Tanya Jawab

Soal Jawab: Pengunduran Diri PM Italia dan Yunani

بسم الله الرحمن الرحيم

Jawab Soal

Pertanyaan:

Pada sore tanggal 12/11/2011, Silvio Berluscony, perdana menteri Italia, mengumumkan pengunduran dirinya. Tiga hari sebelumnya tepatnya pada sore tanggal 9/11/2011, George Papandreou, juga mengumumkan pengunduran diri. Keduanya mengundurkan diri disebabkan krisis fiansial dan ekonomi yang melanda Italia dan Yunani, terutama krisis utang. Setelah itu Parlemen Italia dan Yunani menyetujui langkah-langkah penghematan dan setuju, baik Italia maupun Yunani, dimasukkan di bawah monitoring Dana Moneter Internasional (IMF) dan Komisi Eropa untuk mengimplementasikan langkah-langkah itu sebagai bagian dari strategi penyelamatan Eropa. Di samping krisis di Italia dan Yunani yang saling berinteraksi pada hari-hari terakhir, di samping itu juga terjadi krisis serupa di Irlandia, Portugal dan Spanyol, di mana krisis itu terus berlangsung sejak lebih dari dua tahun lalu. Sampai-sampai krisis utang pemerintah itu meluas ke Prancis yang merupakan salah satu negara utama di zona Euro, sebagaimana juga menjadi salah satu negara utama Uni Eropa. Semua negara mengalami krisis yang sangat menonjol di zona Euro. Pertanyaannya, sejauh mana pengaruh krisis-krisis itu terhadap masa depan Euro dan terhadap keberlangsungan zona Euro yang menghimpun 17 negara dari 27 negara di dalam Uni Eropa? Bahkan pertanyaannya lebih jauh lagi, sampai pada masa depan Uni Eropa secara keseluruhan?!

Kemudian apakah hal itu juga memiliki pengaruh terhadap konstelasi negara-negara besar lainnya: Amerika, Rusia, Cina, dan Inggris salah satu anggota Uni Eropa tetapi tidak masuk di dalam zona Euro?

Jawab:

1. Krisis utang pemerintah Yunani telah berpengaruh terhadap zona Euro disebabkan kekhawatiran atas ketidakmampuan Yunani membayar utang-utangnya yang mencapai sekitar 350 miliar Euro atau setara US $ 482 miliar Dolar. Utang itu melampaui produk domestik brutonya sampai 160%, sehingga defisit anggaran belanja Yunani mencapai 13,6%. Perlu diketahui bahwa batas defisit yang diizinkan di Eropa adalah 3,5%. Komisi Eropa dan Dana Moneter Internasional telah meminta Yunani menerapkan langkah-langkah penghematan sebagai bagian dari strategi penyelamatan Eropa. Akan tetapi Papandreou ingin mundur dari langkah-langkah penghematan itu, maka ia menyerukan pelaksanaan referendum atas langkah-langkah tersebut dan dia didukung lima menteri dalam pemerintahannya termasuk menteri keuangan. Namun ia terpaksa mundur dari ide pelaksanaan referendum itu setelah para pejabat Eropa mengundangnya ke kota Cannes Prancis dan memperingatkannya bahwa negaranya (Yunani) tidak akan mendapat dana tambahan jika tidak menerapkan langkah-langkah penghematan. Pada tanggal 11/10/2011 kreditor internasional sepakat untuk menggelontorkan pembayaran keenam untuk Yunani yang mencapai angka 8 miliar Euro. Dan pada tanggal 21/10/2011 pemerintah Yunani menyetujui langkah-langkah penghematan lebih lanjut bertentangan dengan aspirasi para demonstran. Pemerintah juga memutuskan masuknya Yunani berada dalam kondisi kelumpuhan umum akibat dari kekacauan massal dan berbagai protes anarkis di Athena.

2. Pada bulan November 2008 telah diumumkan mulai terjadinya resesi dan kemunduran ekonomi di Eropa, jauh dari pusat krisis finansial global di Amerika. Fenomena krisis finansial dan ekonomi pun muncul satu per satu, mulai krisis pasar saham global, ambruknya perusahaan-perusahaan dan bank-bank serta upaya negara-negara melakukan penyelamatan dengan menggelotorkan dana bail out dalam jumlah besar yang menciptakan beban berat bagi negara tanpa bisa menyelesaikan masalahnya. Sampai-sampai hal itu dianggap salah satu sebab krisis utang pemerintah. Artinya solusi bail out itu telah menyebabkan makin parahnya penyakit yang diderita dan mengakibatkan gejala-gejala yang tidak lagi berupa efek samping namun telah menjadi penyakit yang utama. Krisis Euro itu mencuat pada saat nilai tukar Euro terhadap berbagai mata uang global yang utama khususnya Dolar mengalami penurunan. Dan yang paling akhir, tetapi bukan yang terakhir, adalah meletusnya krisis utang pemerintah. Yaitu krisis utang negara yang artinya pendapatan nasional dan produk domestik brutonya lebih kecil dari utang yang diperoleh dan surat utang yang dikeluarkannya seperti obligasi yang dikeluarkan oleh Departemen Keuangan. Ketika pendapatan nasional dan PDB negara itu, dikarenakan beberapa sebab, lebih kecil dari nilai utangnya dalam bentuk obligasi dan obligasi itu dibeli oleh negara-negara lain, bank dan lembaga-lembaga finansial global, lalu negara tersebut dinilai tidak mampu membayar utangnya sehingga nilai obligasinya turun dan bunganya meningkat begitu juga nilai jaminan juga meningkat. Akibatnya utang negara jadi meningkat dan kepercayaan terhadap obligasi-obligasi negara itupun hilang sehingga tidak ada lagi orang yang mau membelinya, bahkan sebaliknya pemegang obligasi itu sengaja untuk melepasnya. Sebab, negara yang mengeluarkan obligasi itu tidak mampu membayarnya sehingga tampaklah ketidakmampuan negara itu. Dengan itu maka meletuslah krisis yang berpengaruh terhadap perekonomian negara itu secara keseluruhan, bahkan berpengaruh terhadap stabilitas politiknya dan situasi pemerintahannya. Inilah yang terjadi di Italia akhir-akhir ini. Bahkan menyebabkan jatuhnya kebinet Berluscony. Hal sama juga terjadi di Yunani yang menyebabkan jatuhnya kebinet Papandreou.

3. Prancis dan Jerman berusaha mengatasi masalah-masalah zona Euro. Akan tetapi terlihat ada perbedaan-perbedaan yang bisa dianggap bersifat substansial dalam hal mekanisme menejemen krisis, mekenisme penyelesaiannya dan siapa yang usulannya diterima! Apalagi masalah ekonomi itu berbenturan dengan masalah kedaulatan negara-negara itu. Prancis dan Jerman menilai dirinya sebagai negara utama dan pemimpin Uni Eropa. Ada persaingan kepemimpinan yang tersembunyi di antara keduanya untuk menjadi pihak yang menentukan keputusan dan kata akhir di Uni Eropa. Ulrike Guérot kepala kantor dewan Eropa untuk hubungan luar negeri di Berlin menggambarkan persaingan itu pada sejarah yang lalu. Ia berkata ditujukan kepada negara-negara Uni Eropa: “Jika Anda datang dari dua sudut pandang yang sama sekali berbeda, maka bisa dipastikan bahwa Anda akan berbenturan dengan sebagian Anda. Akan tetapi saya berharap di sana ada dialog yang konstruktif” (Reuters, 20/5/2011).

Begitulah, perbedaan antara Prancis dan Jerman telah terlihat dalam solusi-solusi yang ditawarkan dari masing-masing pihak. Prancis menawarkan pembentukan pemerintahan ekonomi sebagai solusi bagi berbagai krisis itu. Akan tetapi Jerman menolak pembentukan menajemen ekonomis yang berarti pembentukan struktur dan kerangka kerja dan penjatuhan berbagai sanksi. Jerman tidak menyetujui pemerintahan ekonomi sebab itu memberi kesan bahwa pihak tinggi yang berada di luar kontrol pemerintahan Eropa mendektekan kebijakan ekonomi tertentu kepada semua pihak yang berarti itu akan membangkitkan memori negara-negara lain bahwa hal itu mengurangi kedaulatan mereka. Karena itu, tawaran Prancis tersebut mati sebelum lahir. Juga terdapat perbedaan seputar masalah pembangunan ekonomi. Jerman telah melakukan penyesuaian-penyesuaian sulit untuk mengaktifkan aktivitas ekspor yang menyebabkan ketidakseimbangan dalam neraca perdagangan yang tidak mungkin diusungnya di seluruh Eropa, khususnya Jerman mencatatkan surplus perdagangan yang besar sementara negara-negara lain termasuk Prancis justru memperlihatkan defisit perdagangan miliaran Euro. Karena itu, Prancis meminta Jerman menguatkan permintaan dalam negerinya dan menurunkan pajak untuk mendorong impor. Sementara Jerman meminta negara-negara lain untuk meniru jalannya dan meminta negara-negara lain itu untuk menurunkan upah. Diantara perbedaan Prancis Jerman itu juga dalam hal solusi-solusi Dana Stabilitas Eropa dan penambahan dukungannya. Jerman telah menambah bagiannya di dalam Dana Stabilitas Eropa dari 123 miliar Euro menjadi 211 miliar Euro setelah Paremen Jerman menyetujui hal itu pada tanggal 29/9/2011. Hal itu menunjukkan bahwa Jerman mendukung dengan kuat atas kelangsungan eksistensi Euro dan Jerman memperjuangkan kelanjutannya dengan mendukung negara-negara zona Euro yang terdiri dari 17 negara. Negara-negara Eropa telah menyepakati perjanjian untuk memperkuat Piagam Stabilitas yang mewajibkan pembatasan defisit, akan tetapi piagam itu hancur seiring dengan datangnya krisis. Diantara usulan Jerman adalah pembekuan bantuan finansial untuk negara-negara yang mengizinkan angka defisit di dalam anggaran belanjanya mengalami kenaikan besar. Komisi Eropa telah berpikir tentang masalah itu akan tetapi Komisis Eropa memandang bahwa hal itu tidak mengatasi permasalahan, melainkan justru melanggengkannya. Jerman juga mengusulkan pembekuan hak suara negara-negara itu untuk jangka waktu minimal satu tahun dalam masalah berbagai keputusan yang diambil pada tingkat Uni Eropa. Hal itu menelantarkan peran negara-negara yang sedang mengalami berbagai kesulitan di dalam Uni Eropa. Jerman juga mengusulkan agar negara-negara lain meniru langkahnya membatasi plafon defisit di dalam konstitusinya dan menetapkan langkah-langkah untuk mengumumkan kebangkrutan negara-negara yang didera utang yang besar yang negara itu tidak punya pilihan kecuali keluar dari zona Euro …

Hanya saja solusi-solusi itu menuntut perubahan dalam perjanjian Lisbon yang mengatur Uni Eropa. Perjanjian itu keluar setelah kelahiran yang sulit disebabkan perbedaan-perbedaan yang tajam antara negara-negara Uni Eropa yang berjuang untuk tetap memiliki kedaulatan sebagai negara independen di dalam Uni Eropa dan negara itu tidak siap untuk memberikan konsesi demi kemaslahatan semua. Oleh karena itu tidak mudah usulan Jerman itu disetujui. Usulan terakhir Jerman yang dilontarkan oleh menteri keuangan Jerman Wolfgang Schaeuble ketika ia menyerukan “pengalihan lebih banyak kekuasaan kebijakan finansial lokal di negara zona Euro ke tingkat Eropa untuk mengatasi krisis utang negara”. Wolfgang mengisyaratkan kepada ide bahwa “bank sentral Eropa memiliki independensi yang menjadikannya berhak untuk mengadopsi kebijakan yang memelihara kemaslahatan semua dan agar tidak memerhatikan satu negara dengan mengorbankan negara yang lain”. Akan tetapi ia menambahkan, “sampai sekarang belum ada kesepakatan atas kebijakan finansial bersama Eropa”. (DBA, 12/11/2011). Wolfgang mengakui apa yang dihadapi oleh Yunani. Ia mendeskripsikan hal itu bahwa itu merupakan “gunung persoalan”. Sebelumnya telah dinyatakan dalam pernyataan Kanselir Jerman, Angela Merkel, yang memperingatkan masa depan zona Euro dan menegaskan bahwa “Jerman tidak ingin suatu negara manapun bangkrut karena itu merupakan kebangkrutan semua”. Merkel kembali mengulang hal itu pada tanggal 14/11/2011 ketika berbicara di depan konferensi partainya Demokrat Kristen di kota Leipzig, “Eropa sedang hidup dalam waktu-waktu paling sulit sejak PD II … dan jika Euro gagal maka Eropa akan gagal”. Hal itu menunjukkan adanya kekhawairan atas Euro dan atas kohesi zona Euro.

Banyaknya usulan Jerman, peringatannya, penambahan dukungan untuk Dana Stabilitas Eropa dan persetujuan Jerman untuk menaikkan anggaran Dana Stabilitas Eropa dari 440 miliar Euro menjadi satu triliun Euro, semua itu sungguh menunjukkan sejauh mana perhatian Jerman untuk mengatasi permasalahan dan sejauh mana tekad mereka atas kelangsungan persatuan mata uang Eropa Euro dan terhadap penjagaan zona Euro bahkan atas kelanjutan Uni Eropa. Dari hal itu bisa dipahami bahwa Jerman sejauh waktu yang bisa diprediksikan tidak akan melepaskan diri dari Euro, zona Euro dan dari Uni Eropa. Perlu diketahui bahwa Euro dianggap sebagai rahasia kesuksesan dan kejatuhan atau kegagalan Uni Eropa

4. Dari sisi lain, krisis ini memberikan kesempatan kepada Amerika hingga Amerika dari satu sisi bisa memanfaatkan kesempatan itu untuk menjauhkan perhatian dari kondisi finansial dan ekonomi yang mencekiknya dan posisinya yang pada dasarnya adalah sumber krisis yang terutama. Dari sisi kedua, Amerika bisa memanfaatkan kesempatan itu untuk mengguncang kepercayaan orang-orang Eropa kepada persatuan mereka (Uni Eropa) dan kepada mata uang mereka (Euro) dimana Amerika bekerja untuk menjatuhkan atau menggagalkan Uni Eropa beserta mata uang Eropa Euro. Dengan itu Amerika bisa menghalangi Eropa agar tidak memiliki pengaruh internasional yang bisa menyaingi Amerika baik dalam bidang ekonomi atau politik internasional. Bahkan Amerika ingin menjadikan Uni Eropa mengikuti Amerika dan berjalan di bawah bayang-bayang AS. Oleh karena itu, Amerika membantu Uni Eropa untuk tingkat tertentu sehingga melanggengkannya mengikuti Amerika dan berjalan di bawah naungan Amerika. Di dalam KTT G-20 yang diadakan pada awal bulan November ini, Amerika menolak usulan-usulan penambahan dana IMF menjadi dua kali lipat untuk bisa bergerak ke arah krisis zona Euro. Menteri keuangan Amerika Timothy Geitner menjelang pertemuan para menteri keuangan G-20, ia menyatakan: “bahwa ia mendukung dukungan IMF kepada Eropa, akan tetapi ini adalah harta terakhir milik IMF yang cukup untuk mengatasi permasalahan-permasalahan utangnya”. Ia juga mengatakan, “Amerika Serikat termasuk negara yang sangat ingin untuk melanjutkan tekanan terhadap orang-orang Eropa agar mengambil langkah-langkah lebih tegas sebab krisis utang itu terus saja berlanjut sejak dua tahun lalu” (Aljazeera, 14/10/2011).

Kemudian perusahaan-perusahaan pemeringkat rating yang terkenal seperti Standar & Poor dan Moody and Fitch merupakan perusahaan Amerika yang memainkan peran dalam mengguncang kepercayaan terhadap kondisi negara-negara itu secara finansial. Standard & Poor menurunkan peringkat Spanyol, Portugal, talia dan Yunani. Begitu juga Moody and Fitch pada tanggal 7/10/2011 juga menurunkan peringkat sejumlah bank Eropa yang mencapai 21 bank termasuk bank-bank besar. IMF memperkirakan kerugian bank-bank komersial Eropa akibat krisis Euro mencapai sekitar 200 miliar Euro sejak tahun lalu. Nilai kerugian itu masih ditambah dengan kerugian pada asetnya yang mencapai sekitar 100 miliar Euro. Dan ketika pemeringkatan itu ditelaah lagi terlihat adanya peningkatan angka pengangguran di negeri-negeri itu secara langsung seiring dengan krisis finansial dan terjadi peningkatan utang sektor swasta dan terjadi defisit di dalam anggaran belanja negeri itu.

5. Sedangkan sikap Inggris yang merupakan anggota yang besar di Uni Eropa, Inggris berdiri di satu sudut di tepi Atlantik mengamati situasi Eropa dan bekerja untuk menjaga dirinya dari bencana Uni Eropa ini dan dari dampak-dampak krisis finansial yang juga melandanya. Inggris ingin berpartisipasi dalam solusi berbagai permasalahan Uni Eropa dengan tingkat tertentu untuk mendapatkan pampasan dan capaian bagi dirinya sendiri. Inggris tidak masuk ke zona Euro, tidak melepaskan diri dari mata uangnya dan tidak menampakkan keinginan untuk mengadopsi zona Euro. Masalah Euro tidak banyak diperhatikan oleh Inggris. Di sana ada suara-suara dari Inggris yang menyerukan untuk keluar dari Uni Eropa sehingga tidak bisa ditekan oleh siapapun untuk mengadopsi Euro atau untuk melebur lebih jauh di dalam Uni Eropa. Inggris mulai membalas penganut Uni Eropa dimana menteri luar negeri Inggris William Hague menyatakan bahwa “Euro akan menjadi detik bersejarah bagi kebodohan kolektif”. Ia menyerupakan Euro dengan “bangunan terbakar yang tidak memiliki pintu keluar”. Ia mengatakan kembali pandangannya yang telah ia ungkapkan pada tahun 1998 lalu ketika ia menjadi ketua Partai Konservativ. Ia memprovokasi Jerman untuk melepaskan diri dari zona Euro: “Jerman harus memberikan bantuan kepada negara-negara anggota zona Euro yang lemah seperti Yunani selama hidup mereka” (BBC, 28/9/2011). Perdana Menteri Inggris David Cameron mengatakan, “krisis Euro menjadi bahaya bukan hanya terhadap perekonomian Eropa saja melainkan juga terhadap perekonomian global secara keseluruhan” (BBC, 2/10/2011). Para politisi Eropa memahami sejauh mana jahatnya Inggris. Jorge Manuel Baroso ketua Komisi Eropa mengisyaratkan hal itu dalam ucapannya, “negara-negara Eropa yang tidak mendukung integrasi ke Euro agar tidak bekerja untuk menghalangi negara-negara yang ingin maju di jalan tersebut” (Aljazeera, 10/11/2011). Meski demikian Inggris tidak benar-benar ingin keluar dari dari Uni Eropa selama Uni Eropa masih berdiri. Sebab Inggris berusaha mendapatkan capaian-capaian ekonomi dari Uni Eropa disamping capaian-capaian politik dalam konteks global ketika Inggris berusaha menjerumuskan Eropa agar mengambil berbagai keputusan yang menguntunkan kepentingan Inggris. Sebaliknya keluar dari Uni Eropa akan membahayakan Inggris. Inggris berupaya bertahun-tahun sehinga bisa masuk ke Uni Eropa. Oleh karena itu Perdana Menteri Inggris David Cameron mengatakan: “keluarnya Inggris dari Uni Eropa tidak menguntungkan bagi kepentingan nasional Inggris. Jika kita mendapati diri kita berada di luar Uni Eropa maka kita akan berada dalam situasi yang menyerupai situasi Norwegia. Artinya kita akan berpeluang terpengaruh oleh berbagai keputusan yang dikeluarkan Bruksel akan tetapi kita tidak bisa turut serta dalam pengambilan berbagai keputusan itu” (Itar Tas Rusia, 14/11/2011). Pada waktu yang sama Cameron menolak untuk melepaskan diri dari kedaulatan Inggris ketika ia menyerukan “penyerahan sebagian besar wewenang Komisi Eropa di Bruksel kepada pemerintahan nasional”. Jadi Inggris tidak ingin keluar dari Uni Eropa dan pada saat yang sama tidak ingin masuk ke dalam zona Euro!

6. Sedangkan Cina dan Rusia maka di antara kepentingan keduanya adalah tetap eksisnya Euro. Hal itu untuk menghadapi Amerika dan Dolar AS dan tirani AS dengan dolarnya di perekonomian global. Hanya saja Cina dan Rusia tidak berbuat banyak untuk hal itu. Sebab posisi zona Euro ada di sisi posisi Uni Eropa sebagai satu keseluruhan, tidak bersifat positif terhadap Cina dan Rusia selama zona Euro dan Uni Eropa memaksakan batasan-batasan dalam pergerakan perdagangan dan ekonomi Cina dan Rusia, misalnya pergerakan perdagangan dan perusahaan Cina dan Rusia di Eropa dan dalam hal masuknya komoditas Cina dan Rusia ke Eropa. Karena itu Cina dan Rusia tidak begitu antusias untuk membantu zona Euro. Karena itu, presiden Cina Hu Jintau yang sedang menghadiri KTT G-20 terakhir di Paris selama dua hari pada tanggal 3 dan 4 November lalu, ia tidak mengisyaratkan keinginan kuat Cina untuk meningkatkan investasi Cina di Eropa dan untuk membeli obligasi departemen keuangan negara-negara zona Euro khususnya lima negara yang sedang menderita krisis yaitu Italia, Yunani, Portugal, Spanyol dan Irlandia. Cina hanya membeli jumlah yang sedikit dari obligasi itu untuk menyenangkan Eropa. Bahkan presiden Jintau dalam pertemuannya dengan presiden Prancis Sarkozy di sela-sela KTT G-20 mengatakan, “Eropa harus mengatasi krisisnya dengan bersandar kepada dirinya sendiri” (Reuters, 6/11/2011). Dengan itu ia mengisyaratkan penolakan Cina secara implisit untuk mendukung Eropa yang meminta Cina untuk mendukung Dana Stabilitas Eropa yang nilainya naik menjadi satu triliun Euro dan terus berusaha untuk meningkatkannya lagi lebih dari itu. Pada saat yang sama Cina mensuport perekonomian Amerika dengan membeli 1,14 triliun dolar obligasi Amerika. Cina telah membeli lebih dari satu triliun dolar saham perusahaan-perusahaan Amerika. Cina memiliki cadangan devisa dalam bentuk dolar Amerika lebih dari 3,2 triliun dolar menurut data statistik yang ada. Sebagai imbalannya Amerika memberikan banyak fasilitas perdagangan kepada Cina. Hanya saja pengaruh politis yang dilakukan Amerika terhadap Cina menjadikan Cina mensuport perekonomian Amerika. Pengaruh politis ini tidak dimiliki oleh Eropa terhadap Cina …

7. Berdasarkan semua itu, Uni Eropa sedang berada di bawah tekanan krisis finansial dan krisi ekonomi disebabkan oleh sistem kapitalisme. Uni Eropa juga berada di bawah ancaman kejatuhan dan bubar disebabkan krisis-krisis yang terus menerus ini yang jika terjadi suatu tempat maka tidak hanya menimpa penduduk tempat itu saja, akan tetapi keburukannya meluas mencakup seluruh dunia disebabkan keterkaitan seluruh dunia secara global sebagai sebuah jalinan sistem kapitalisme. Sistem kapitalisme telah menjerumuskan manusia dibawah tekanan krisis-krisisnya dan menjadi sangat menderita karena dampak-dampak dari berbagai krisis tersebut. Sistem ini tidak mungkin diperbaiki dari dalamnya. Sebab asasnya rusak. Dari sistem kapitalisme ini tidak mungkin keluar perekonmian yang baik/sehat. Jadi perekonomian yang baik/sehat itu harus dicari dari luar sistem ini. Bahkan wajib dicari sistem sahih yang bersandar kepada akidah yang sahih yang sesuai dengan fitrah manusia.

Sesungguhnya dunia memerlukan sistem yang sahih baik asas maupun cabang-cabangnya. Ini tidak ada kecuali di dalam sistem yang ditetapkan oleh sang Pencipta alam, Rabb semesta alam yang mengetahui apa yang layak untuk makhluk-makhluk-Nya dan apa yang membuat mereka hidup dengan kehidupan perekonomian yang tenteram dan merubah sistem yang melanggengkan manusia terguncang dan menderita.

﴿ فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَىٰ ﴿١٢٣﴾ وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا﴾

Maka barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit (QS Thaha [20]: 123-124)

19 Dzulhijjah 1432 H

15 November 2011 M

Related Articles

Close