Tanya Jawab

Taklif Umum dan Taklif Khusus

Soal:

Assalâmu ‘alaikum wa rahmatullâh wa barakâtuhu.

Dinyatakan di dalam buku at-Takattul halaman 50:

“e. Dan diantara kesulitan yang menghadang di hadapan dakwah adalah kesulitan pengorbanan dengan urusan kehidupan dunia berupa harta, perniagaan dan semacamnya, di jalan Islam dan mengemban dakwah. Dan untuk mengatasi kesulitan ini adalah dengan jalan seorang mukmin diingatkan bahwa Allah SWT telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka bahwa untuk mereka surga. Dicukupkan baginya dengan diingatkan ini. Kepadanya diserahkan pilihan dalam pengorbanan dengan urusan ini dan dia tidak dipaksa atas sesuatu. Rasul saw menulis surat untuk Abdullah bin Jahsyi ketika Beliau mengutusnya sebagai komandan sariyah untuk mengawasi Quraisy di Nakhlah antara Mekah dan Thaif. Di dalam surat tersebut tertulis:

«وَلاَ تُكْرِهَنَّ أَحَداً مِنْ أَصْحَابِكَ عَلَى الْمَسِيرِ مَعَكَ وَامْضِ لأَمْرِي فِيمَنْ تَبِعَكَ»

“Jangan engkau paksa seorang pun dari teman-temanmu untuk berjalan bersamamu dan jalankan perintahku pada orang yang mengikutimu”.

 

Selesai.

Pertanyaannya: hadits Rasul saw ini menunjukkan bahwa seorang muslim wajib menaati mas`ulnya. Dan ini apa yang kita lihat di dalam Hizb. Yaitu pengharusan syabab untuk menunaikan taklif-taklif yang diminta sampai meskipun taklif itu berat terhadap syabab tanpa diberikan ruang untuknya dan tanpa dipaksa untuk melakukannya sebagaimana yang dinyatakan di dalam hadits tersebut… Lalu bagaimana kita mempertemukan antara apa yang ada di buku at-Takattul point e bahwa syabab tidak dipaksa atas suatu perbuatan dengan hadits-hadits yang memberi pengertian bahwa syabab wajib menaati mas`ulnya? Saya mohon maaf atas panjangnya pertanyaan, dan semoga Allah memberi Anda balasan yang lebih baik.

Mohammad Abdul Basir

Jawab:

Wa’alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.

1- Tampaknya ada kerancuan yang terjadi pada Anda terkait taklif-taklif. Ada taklif yang umum yang diminta oleh mas`ul dari setiap syabab dan mereka harus menunaikannya sebagai ketaatan kepada mas`ul selama itu termasuk wewenangnya dan terikat dengan hukum-hukum syara’. Menghadiri halqah mingguan atau bulanan, melakukan kontak yang diminta dan berinteraksi dengan masyarakat dalam batas-batas taklif yang dijelaskan di milaf idari dan instruksi-instruksi administratif lainnya… Juga ada taklif yang khusus, dengan syabab atau sejumlah syabab ditugasi melakukan suatu perbuatan tertentu, misalnya menyampaikan surat kepada kepala negara atau pergi dalam delegasi kepada ahlul quwah atau pergi mencari berita tertentu yang diliputi berbagai bahaya atau menyampaikan kalimat di depan kantor seorang diktator atau menyerahkan surat dari Hizb kepada diktator itu….  dan taklif yang khusus semacamnya.  Semisal perbuatan-perbuatan ini, tidak dibebani atasnya kecuali orang yang setuju terhadapnya. Jika dia setuju maka dia dibebani melakukan perbuatan tersebut dan dimintai pertanggungjawaban atas penelantarannya setelah persetujuannya itu. Sebaliknya jika dia tidak setuju maka tidak ada masalah apa-apa terhadapnya dan dia tidak dipaksa untuk menjalankannya.

Dinyatakan di milaf idari dengan judul “ta’mîm/taklif khusus”: “setiap orang yang menerima taklif yang khusus dia menjadi terikat dengannya. Tidak diterima darinya untuk tidak melakukan taklif yang dia telah menerimanya. Tidak adanya pelaksanaan taklif yang telah dia terima itu dinilai sebagai keberpalingan dan dia diberi saksi atasnya”.

Seperti yang Anda lihat, disebutkan di awal “setiap orang yang menerima…” yakni jika dia tidak menerima maka tidak dipaksa dan tidak disanksi.

2- Inilah topik tersebut. Supaya menjadi jelas potret tersebut, saya kutipkan dari sariyah Abdullah bin Jahsyi agar Anda paham bahwa itu bukan merupakan taklif yang umum, yakni meminta orang-orang muslim untuk berperang seperti perang Tabuk misalnya, di mana Rasul saw meminta kaum Muslim untuk ke Tabuk guna berperang. Oleh karena itu, Beliau saw mensanksi orang yang tidak mau ikut sebab taklifnya adalah taklif yang bersifat umum. Dan menaati mas`ul adalah wajib dalam taklif yang bersifat umum…

Adapun sariyah Abdullah bin Jahsyi maka itu bukan lah meminta kaum Muslim untuk pergi dalam perang yang umum, tetapi merupakan taklif yang khusus untuk sejumlah orang untuk mencari berita dalam situasi yang sulit. Oleh karena itu ucapan Rasul saw kepada pemimpin mereka Abdullah bin Jahsyi agar tidak memaksa seorang pun:

Dinyatakan di Dalâ`il an-Nubuwwah karya imam al-Baihaqi dari Ibnu Ishaq, ia berkata: Yazid bin Ruman telah menceritakan kepadaku dari ‘Urwah bin az-Zubair, ia berkata: Rasulullah saw mengutus Abdullah bin Jahsyi ke Nakhlah, beliau bersabda kepadanya:

«كن بها حتى تأتينا بخبر من أخبار قريش» ولم يأمره بقتال، وذلك في الشهر الحرام، وكتب له كتابا قبل أن يعلمه أين يسير، فقال: «اخرج أنت وأصحابك، حتى إذا سرت يومين فافتح كتابك وانظر فيه، فما أمرتك به فامض له، ولا تستكرهَنَّ أحدا من أصحابك على الذهاب معك»، فلما سار يومين فتح الكتاب، فإذا فيه: «أن امض حتى تنزل نخلة بين مكة والطائف، فتأتينا من أخبار قريش بما اتصل إليك منهم»، فقال لأصحابه حين قرأ الكتاب قال: سمعا وطاعة، من كان منكم له رغبة في الشهادة فلينطلق معي، فإني ماض لأمر رسول الله r ، ومن كره ذلك منكم فليرجع، فإن رسول الله  r قد نهاني أن أستكره منكم أحدا، فمضى معه القوم…

Beradalah di situ sampai engkau bawa berita Quraisy kepada kami”, dan beliau tidak menyuruhnya untuk berperang. Hal itu pada bulan Haram. Beliau menulis surat kepadanya sebelum beliau memberitahunya kemana dia berjalan. Beliau bersabda: “keluarlah engkau dan sahabat-sahabatmu sampai jika engkau telah berjalan dua hari maka bukalah suratmu dan lihat isinya. Apa yang aku perintahkan kepadamu maka laksanakan. Dan jangan engkau paksa seorangpun dari temanmu untuk pergi bersamamu”. Ketika Abdullah telah berjalan dua hari, ia membuka surat tersebut. Di dalamnya tertulis, “teruslah berjalan sampai engkau tiba di Nakhlah antara Mekah dan Thaif, lalu bawa kepada kami berita tentang Quraisy yang sampai kepada mu”. Maka Abdullah berkata kepada teman-temannya ketika dia membaca surat tersebut. Dia berkata, “aku dengar dan aku taat, siapa saja dari kalian yang memiliki ambisi terhadap kesyahidan maka hendaklah dia berangkat bersamaku, sungguh aku terus menjalankan perintah Rasulullah saw. Dan siapa dari kalian yang tidak menyukai hal itu maka hendaklah dia kembali sebab Rasulullah saw telah melarangku untuk memaksa seorang pun dari kalian”, maka kaum itu pun berjalan bersamanya…”.

Dan di dalam Sîrah Ibni Hisyâm dinyatakan:

فَلَمّا سَارَ عَبْدُ اللّهِ بْنُ جَحْشٍ يَوْمَيْنِ فَتَحَ الْكِتَابَ فَنَظَرَ فِيهِ فَإِذَا فِيهِ «إذَا نَظَرْتَ فِي كِتَابِي هَذَا فَامْضِ حَتّى تَنْزِلَ نَخْلَةَ، بَيْنَ مَكّةَ وَالطّائِفِ، فَتَرَصّدْ بِهَا قُرَيْشاً وَتَعَلّمْ لَنَا مِنْ أَخْبَارِهِمْ» فَلَمّا نَظَرَ عَبْدُ اللّهِ بْنُ جَحْشٍ فِي الْكِتَابِ قَالَ سَمْعاً وَطَاعَةً ثُمّ قَالَ لِأَصْحَابِهِ قَدْ أَمَرَنِي رَسُولُ اللّهِ  r أَنْ أَمْضِيَ إلَى نَخْلَةَ، أَرْصُدَ بِهَا قُرَيْشاً، حَتّى آتِيَهُ مِنْهُمْ بِخَبَرِ وَقَدْ نَهَانِي أَنْ أَسْتَكْرِهَ أَحَداً مِنْكُمْ. فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ يُرِيدُ الشّهَادَةَ وَيَرْغَبُ فِيهَا فَلْيَنْطَلِقْ وَمَنْ كَرِهَ ذَلِكَ فَلْيَرْجِعْ فَأَمّا أَنَا فَمَاضٍ لِأَمْرِ رَسُولِ اللّهِ  r فَمَضَى وَمَضَى مَعَهُ أَصْحَابُهُ لَمْ يَتَخَلّفْ عَنْهُ مِنْهُمْ أَحَدٌ

“Ketika Abdullah bin Jahsyi telah berjalan dua hari, dia membuka surat tersebut dan membaca isinya. Isinya adalah: “Jika engkau membaca suratku ini maka terus berjalanlah sampai engkau tiba di Nakhlah, antara Mekah dan Thaif, lalu engkau intai Quraisy dan beritahu kami berita mereka”. Ketika Abdullah bin Jahsyi memandang isi surat tersebut, dia berkata: “aku dengar dan taat” lalu dia berkata kepada sahabat-sahabatnya, “Rasulullah saw memerintahkanku untuk terus berjalan ke Nakhlah mengawasi Quraisy sampai aku bawa kepada beliau berita mereka. Beliau melarangku untuk memaksa seorang pun dari kalian. Maka siapa dari kalian yang ingin kesyahidan dan berambisi padanya maka hendaklah dia pergi dan siapa yang tidak menginginkan hal itu maka hendaklah dia kembali, adapun aku, aku terus melanjutkan perintah Rasulullah saw”, lalu dia berjalan dan sahabat-sahabatnya ikut berjalan bersamanya tidak seorang pun dari mereka yang tertinggal”.

Seperti yang Anda lihat, taklif tersebut merupakan taklif yang bersifat khusus. Oleh karena itu tidak seorang pun dipaksa terhadap taklif ini. Dan itu merupakan taklif atas kesyahidan. Jadi di dalam nash tersebut, pemimpin mereka, Abdullah berkata kepada mereka “

قَدْ أَمَرَنِي رَسُولُ اللّهِ  r أَنْ أَمْضِيَ إلَى نَخْلَةَ، أَرْصُدَ بِهَا قُرَيْشاً، حَتّى آتِيَهُ مِنْهُمْ بِخَبَرِ وَقَدْ نَهَانِي أَنْ أَسْتَكْرِهَ أَحَداً مِنْكُمْ. فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ يُرِيدُ الشّهَادَةَ وَيَرْغَبُ فِيهَا فَلْيَنْطَلِقْ وَمَنْ كَرِهَ ذَلِكَ فَلْيَرْجِعْ فَأَمّا أَنَا فَمَاضٍ لِأَمْرِ رَسُولِ اللّهِ  r فَمَضَى وَمَضَى مَعَهُ أَصْحَابُهُ لَمْ يَتَخَلّفْ عَنْهُ مِنْهُمْ أَحَدٌ

“Rasulullah saw memerintahkanku untuk terus berjalan ke Nakhlah mengawasi Quraisy sampai aku bawa kepada beliau berita mereka. Beliau melarangku untuk memaksa salah seorang dari kalian. Maka siapa dari kalian yang ingin kesyahidan dan berambisi padanya maka hendaklah dia pergi dan siapa yang tidak menginginkan hal itu maka hendaklah dia kembali, adapun aku, aku terus melanjutkan perintah Rasulullah saw”, lalu dia berjalan dan sahabat-sahabatnya ikut berjalan bersamanya tidak seorang pun dari mereka yang tertinggal”.

Meski demikian, seperti yang Anda lihat tidak seorang pun dari mereka yang tertinggal. Artinya meski mereka tidak dipaksa atas taklif khusus ini, namun tidak seorang pun dari mereka yang tertinggal. Semoga Allah melimpahkan keberkahan pada mereka dan dengan mereka.

  1. Dan sekarang kami ulangi paragraf e yang disebutkan di atas di dalam buku at-Takattul. Dan itu dinyatakan pada bab at-tafâ’ul ma’a al-ummah, “dan kesulitan-kesulitan yang menghadang di hadapan interaksi selama syabab melakukan aktifitas ini. Paragraf ini berkaitan dengan pengorbanan dalam urusan-urusan dunia selama pelaksanaan aktifitas tafâ’ul. Dan aktifitas tafâ’ul itu mengharuskan pelaksanaan aktifitas yang diliputi oleh bahaya, dan pelaksanaan hal itu kontradiksi dengan urusan-urusan kehidupan dunia berupa harta, perniagaan dan sebagainya….. Maka siapa saja yang tidak setuju untuk melaksanakan taklif-taklif yang bersifat khusus yang diharuskan oleh tahapan at-tafâ’ul maka dia tidak dipaksa atasnya, tetapi dicukupkan dari dia aktifitas-aktifitas yang bersifat umum seraya terus diingatkan dengan dorongan ketakwaan dan bahwa Allah telah membeli dari orang-orang Mukmin jiwa mereka dan harta mereka bahwa balasan untuk mereka adalah surga… Dan dicukupkan dengan pengingatan ini serta diserahkan kepadanya untuk memilih dalam melakukan pengorbanan

Seperti yang Anda lihat, di dalam nash di atas difokuskan terhadap pengorbanan untuk kesulitan taklif yang bersifat khusus (at-taklîf al-khâsh)…

4- Ringkasnya, bahwa syabab yang dia tidak dipaksa adalah taklif yang bersifat khusus. Dan yang diharuskan kepada syabab adalah taklif yang bersifat umum dan ketaatan kepada mas’ul dalam hal taklif yang bersifat umum itu selama itu termasuk wewenangnya dan sesuai hukum-hukum syara’.

Saya berharap potretnya telah menjadi jelas. Wallâh walliyyu at-tawfîq.

 

Saudaramu Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah

 

20 Shafar 1440 H

29 Oktober 2018 M

 

http://hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/ameer/jurisprudence-questions/55851.html

https://web.facebook.com/AmeerhtAtabinKhalil/photos/a.122855544578192/935729973290741/%D8%9Ftype=3&theater

https://plus.google.com/u/0/b/100431756357007517653/100431756357007517653/posts/fTjVXmEMk1q

 

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Close