkaran. Imam Ahmad telah mengeluarkan dari Sufyan dari jalur Ja’u bin Mu’awiyah, pamannya Ahnaf bin Qays, ia berkata:

أَتَانَا كِتَابُ عُمَرٍ قَبْلَ مَوْتِهِ بِسَنَةٍ أَنْ اُقْتُلُوْا كُلَّ سَاحِرٍ وَرُبَمَا قَالَ سُفْيَانُ وَسَاحِرَةٍ

Datang kepada kami surat Umar setahun sebelum wafatnya “bunuhlah setiap tukang sihir laki-laki –dan mungkin Sufyan berkata- dan tukang sihir perempuan”.

 

Adapun apa yang kami sebutkan berupa aktivitas-aktivitas teknik tersembunyi yang orang-orang tertipu jika tidak dijelaskan kepada mereka, dan penipuan serta kebohongan para sekh maka pelakunya dihukum dengan hukuman ta’zir sesuai dharar yang ditimpakan terhadap orang yang ditipu di antara orang yang bermuamalah dengannya. Dan sudah diketahui bahwa hukuman ta’zir dalam Islam bisa mencapai hukuman dibunuh sesuai jenis kejahatan yang dilakukan.

Perbedaan antara pembunuhan sebagai had dan pembunuhan sebagai ta’zir, adalah untuk jenis pertama (had) dia dihukumi murtad. Dia tidak dishalatkan dan tidak dikuburkan di pekuburan kaum Muslim. Sedangkan yang kedua (ta’zir) dia adalah muslim yang fasiq atau fajir sesuai jenis kejahatannya. Dia tetap dishalatkan dan dikubur di pekuburan kaum Muslim) selesai.

Dan untuk faedah saya kutipkan sebagian pendapat mazhab yang dinyatakan di sebagian tafsir:

– Tafsir Ibnu Katsir editor Salamah (I/371):

[ Firman Allah SWT:

]وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَىٰ مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَٰكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّىٰ يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ وَمَا هُم بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنفَعُهُمْ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنفُسَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ[

“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir”. Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui” (TQS al-Baqarah [2]: 102).

 

Pasal: Mereka berbeda pendapat tentang orang yang mempelajari sihir dan menggunakannya. Abu Hanifah, Malik dan Ahmad berkata: dengan itu dia kafir. Dan diantara sahabat Abu Hanifah ada yang mengatakan: jika dia mempelajarinya untuk membentengi diri atau untuk menjauhinya maka dia tidak kafir, sedangkan orang yang mempelajarinya dengan meyakini kebolehannya atau dia memanfaatkannya maka dia kafir. Demikian juga orang yang meyakini bahwa setan melakukan untuknya apa yang dia sukai maka dia kafir. Asy-Syafi’iy rahimahullah berkata: jika dia mempelajari sihir, maka kami katakan padanya: jelaskan kepada kami sihir Anda. Jika dia menjelaskan apa yang mewajibkan kufur … maka dia kafir. Jika tidak mewajibkan kufur, tapi meyakini kebolehan sihir, maka dia kafir.

Ibnu Hubairah berkata: apakah dia dibunuh semata melakukan atau menggunakan sihir? Malik dan Ahmad berkata: ya benar. Asy-Syafi’iy dan Abu Hanifah berkata: tidak. Adapun jika dengan sihirnya dia membunuh orang, maka dia dibunuh menurut pendapat Malik, asy-Syafi’iy dan Ahmad. Abu Hanifah berkata: tidak dibunuh sampai hal itu berulang darinya atau dia mengakui hal itu tentang seseorang tertentu. Dan jika dia dibunuh maka dia dibunuh sebagai hadd menurut mereka semua kecuali asy-Syafi’iy. Asy-Syafi’iy berkata: dia dibunuh –dan kondisi ini- sebagai qishash] selesai.

Tafsîr al-Qurthubi (II/47):

[ Kesebelas – dan para fukaha berbeda pendapat tentang hukum tukang sihir muslim dan dzimmi. Malik berpendapat bahwa seorang muslim jika melakukan sihir sendiri menggunakan kata-kata maka dia menjadi kafir, dia dibunuh dan tidak diminta bertaubat dan tidak diterima taubatnya, sebab itu merupakan perkara yang tersembunyi seperti zindiq… dan karena Allah SWT menyebut sihir sebagai kafir dengan firman-Nya:

﴿وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ

“sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir” (TQS al-Baqarah [2]: 102).

 

Dan itu adalah pendapat Ahmad bin Hanbal, Abu Tsawr, Ishaq, asy-Syafi’iy dan Abu Hanifah.

Dan diriwayatkan pembunuhan tukang sihir dari Umar, Utsman, Ibnu Umar, Hafshah, Abu Musa, Qays bin Sa’ad dan dari tujuh orang tabi’in…

Ibnu al-‘Arabiy berkata: (… Allah SWT telah menjelaskan gamblang di kitab-Nya bahwa tukang sihir adalah kafir. Allah SWT berfirman: “ wa mâ kafara sulaymânu –padahal Sulaiman tidak kafir-“ dengan ucapan sihir, “walakin asy-syayâthîna kafarû –akan tetapi setan-setan lah yang kafir-“ dengan mengajarkannya. Harut dan Marut berkata “innamâ nahnu fitnatun falâ takfur – Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir-“ dan ini merupakan penegasan untuk penjelasan] selesai.

Ketiga: al-‘ayn dan al-hasad: kami telah menjawab masalah ini sebelumnya dan saya kutipkan darinya apa yang diperlukan untuk pertanyaan Anda sebagai berikut:

[ Al-hasad adalah mengharapkan hilangnya kenikmatan orang yang dihasadi. Dan al-‘ayn dalam bab ini yang dimaksudkan adalah: mengarahkan tatapan mata (ishâbatu bi al-‘ayn) yang pelakunya disebut ‘â`inan. Dikatakan ‘antu ar-rajula: aku menatapnya dengan kedua mataku. Jadi aku ‘â`in dan dia ma’în dan ma’yûna.

Dan keduanya berserikat –al-hasad dan al-‘ayn– dalam pengaruh yang membahayakan untuk orang yang dihasadi atau al-ma’yûn, tetapi keduanya berbeda dalam bagaimana al-hasad dan al-‘ayn. Al-hâsid (orang yang hasad) kadang dengki terhadap orang yang hadir di depannya, dan demikian pula yang tidak hadir. Adalah al-‘â`in maka dia tidak membahayakan kecuali orang yang dia lihat dengan kedua matanya, yakni yang hadir. Jadi al-hasad lebih umum dari al-‘ayn. Begitulah, maka memohon perlindungan dari hasad mencakup memohon perlindungan dari al-‘ayn. Adapun memohon perlindungan dari al-‘ayn maka itu adalah bagian dari al-hasad. Dan firman Allah SWT:

﴿قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ )١( مِن شَرِّ مَا خَلَقَ )٢( وَمِن شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ )٣( وَمِن شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ )٤( وَمِن شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ (5)

“Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh, dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki” (TQS al-Falaq [113]: 1-5).

 

Juga mencakup al-‘ayn. Dan ini termasuk balaghah dan kemukjizatan al-Quran.

Adapun bagaimana terjadi dharar pada al-mahsûd (orang yang dihasad) dan al-ma’yûn maka masalah tersebut di sini ada dua sisi:

Pertama, al-hâsid (orang yang hasad) dan al-‘â`in (orang yang menatap) yang mengharapkan hilangnya kenikmatan dari orang yang dia hasadi dan dari orang yang ia tatap, maka dia berdosa dan azabnya pedih. Allah SWT telah memerintahkan kita untuk memohon perlindungan dari keburukannya sebagaimana kami jelaskan di atas.

Adapun orang yang dihasadi (al-mahsûd) dan orang yang ditatap (al-ma’yûn) maka dharar yang terjadi padanya dari al-hasad dan al-‘ayn adalah dalam bab cobaan (balâ’) seperti sakit yang menimpanya. Maka dia membentengi diri dari cobaan ini dengan wasilah-wasilah dan uslub-uslub yang kami jelaskan berikutnya.

Dalam hal ini, al-hasad kadang datang dengan makna majazi, yakni seseorang mengharapkan tercapainya semisal kenikmatan yang ada pada orang yang diberi kenikmatan itu tanpa mengharap hilangnya kenikmatan itu dari orangnya. Maka tidak apa-apa seseorang melihat laki-laki yang hafal al-Quran lalu dia berharap agar semisal orang itu, atau dia melihat orang banyak sedekah karena Allah, lalu dia berharap menjadi semisal orang itu. Imam al-Bukhari telah mengeluarkan di Shahîh-nya dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda:

«لاَ حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ عَلَّمَهُ اللَّهُ القُرْآنَ، فَهُوَ يَتْلُوهُ آنَاءَ اللَّيْلِ، وَآنَاءَ النَّهَارِ، فَسَمِعَهُ جَارٌ لَهُ، فَقَالَ: لَيْتَنِي أُوتِيتُ مِثْلَ مَا أُوتِيَ فُلاَنٌ، فَعَمِلْتُ مِثْلَ مَا يَعْمَلُ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَهُوَ يُهْلِكُهُ فِي الحَقِّ، فَقَالَ رَجُلٌ: لَيْتَنِي أُوتِيتُ مِثْلَ مَا أُوتِيَ فُلاَنٌ، فَعَمِلْتُ مِثْلَ مَا يَعْمَلُ»

“Tidak (boleh) ada hasad kecuali dalam dua hal: laki-laki yang Allah ajarkan padanya al-Quran lalu dia membacanya di malam dan siang dan tetangganya mendengarnya lalu berkata: andai aku diberi semisal apa yang diberikan kepada Fulan dan aku berbuat seperti apa yang dia perbuat”. Dan laki-laki yang Allah beri harta dan dia menghabiskannya di dalam kebenaran, lalu seorang laki-laki berkata: “andai aku diberi semisal apa yang diberikan kepada Fulan dan aku berbuat semisal apa yang dia perbuat”. ] selesai.

 

Keempat: adapun bagaimana membentengi diri dari al-‘ayn, al-hasad dan sihir:

1- Al-‘Ayn dan al-hasad, maka hal itu dengan berbagai perkara yang ditunjukkan oleh dalil-dalil syara’:

  1. Bertaqarrub kepada Allah SWT dengan ibadah, doa dan membaca al-Quran. Demikian juga dengan tawakkal kepada Allah… Allah SWT berfirman:

﴿وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِين

“Dan Kami turunkan dari al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman… “ (TQS al-Isra’ [17]: 82).

 

Dan Allah SWT berfirman:

﴿وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya…” (TQS ath-Thalaq [65]: 3).

 

  1. Memohon perlindungan kepada Allah dari kejahatan manusia dan jin dan memohonkan perlindungan untuk anak-anak dan keturunan dan membaca surat al-Falaq dan an-Nas:

«كان النَّبيُّ صلى الله عليه وسلم يَتعَوَّذُ مِن عَينِ الجانِّ وعَينِ الإِنْسِ، فلَمَّا نَزلَتِ المُعوِّذتانِ أَخَذَ بهما وتَركَ ما سِوَى ذلكَ». أخرجه النَّسائيُّ، وابنُ ماجه، وصحَّحه الألبانيُّ

“Nabi saw memohon perlindungan dari mata jin dan mata manusia, dan ketika turun al-mu’awidzatayn (surat al-Falaq dan an-Nas) Beliau menggunakan keduanya dan meninggalkan yang lainnya” (HR an-Nasai dan Ibnu Majah, dinilai shahih oleh al-Albani).

 

Ucapan:

«أَعُوذُ بِكَلِماتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِن شَرِّ ما خَلَقَ» رواه مسلم

“Aku memohon perlindungan dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan apa yang diciptakan” (HR Muslim).

: «بِسْمِ اللهِ الَّذِي لا يَضُرُّ معَ اسْمِهِ شَيْءٌ في الأرضِ ولا في السَّماءِ وَهُوَ السَّمِيعُ العَلِيمُ» رواه أبو داود والترمذي

“Dengan asma Allah yang tidak ada yang memudharatkan bersama asma-Nya sesuatupun di bumi dan tidak pula yang di langit dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi).

 

– Dari Ibnu Abbas ra ia berkata: Nabi saw memohonkan perlindungan atas al-Hasan dan al-Husain da beliau bersabda:

«إِنَّ أَبَاكُمَا كَانَ يُعَوِّذُ بِهَا إِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لامَّةٍ» رواه البخاري

“Sesungguhnya bapak kalian berdua dahulu memohonkan perlindungan untuk Ismail dan Ishaq dan aku memohon perlindungan dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari semua setan dan binatang berbisa dan semua mata yang menimpakan keburukan” (HR al-Bukhari).

 

  1. Ruqyah syar’iyah ketika tertimpa penyakit:

– Dari Abu Sa’id bahwa Jibril datang kepada Nabi saw dan berkata:

«يَا مُحَمَّدُ اشْتَكَيْتَ فَقَالَ نَعَمْ قَالَ بِاسْمِ اللَّهِ أَرْقِيكَ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ يُؤْذِيكَ مِنْ شَرِّ كُلِّ نَفْسٍ أَوْ عَيْنِ حَاسِدٍ اللَّهُ يَشْفِيكَ بِاسْمِ اللَّهِ أَرْقِيكَ» رواه مسلم

“Ya Muhammad engkau mengadu, maka beliau menjawab: benar. Jibril berkata: dengan asma Allah aku meruqyahmu dari segala yang menyakitkanmu berupa keburukan setiap jiwa atau mata yang hasud. Allah menyembuhkanmu dengan asma Allah aku meruqyahmu” (HR Muslim).

 

– Dari Aisyah ra ia berkata:

«أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَوْ أَمَرَ أَنْ يُسْتَرْقَى مِنْ الْعَيْنِ» رواه البخاري

“Rasulullah saw memerintahkanku atau memerintahkan agar beliau diruqyah dari al-‘ayn” (HR al-Bukhari).

 

Dan Allah SWT adalah yang menjaga dari awal hingga akhir (awwalan wa akhiran):

﴿وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ وَإِنْ يَمْسَسْكَ بِخَيْرٍ فَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِير

“Dan jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu” (TQS al-An’am [6]: 17).

 

  1. Berkaitan dengan sihir:

Adapun bagaimana membentengi diri dari sihir jika terjadi, dan seperti yang kami katakan sebelumnya, sihir hampir-hampir berakhir, dan apa yang terjadi adalah lebih dekat kepada penipuan dan kebohongan yang tidak berpengaruh pada sesuatu kecuali pada orang yang lemah akal, dan kita berlindung kepada Allah dari hal itu:

Maka perlindungan diri adalah seperti yang kami sebutkan tentang perlindungan diri dari al-hasad dan al-‘ayn di atas dan ditambah lagi dengan apa yang ada di hadits tentang membaca surat al-Baqarah, di dalamnya ada kebaikan yang banyak, khususnya memutus pengaruh apapun yang terjadi dari sihir jika terjadi… Imam Muslim telah meriwayatkan di dalam Shahîh-nya, ia berkata: telah menceritakan kepada al-Hasan bin Ali al-Hulwaniy, telah menceritakan kepada kami Abu Tawbah dia adalah ar-Rabi’ bin Nafi’, telah menceritakan kepada kami Mu’awiyah yakni ibnu Sallam dari Zaid bahwa dia mendengar Abu Sallam mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abu Umamah al-Bahili, ia berkata:

«سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لِأَصْحَابِهِ اقْرَءُوا الزَّهْرَاوَيْنِ الْبَقَرَةَ وَسُورَةَ آلِ عِمْرَانَ فَإِنَّهُمَا تَأْتِيَانِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَأَنَّهُمَا غَمَامَتَانِ أَوْ كَأَنَّهُمَا غَيَايَتَانِ أَوْ كَأَنَّهُمَا فِرْقَانِ مِنْ طَيْرٍ صَوَافَّ تُحَاجَّانِ عَنْ أَصْحَابِهِمَا اقْرَءُوا سُورَةَ الْبَقَرَةِ فَإِنَّ أَخْذَهَا بَرَكَةٌ وَتَرْكَهَا حَسْرَةٌ وَلَا تَسْتَطِيعُهَا الْبَطَلَةُ» قَالَ مُعَاوِيَةُ بَلَغَنِي أَنَّ الْبَطَلَةَ السَّحَرَةُ

Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “bacalah al-Quran maka dia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafa’at untuk yang membacanya. Bacalah az-Zuhrawayn surat al-Baqarah dan Ali Imran karena keduanya akan datang pada hari kiamat seolah-olah dua gumpal awan atau dua gumpal mendung atau dua kelompok burung yang menolak neraka dari yang membacanya. Bacalah surat al-Baqarah karena mengambilnya adalah berkah dan meninggalkannya adalah kerugian dan al-bathalah (sihir) tidak mencapainya”.

Mu’awiyah berkata, telah sampai kepadaku bahwa al-bathalah adalah tukang sihir) selesai.

Dan perlindungan terbaik adalah iman bahwa Allah SWT adalah yang menjaga sejak awal hingga akhir (awwalan wa akhiran).

﴿وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ وَإِنْ يَمْسَسْكَ بِخَيْرٍ فَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِير

“Dan jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu” (TQS al-An’am [6]: 17).

 

Dan pada penutup, tidak layak seorang muslim gelisah karena perkara semisal ini. Sebaliknya dia menunaikan berbagai kewajiban dan memperbanyak taqarrub kepada Allah dengan dzikir, doa dan amal-amal sunnah… dan dia yakin dengan penjagaan Allah SWT dan bahwa Allah SWT bersama hamba-Nya… Ada hadits shahih dari Rasulullah saw:

Al-Hakim telah meriwayatkan di al-Mustadrak dari Abu ad-Darda’ ra, ia berkata: aku mendengar Rasulullah saw bersabda:

«إِنَّ اللَّهَ يَقُولُ: أَنَا مَعَ عَبْدِي إِذَا هُوَ ذَكَرَنِي وَتَحَرَّكَتْ بِي شَفَتَاهُ» وقال «هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحُ الْإِسْنَادِ، وَلَمْ يُخَرِّجَاهُ»

“Sesungguhnya Allah berfirman: “aku bersama hamba-Ku jika dia mengingatku dan kedua bibirnya bergerak karena-Ku” (al-Hakim berkata: hadits shahih sanadnya meski keduanya (al-Bukhari dan Muslim) tidak mengeluarkannya).

Imam al-Bukhari telah mengeluarkan dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Rasulullah saw bersabda:

«إِنَّ اللَّهَ قَالَ: مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالحَرْبِ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ: كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا، وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ، وَمَا تَرَدَّدْتُ عَنْ شَيْءٍ أَنَا فَاعِلُهُ تَرَدُّدِي عَنْ نَفْسِ المُؤْمِنِ، يَكْرَهُ المَوْتَ وَأَنَا أَكْرَهُ مَسَاءَتَهُ»

“Sesungguhnya Allah SWT berfirman: “siapa yang memusuhi wali-Ku maka sungguh Aku telah mengumumkan perang terhadapnya. Dan tidaklah hamba-Ku bertaqarrub kepadaku dengan sesuatu yang lebih aku sukai dari apa yang aku wajibkan atasnya. Dan hamba-Ku terus bertaqarrub kepada-Ku dengan amal-amal sunnah sampai Aku mencintainya. Dan jika Aku mencintainya maka Aku menjadi pendengarannya yang dia gunakan mendengar, penglihatannya yang dia gunakan melihat, tangannya yang ia gunakan memegang, dan kakinya yang dia gunakan melangkah. Dan jika dia meminta kepada-Ku niscaya Aku beri dia, dan seandainya ia meminta meminta perlindungan kepada-Ku niscaya aku lindungi dia. Dan aku tidak ragu-ragu tentang sesuatu Aku melakukannya (seperti) keraguanku dari jika seorang mukmin, ia membenci kematian dan Aku tidak suka keburukannya”.

 

Dan di dalam hal ini ada kecukupan dan perlindungan, insya’a Allah.

 

Saudaramu

 

Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah

 

19 Sya’ban 1439 H

05 Mei 2018 M

 

http://hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/ameer-hizb/ameer-cmo-site/51887.html

https://web.facebook.com/AmeerhtAtabinKhalil/photos/a.122855544578192.1073741828.122848424578904/808610926002647/%D8%9Ftype=3&theater

https://plus.google.com/u/0/b/100431756357007517653/100431756357007517653/posts/Uwz1YM6RhkR

https://twitter.com/ataabualrashtah/status/992827277661691905

 

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Close