Tanya Jawab

Ucapan Selamat Kepada Orang Nashrani dan Orang Kafir dengan Hari Raya Mereka

Soal:

Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu. Saudaramu karena Allah, Baha’ dari Palestina. Kami memohon kepada Allah agar Anda diberi kesehatan dan kebugaran. Pertanyaan saya tentang ucapan selamat kepada orang Nashrani dengan hari raya mereka dan berpartisipasi dengan mereka. Yang mendorong saya untuk menanyakan pertanyaan ini adalah jawab soal syaikh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah yang memperbolehkan hal itu. Jadi saya mohon penjelasan Anda tentang perkara ini. Terlampir, jawab soal syaikh Taqiy.

[Bahaa Alden Torman]

Jawab:

Wa’alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.

Sebelumnya kami telah menjawab pertanyaan ini, dan untuk Anda berikut jawaban tersebut:

Saudaraku yang dimuliakan.

Wa’alaikumussalam wa rahmatulah wa barakatuhu.

Berkaitan dengan pertanyaan Anda tentang ucapan selamat kepada ahlul kitab dengan hari raya mereka, maka sebelum saya menjawab, saya sebutkan sebagian publikasi sebelumnya yang berkaitan:

1- Sebelumnya telah dikeluarkan pada 30/1/1970: (apa hukum mengunjungi orang Nashrani dalam momen kegembiraan dan hari raya mereka, menjenguk orang yang sakit dari mereka dan berjalan dalam mengiringi jenazah mereka? Apa yang dilakukan oleh seorang Muslim jika mengunjungi mereka? Apa hukumnya hal itu dengan hadis:

«لَا تَبْدَأُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى بِالسَّلَامِ»

“Jangan engkau awali (dahului) Yahudi dan Nashara dengan salam …” (HR Muslim, Ahmad, at-Tirmidzi, an-Nasai).?

Jawab:

Telah terbukti dari Rasul saw bahwa Beliau mengunjungi orang Yahudi yang sedang sakit. Dan telah terbukti bahwa Beliau berdiri untuk jenazah orang Yahudi. Telah terbukti bahwa Beliau saw berwasiat (untuk berbuat baik) kepada orang adz-dzimmiy. Semua ini dan semisalnya merupakan dalil bolehnya mengunjungi orang Nashara dalam kegembiraan mereka dan hari raya mereka, menjenguk orang sakit mereka dan berjalan mengiring jenazah mereka, bertakziyah kepada mereka dan semacamnya. Adapun hadis lâ tabda`ûhum bi as-salâm (jangan engkau mulai (awali) mereka dengan salam) maka itu khusus dengan salam jika engkau bertemu mereka di jalan, dan itu merupakan nas tentang salam dan tidak mencakup yang lainnya” (23 Dzu al-Qa’dah 1389-3 Januari 1970).

2- Kemudian dikeluarkan pada 17 Juli 1976: (apakah boleh mengunjungi orang Nashara dan Yahudi dalam kegembiraan mereka?

Jawab: boleh mengunjungi orang Nashara karena itu termasuk birr (kebaikan) dan itu boleh. (17/7/1976).

3- Demikian juga dikeluarkan pada 16 Januari 2010:

(Boleh memberi selamat kepada ahlul kitab dengan hari raya mereka. Adapun kita katakan “wa lakum”, maka seakan Anda qiyaskan itu terhadap apa yang dinyatakan di hadis dengan ucapan “wa ‘alaikum” ketika mereka mengatakan “as-salâmu ‘alaikum

Tetapi ini tidak demikian. Sebab apa yang dinyataan di dalam hadis tersebut adalah jawaban terhadap ucapan mereka “as-sâmu ‘alaikum” dan as-sâm adalah al-mawt (kematian). Teks hadis tersebut di dalam riwayat al-Bukhari dan Muslim dari jalur ummul mukminin Aisyah ra., ia berkata:

دَخَلَ رَهْطٌ مِنْ الْيَهُودِ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ، فَقَالُوا: السَّامُ عَلَيْكُمْ. قَالَتْ عَائِشَةُ: فَفَهِمْتُهَا فَقُلْتُ وَعَلَيْكُمْ السَّامُ وَاللَّعْنَةُ، قَالَتْ: فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «مَهْلاً يَا عَائِشَةُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِي الْأَمْرِ كُلِّهِ»، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَوَلَمْ تَسْمَعْ مَا قَالُوا؟ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «قَدْ قُلْتُ وَعَلَيْكُمْ»

“Sekelompok orang dari Yahudi datang kepada Rasulullah saw lalu mereka berkata: “as-sâm ‘alaikum”. Aisyah berkata: “aku memahaminya sehingga aku katakan “wa’alaikum as-sâmu wa al-la’natu”. Aisyah berkata: “maka Rasulullah saw bersabda: “tenang ya Aisyah, sesungguhnya Allah menyukai kelembutan pada semua perkara”. Maka aku katakan: “ya Rasulullah tidakkah Anda dengar apa yang mereka katakan?” Rasulullah saw bersabda: “telah aku katakan “wa ‘alaikum”.

Begitulah, Anda lihat bahwa ini adalah karena mereka mengatakan “as-sâmu ‘alaikum”.

Adapun jika mereka mengatakan kalimat yang baik dalam pemberian selamat kepada kita maka kita terima itu dari mereka. Jika mereka mengatakan “mubârakun ‘alaikum”, kita katakan kepada mereka jawaban yang baik dan benar, seperti kita katakan “syukran lakum ‘alâ at-tahni`ah, wa ahlan wa sahlan -terima kasih kepada Anda atas pemberian selamat kepada kami, dan selamat datang-“, atau jawaban semacamnya yang tidak menyalahi syara” (16-1-2010), selesai.

Dari situ menjadi jelas hal berikut:

1- Boleh memberi selamat kepada ahlu adz-dzimmah dengan hari raya mereka menggunakan ucapan yang baik yang tidak menyalahi syara’. Jadi tidak memuji hari raya mereka, yakni tidak kita katakan “ ‘îdukum mubârakun -semoga menjadi hari raya yang diberkahi-‘ atau semacam itu.

2- Tetapi ini hanya untuk orang yang terpenuhi pada mereka syarat-syarat berikut:

a- Mereka termasuk ahlu adz-dzimmah yang hidup di tengah kaum Muslim di negeri kaum Muslim dan terhadap mereka berlaku akad dzimmah bahwa mereka tidak boleh mengkhianati kaum Muslim …

b- Mereka tidak memerangi kita karena agama atau mereka menampakkan niat untuk mengusir kita … sebagaimana yang ada di dalam ayat yang mulia:

– Adapun dalil keberadaan mereka termasuk ahlu adz-dzimmah maka jawaban yang pertama pada 03-01-1970 menyataka hal itu: (telah terbukti dari Rasulullah saw bahwa Beliau mengunjungi orang Yahudi yang sedang sakit. Dan telah terbukti bahwa Beliau berdiri untuk jenazah orang Yahudi. Dan telah terbukti bahwa Beliau saw berwasiat untuk berbuat baik terhadap ahlu adz-dzimmah. Semua ini dan semisalnya merupakan dalil atas bolehnya mengunjungi orang Nashara dalam kegembiraan dan hari raya mereka dan menjenguk orang sakit dari mereka dan berjalan mengiringi jenazah mereka serta bertakziyah (berbelasungkawa) terhadap mereka dan yang semacamnya …). Ini merajihkan bahwa yang dimaksudkan dengan itu adalah ahlu adz-dzimmah, yang mana mereka hidup di tengah kaum Muslim dan berada di dalam dzimmah (perlindungan) kaum Muslim. Rasul saw berwasiat untuk berbuat baik terhadap ahlu adz-dzimmah. Jenazah orang Yahudi itu lewat di tengah mereka. Kemudian orang Yahudi yang dijenguk oleh Rasul saw, dia melayani Rasul saw sebagaimana yang ada di dalam hadis al-Bukhari nomor 1356 dari Anas ra:

أَنَّ غُلَاماً مِنَ اليَهُودِ كَانَ يَخدُمُ النَّبِيَّ ﷺ فَمَرِضَ، فَأَتَاهُ النَّبِيُّ ﷺ يَعُودُهُ، فَقَعَدَ عِندَ رَأسِهِ، فَقَالَ: أَسلِم. فَنَظَرَ إِلَى أَبِيهِ وَهُوَ عِندَ رَأسِهِ، فَقَالَ لَه: أَطِع أَبَا القَاسِمِ ﷺ. فَأَسلَمَ، فَخَرَجَ النَّبِيُّ ﷺ وَهُوَ يَقُولُ: الحَمدُ لِلَّهِ الذِي أَنقَذَهُ مِنَ النَّارِ)

“Ada seorang anak dari Yahudi, dia melayani Nabi saw lalu dia sakit. Maka Nabi saw datang menjenguknya. Beliau duduk di samping kepala anak itu. Beliau bersabda: “masuk Islam lah kamu!” Lalu dia memandang kepada bapaknya yang ada di samping kepalanya. Bapaknya berkata kepadanya: “taati Abu al-Qasim”. Lalu dia pun masuk Islam. Lalu Nabi saw keluar dan bersabda: “segala puji hanya milik Allah yang telah menyelamatkan dia dari api neraka”.

Semua itu menunjukkan bahwa apa yang disebutkan di dalam Jawab Soal yang pertama itu adalah khusus dengan ahlu adz-dzimmah.

– Adapun dalil bahwa mereka tidak memerangi kita karena agama dan tidak menampakkan niyat untuk mengusir kita … maka hal itu karena ayat yang mulia:

﴿لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ * إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim(QS al-Mumtahanah [60]: 8-9).

 

Ibnu Katsir mengatakan tentang sebab turunnya ayat yang mulia ini: [firman Allah:

﴿لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ

Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu”.

Yakni Allah tidak melarang kamu dari berbuat baik kepada orang kafir yang tidak memerangi kamu karena agama, seperti para wanita dan orang lemah di antara mereka. “an tabarrûhum -engkau berbuat baik kepada mereka-”, yakni an tuhsinû (engkau berlaku baik) kepada mereka, “wa tuqsithû ilayhim -dan berlaku adil kepada mereka-“, yakni berlaku adil, “wa innallâh yuhibbu al-muqsithîn – Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil-“… Imam Ahmad berkata; “’Arim telah menceritakan kepada kami, Abdullah bin al-Mubarak telah menceritakan kepada kami, telah menceritakan kepada kami Mush’ab bin Tsabit, telah menceritakan kepada kami ‘Amir bin Abdullah bin az-Zubair, dari bapaknya, ia berkata: “Qutailah datang kepada puterinya, Asma’ binti Abu Bakar dengan membawa hadiah-hadiah: shinab, susu kering dan minyak samin, sementara dia masih musyrik. Maka Asma’ tidak mau menerima hadiahnya dan tidak mau memasukkannya ke rumahnya, lalu Aisyah bertanya kepada Nabi saw maka Allah azza wa jalla menurunkan ayat (yang artinya): “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama…” sampai akhir ayat, dan Beliau menyuruh Asma untuk menerima hadiahnya dan memasukkan ibunya ke dalam rumahnya.

Dan firman Allah:

﴿إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ

Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu(QS al-Mumtahanah [60]: 9).

Yakni: sesungguhnya Allah hanya melarang kamu dari berkawan dengan mereka yang menancapkan permusuhan kepada kamu, memerangi kamu dan mengusir kamu dari negerimu, dan menolong untuk mengusir kamu, Allah melarang kamu dari berkawan dengan mereka dan memerintahkan kamu untuk memusuhi mereka. Kemudian Allah menegaskan ancaman terhadap berkawan dengan mereka, Allah berfirman:

وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

maka mereka itulah orang-orang yang zalim(QS al-Mumtahanah [60]: 9).

Seperti firman Allah SWT:

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ﴾ [المائدة 51]

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim” (TQS al-Maidah [5]: 51)].

 

Jadi boleh memberi selamat ahlu adz-dzimmah dengan hari raya mereka menggunakan ucapan yang tidak menyalahi syara’. Dan demikian juga boleh memberi selamat ahlu adz-dzimmah dari kalangan orang-orang kafir menggunakan ucapan yang tidak menyalahi syara’. Ucapan selamat adalah termasuk bagian dari al-birr (perbuatan baik). Tetapi disyaratkan, ayat yang mulia tersebut berlaku terhadap mereka. Jadi mereka tidak memerangi kita karena agama dan tidak mengusir kita dari negeri kita dan tidak menampakkan niyat untuk mengusir kita.

﴿لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil(QS al-Mumtahanah [60]: 8).

Dan amat sedikit lah mereka itu sekarang …

Saya berharap di dalam jawaban ini terdapat kecukupan, wallâh a’lam wa ahkam.

 

Saudaramu Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah

 

10 Jumada al-Akhirah 1443 H

13 Januari 2022 M

 

https://www.hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/ameer/jurisprudence-questions/79759.html

https://www.facebook.com/HT.AtaabuAlrashtah/posts/471225324564842

 

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Close