Tanya Jawab
Makam Memiliki Kehormatan Jadi Tidak Boleh Menggalinya atau Duduk di Atasnya
Soal:
Assalâmu ‘alaikum wa rahmatullah wa barkatuhu. Semoga Allah menjaga Anda amirnuna wa syaikhuna dan semoga Allah membantu dan menolong Anda.
Syaikhuna al-fadhil, ada pertanyaan mendesak jika Anda berkenan, pertanyaan itu memerlukan jawaban agar kami tahu bagaimana menangani masalah kami merasa akan terjadi…
Masalahnya adalah, ada proyek pembangunan instalasi sel surya untuk pembangkit listrik. Akibat krisis listrik yang mendera kota Yatha di al-Khalil (Hebron) mereka ingin mengerjakan proyek ini. Tetapi masalah yang ingin saya tanyakan secara khusus, bahwa mereka ingin mengerjakan instalasi sel-sel surya ini di atas tanah seluas 15 dunama tempat pemakaman kuno dan sekarang. Apakah boleh menempatkan sel-sel surya di pemakaman ini dan di sekitarnya dan di atas tiang-tiang yang menutupi makam itu dari atas?
Semoga Allah memberi Anda balasan yang lebih baik.
Hasan Muhammad
Jawab:
Wa’alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Rasul saw telah menjelaskan bahwa makam memiliki kehormatan sehingga tidak boleh menggalinya atau duduk di atasnya atau melakukan pekerjaan apapun terhadap makam itu yang bisa menafikan penghormatan makam. Di antara dalil-dalil atas yang demikian itu:
1- Abu Dawud telah mengeluarkan dari jalur Aisyah ra:
«أَنَّ رَسُولَ اللهِ قَالَ: كَسْرُ عَظْمِ الْمَيِّتِ كَكَسْرِهِ حَيّاً»
Rasulullah saw bersabda: “mematahkan tulang mayit seperti mematahkannya ketika hidup”.
Dinyatakan di ‘Awn al-Ma’bûd Syarh Sunan Abiy Dâwud: as-Suyuthi berkata dalam menjelaskan sebab hadits tersebut: dari Jabir ra, ia berkata: kami keluar bersama Rasulullah saw dalam (mengantarkan) sesosok jenazah. Lalu Nabi saw duduk di bibir makam dan kami pun duduk bersama beliau. Lalu penggali kubur mengeluarkan tulang betis atau tulang rusuk dan pergi untuk mematahkannya. Maka Nabi saw bersabda:
«لَا تَكْسِرْهَا فَإِنَّ كَسْرَكَ إِيَّاهُ مَيِّتاً كَكَسْرِكَ إِيَّاهُ حَيّاً وَلَكِنْ دُسَّهُ فِي جَانِبِ الْقَبْرِ»
“Jangan engkau patahkan, sesungguhnya engkau mematahkannya dalam kondisi dia mayit seperti engkau mematahkannya ketika hidup. Tetapi benamkan di samping kubur”.
Yakni bahwa tulang jika ada di dalam kubur maka wajib dijaga dan dibiarkan tetap di dalam tanah.
Dengan demikian, menggali makam kaum Muslim adalah tidak boleh. Kecuali jika tulang belulangnya sudah hancur dan menjadi seperti tanah, ketika itu boleh menanaminya atau membangun bangunan di atasnya dan pekerjaan mubah lainnya. Adapun jika tulang belulang masih ada maka tidak boleh menggali kubur dan membangun bangunan di atasnya atau melakukan pekerjaan lainnya kecuali dalam kondisi khusus berkaitan dengan mayit atau semacamnya (seperti dijelaskan di dalam nash-nash). Adapun berapa lama waktu yang diperlukan untuk mengetahui bahwa mayit telah hancur atau belum, maka hal itu ke kembali kepada orang yang memiliki keahlian dan tahqiq manath.
2- Tidak ada perbedaan pendapat di antara para fukaha bahwa duduk di atas kuburan jika itu untuk buang air kecil atau buang air besar maka tidak boleh, tanpa ada perbedaan pendapat. Tetapi mereka berbeda pendapat jika duduk itu untuk selain yang demikian… Di dalam al-Mawsû’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah dinyatakan:
(Al-hanafiyah dan itu menjadi mazhab bagi mereka, asy-syafi’iyyah dan al-hanabilah mengatakan bahwa dimakruhkan duduk di atas kuburan, dikarenakan apa yang diriwayatkan oleh Murtsid al-Ghanawi bahwa Nabi saw bersabda:
«لاَ تَجْلِسُوا عَلَى الْقُبُورِ وَلاَ تُصَلُّوا إِلَيْهَا»
“Jangan engkau duduk di atas kuburan dan jangan engkau shalat menghadapnya”.
Dan dari Abu Hurairah ra ia berkata: Nabi saw bersabda:
«لأَنْ يَجْلِسَ أَحَدُكُمْ عَلَى جَمْرَةٍ فَتُحْرِقَ ثِيَابَهُ فَتَخْلُصَ إِلَى جِلْدِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَجْلِسَ عَلَى قَبْرٍ»
“Salah seorang dari kalian duduk di atas bara api sehingga pakaiannya terbakar dan mengenai kulitnya, itu lebih baik baginya daripada dia duduk di atas kuburan”.
Para ulama hanafiyah dan syafi’iyyah mengatakan: dan jika dia ingin duduk selama berziyarah kubur, hendaknya dia duduk jauh atau dekatnya sesuai martabat mayit itu pada saat dia hidup. Sedangkan ungkapan syafi’iyah: orang yang berziyarah kubur hendaknya mendekat ke kubur sebagaimana dia mendekat kepada orangnya pada saat hidupnya seandainya dia mengunjunginya.
Ath-Thahawi dari kalangan hanafiyah berpandangan, dan dia menisbatkan pendapat itu kepada Abu Hanifah, Abu Yusuf dan Muhammad, atas bolehnya duduk di atas kuburan. Dan itu juga menjadi pendapat malikiyah. Hal itu dikarenakan apa yang diriwayatkan bahwa Ali ra bertelekan kuburan dan duduk di atasnya. Ath-Thahawi berkata: “hilang kemakruhan secara mutlak jika duduk itu untuk membaca (al-Quran)”, selesai.
3- Maka jika ingin dibangun proyek untuk membangun instalasi sel-sel surya penghasil listrik di atas tiang-tiang di atas tanah luasnya 15 dunum, tanah kuburan lama dan baru…. maka dilihat:
Apakah memungkinkan didirikan tiang-tiang ini dan dipasang sel-sel surya itu tanpa menginjak kuburan atau tanpa memerusak kuburan atau tanpa menggalinya atau menampakkan tulang belulangnya khususnya kuburan lama? Dan saya menjauhkan (kemungkinan) yang demikian… Adapun jika Anda katakan bahwa kami akan sangat berhati-hati agar tidak menginjak-injak kuburan dan tiang-tiang bangunan itu tidak mengenai kuburan sekarang, yang manapun, maka kebenaran ucapan ini dimungkinkan terkait kuburan baru sebab kuburan baru itu tampak sehingga mungkin untuk menjauhinya…. Adapun kuburan lama jika kuburan-kuburan itu tidak tampak lalu bagaimana akan bisa dijamin tidak melalui di atas kuburan dan semacam itu?
Atas dasar itu maka untuk menjauhi keharaman atau minimalnya menjauhi kemakruhan, jauhilah pemakaman dan carilah tempat lainnya…. Wallâh a’lam wa ahkam.
Saudaramu Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah
11 Rabiul Awwal 1440 H-19 November 2018 M
http://hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/ameer/jurisprudence-questions/56295.html
https://plus.google.com/u/0/b/100431756357007517653/100431756357007517653/posts/edgN6GbqC7x