Tanya Jawab

Perkembangan Politik Mutakhir di Libya

Soal:

Pada 4 November 2017 M Middle East melansir: “pertemuan Kairo ditutup dengan kesepakatan atas penyatuan institusi militer Libya”.  Para perwira militer Libya telah bertemu di Kairo pada tanggal 30 Oktober 2017 di bawah judul restrukturisasi militer Libya. Perlu diketahui bahwa Ghasan Salamah utusan PBB ke Libya mulai memimpin pembahasan Libya dengan pemerintahan as-Saraj dan Dewan Perwakilan di Tobruq seputar peta jalan yang disiapkan untuk solusi, mulai 21 September 2017. Akan tetapi pembahasan itu ditangguhkan sebelum genap satu bulan disebabkan pasal ke-delapan dalam perjanjian Skhirat yang ditandatangani pada 17 Desember 2015. Pertanyaannya adalah, apakah bersegeranya dilakukan pertemuan militer berarti bahwa pertemuan-pertemuan politik telah gagal? Dengan ungkapan lain, apakah pembahasan militer adalah untuk mengadakan solusi militeristik bagi pasal delapan tersebut setelah pembahasan-pembahasan politik gagal? Kemudian apa yang baru selama dua tahun setelah perjanjian Skhirat yang ditandatangani oleh kedua pihak pada waktu itu, sedangkan sekarang mereka berbeda pendapat? Terima kasih.

Jawab:

Sesungguhnya tidak ada hal baru.  Kedua pihak telah menandatangani kesepakatan Skhirat dan benih perbedaan itu ada di dalamnya. Akan tetapi, penandatanganan tetap berlangsung dari kedua pihak untuk tujuan dan dengan motiv yang berbeda. Supaya jelas gambaran tersebut kami paparkan perkara-perkara berikut:

1- Pada masa Qadzafi, kelas politik yang berpengaruh adalah loyal kepada Inggris. Pada saat yang sama, pengaruh Amerika belum memiliki efektivitas pada masa itu. Ketika masa Qadzafi berakhir, kelas politik lama kembali maju sebab akarnya masih ada dan tidak tercabut. Oleh karena itu, galibnya pada para politisi Libya adalah pengaruh Inggris, pada saat di mana para politisi Amerika belum memiliki eksistensi yang efektif… Karenanya, Eropa menaruh perhatian terhadap pemilu untuk mengadakan pemerintahan dan Dewan Perwakilan secepat mungkin sebab Eropa memprediksi bahwa hasil-hasilnya akan menguntungkannya disebabkan pengaruh kelas para politisi lama… Amerika menaruh perhatian untuk menghalangi pemilu apapun, sampai Amerika bisa merekayasa kelas politik baru yang bisa menghadang kelas politik yang loyal kepada Inggris. Dengan ungkapan lain, yang dipentingkan oleh Eropa adalah bersegera dalam solusi politis. Sedangkan Amerika, yang dipentingkannya adalah menunda solusi sampai Amerika bisa merekayasa kelas politik baru. Dan di depan Amerika tidak ada opsi untuk merekayasa kelas politik ini kecuali melalui arogansi militeristik seperti kebiasaan Amerika.

2- Amerika mengirim perwira Libya (Khalifah Haftar) untuk bekerja di Libya demi kepentingan Amerika. Sejarah hidupnya menyatakan loyalitasnya kepada Amerika… Dia dahulu ditawan di Chad bersama sekitar 300 tentara Libya pada Maret 1987. Setelah itu, Amerika melakukan mediasi dengan Chad. CIA pada tahun 1990 bernegosiasi untuk membebaskan Haftar dari tawanan Chad. Pesawat Amerika memindahkan Haftar dan kelompoknya ke Zaire kemudian ke Amerika. Amerika memberinya suaka politik di Amerika Serikat, di mana Haftar bergabung dengan oposisi Libya di luar negeri. Begitulah, Haftar menghabiskan 20 tahun berikutnya di negara bagian Virginia Amerika. Dia dilatih perang gerilya oleh CIA. Dia tidak pulang ke Libya kecuali pasca revolusi 17 Februari. Amerika mengirimnya ke Libya untuk berusaha mendirikan kekuatan militer untuk jalan mendapat wilayah di Libya dan membentuk kelas politik baru melalui kemenangan-kemenangan militer. Hal itu dengan cara mensuplaynya dengan persenjataan dan dana baik langsung dari Amerika atau melalui agen Amerika al-Sisi di Mesir… Amerika menunda solusi politik apapun di Libya menunggu agar Haftar bisa mengadakan pengaruh yang efektif. Haftar memfokuskan pada wilayah timur sebab Tripoli penuh sesak dengan kelas politik yang loyal kepada Eropa khususnya Inggris. Haftar berhasil sampai pada batas tertentu dalam mengokohkan kekuatan di wilayah timur Libya dan mengontrol Dewan Perwakilan di Tobruq.

3- Pada tahun 2015, Eropa menaruh perhatian agar tidak ditunggu lebih dari tahun itu untuk mengadakan solusi politis sebelum realitas kelas politik berubah. Eropa pun mengerahkan segenap daya upaya dalam memfokuskan pada pengiriman utusan ke Libya yang pro kepada Eropa untuk mempercepat langkah. Eropa berhasil dalam mengirim Leon… Mulailah Leon mempromosikan solusi politik dan mampu menciptakan atmosfer menekan di Dewan Keamanan. Pada saat yang sama juga menjadi atmosfer yang menyulitkan bagi Amerika jika menolak solusi politik… Dari sisi Amerika, Amerika memandang perkara tersebut dari sudut pandang lain. Amerika memandang bahwa menolak solusi politik setelah dipromosikan itu, tidak menguntungkan Amerika. Pada saat yang sama, langkah Amerika adalah menyetujui kesepakatan Skhirat untuk mengontrolnya dengan mengamandemen atau menghancurkannya… Begitulah yang terjadi. Pasal ke-depalan dalam kesepakatan Skhirat berkaitan dengan kontrol terhadap kekuatan militer… Kelompok Eropa paham bahwa Haftar adalah agen Amerika dan bahwa Amerika menginginkan Haftar agar menjadi panglima militer. Oleh karena itu, kelompok Eropa menetapkan pasal ini yang menyatakan bahwa militer mengikuti (di bawah) perdana menteri di mana as-Siraj pro kepada mereka… Dan pasal ini akhirnya menjadi halangan yang dipandang oleh Amerika sebagai kesempatan yang tepat untuk menunda kesepakatan Skhirat sampai Haftar berhasil memiliki kekuatan yang efektif di militer dan di lapangan dan berikutnya mengadakan kelas politik efektif yang menyaingi kelas politik Eropa di Tripoli dan semacamnya…

4- Inilah realita sekarang. Realita itu tidak banyak berubah dari realita sebelumnya sejak kesepakatan Skhirat akhir 2015. Tidak ada hal baru terhadap tujuan kedua kubu dan motiv-motiv politik dan militer mereka… Kami telah mengeluarkan jawab soal seputar topik Libya sejak kesepakatan Skhirat. Telah kami jelaskan di dalam jawab soal itu masalah ini untuk semua orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya.

–  Di dalam Jawab Soal tanggal 3 Juni 2014 dinyatakan: “Amerika paham bahwa lingkungan politik di Libya adalah buatan Inggris bersama beberapa singkapan Perancis yang menguatkan lingkungan politik yang loyal kepada Inggris di Libya.  Itu berarti bahwa Pemilu apapun mendatang maka yang menang adalah orang-orangnya Eropa disertai segelintir orang “independen“.  Dan dengan begitu maka situasi akan stabil dan hilanglah ambisi Amerika yang ingin mengeksploitasi pengaruh Amerika di militer secara riil dalam mengakhiri pemerintahan Qadzafi.  Pemanfaatan pengaruh Amerika di militer itu sedemikian rupa sehingga Amerika memiliki pengaruh yang lebih banyak dan kuat. Dan hal itu tidak akan datang melalui pelaksanaan Pemilu dalam suasana yang masih tetap suasana Eropa.  Maka Amerika berpikir mengaduk masalah secara militer dan mengatur ulang suasana di Libya untuk mendirikan kelas politik baru yang pro kepada Amerika kemudian setelah itu diselenggarakan Pemilu.  Langkah pertama adalah membebani orang militer untuk melakukan pergerakan yang menyerupai kudeta menentang situasi eksisting yang didominasi Konferensi Nasional di mana mayoritas di dalamnya untuk orang-orangnya Eropa…  Hal itu untuk mengocok kartu dan menunda Pemilu sampai situasi yang lebih baik untuk Amerika, jika tidak malah murni untuk Amerika. Maka jadilah situasi baru itu, AS berpartisipasi bersama Eropa. Jadi situasi baru itu tidak kosong tanpa arena AS.  Begitulah, Haftar melakukan pergerakan dan sejarah hidupnya mengatakan loyalitasnya kepada Amerika… “.

– Dinyatakan di dalam Jawab Soal tanggal 11 April 2015: “Eropa paham masalah ini, bahwa Amerika bekerja untuk menggagalkan negosiasi.  Oleh karena itu, Eropa memilih utusan terpercayanya yaitu Bernardino Leon, dan dia pada asalnya adalah utusan Eropa…

Bernardino Leon mulai bekerja keras untuk sampai ke solusi politik.  Ambisinya adalah ingin menyelesaikan tugasnya pada masa tugas pertamanya yang diputuskan akan berakhir pada akhir April 2015 sebelum diperpanjang sesuai Resolusi Dewan Keamanan nomor 2213 sampai 15 September 2015.  Leon mengatur negosiasi-negosiasi yang masif di antara pihak-pihak Libya di Maroko dan Aljazair, dan sebelumnya di Libya dan Jenewa untuk sampai ke solusi yang mengakhiri krisis pemerintahan di Libya. Ia dengan cepat menjalankan urusannya untuk mengakhirinya pada masa penugasan pertamanya.  Negosiasi itu dimulai di Jenewa dan dipindahkan ke Libya dan berikutnya ke Maroko dan Aljazair lalu kembali lagi diselenggarakan di Maroko.  Pada putaran negosiasi Maroko Kamis 12/3/2015, anggota parlemen Tobruk meminta agar kelanjutan diskusi politik ditunda seminggu lagi yakni ditunda ke Kamis 19/3/2015 untuk melakukan konsultasi lebih banyak…

Leon memfokuskan perhatiannya untuk menghasilkan solusi politik secepat mungkin… Demikian juga, pada tanggal 16/3/2015 dikeluarkan pernyataan bersama dari Uni Eropa yang memperingatkan kegagalan negosiasi.  Di dalam pernyataan bersama itu dinyatakan: “kegagalan dalam mencapai kesepakatan politik akan menjerumuskan persatuan Libya ke dalam ancaman… hanya dengan mencapai kesepakatan untuk membentuk pemerintahan persatuan nasional dan pengaturan keamanan yang berhubungan maka Uni Eropa akan siap memperkuat dukungannya untuk Libya.” (Kantor Berita Jerman, 16/3/2015) …”.

– Dinyatakan di dalam Jawab Soal tanggal 19 Januari 2016: “Inggris paham bahwa lingkungan politik atau sebagian besarnya ada di sisinya. Oleh karena itu Inggris percaya bahwa pemerintahan transisi apapun sesuai usulan-usulan Leon akan ada di pihaknya. Oleh karena itu Inggris menaruh perhatian dalam mempercepat perjanjian Skhirat dan membuatnya diputuskan pada masa Leon. Ketika hal itu tidak bisa dan datang Kobler, dan terjadilah amandemen-amandemen itu, Inggris paham bahwa amandemen-amandemen ini adalah karena tekanan Amerika terhadap Kobler sebagai salah satu langkah Amerika untuk menggagalkan perjanjian itu secara penuh sampai Amerika bisa menyusun kembali redaksinya seperti yang Amerika inginkan. Dan itu setelah rekayasa kelas politik baru hasil dari aktivitas-aktivitas militer yang dilakukan oleh Haftar beriringan waktunya dengan berbagai konspirasi politik yang dimenej oleh Amerika. Karenanya Inggris berpandangan untuk mempercepat diikatnya perjanjian Skhirat sebelum terjadi masalah-masalah lain yang tidak diperhitungkan. Perjanjian Skhirat, meski dengan amandemen itu, tetap bisa diterima oleh Inggris. Begitulah, Inggris mempercepat perkara-perkaranya itu.  Inggris menaruh perhatian agar diikat perjanjian final di Skhirat Maroko tanggal 17/12/2015. Dan agar itu menjadi legal dan diterima secara internasional, Inggris merujuk kepada Dewan Keamanan PBB. Maka Inggris mengajukan rancangan Resolusi nomor 2259 untuk mendukung keputusan-keputusan perjanjian final…  Yang mendorong Inggris untuk bergegas melakukan itu adalah pergerakan-pergerakan Amerika untuk menghalangi perjanjian… … Hal itu diisyaratkan oleh mantan penasehat ketua Dewan Perwakilan Libya ‘Isa Abdul Qayum pada 13/12/2015 di televisi berbahasa arab al-Ghad ketika ia mengatakan: “… pernyataan-pernyataan Kery, menlu AS, menjelaskan bahwa para pejabat Amerika tidak memiliki semangat yang cukup untuk menyelesaikan krisis, berbeda dengan Inggris dan Perancis yang menampakkan semangat untuk itu…”.

– Dan dinyatakan di Jawab Soal tanggal 12 Maret 2016: “Adapun sebab penghambatan “Amerika” ini adalah bahwa lingkungan politik di Libya pada galibnya berasal dari peninggalan-peninggalan Qadzafi, artinya loyal kepada Eropa… Dan pembentukan kementerian apapun maka akan berasal dari ukuran ini seperti yang ada dalam kementerian baru. Amerika bersandar kepada Haftar dan sekelompok orang dari militer di sekitarnya…. Karena itu Amerika menghambat solusi politik sebisa mungkin dengan intervensi militer dari Amerika, dari Haftar dan para pengikut Amerika, sampai Amerika bisa menjamin bahwa pemerintahan bagian terbesarnya jadi milik Amerika…  Ini berlawanan dengan Eropa. Eropa bekerja mensukseskan kesepakatan dan pembentukan pemerintahan dan menstabilkannya. Sebab Eropa masih mengontrol lingkungan politik, dan indikasi-indikasi untuk hal itu banyak…  Menteri luar negeri Inggris Phillip Hammond mengunjungi Aljazair dan bertemu dengan menteri luar negeri Aljazair Ramtane Lamamra pada 19/2/2016. Di sana dia menegaskan bahwa “intervensi militer di Libya tidak mencerminkan solusi paling pas untuk rekonsiliasi krisis yang dihadapi Libya. Ia menyerukan solusi politik”.  (Algerian News, 19/02/2016).

5- Dan oleh karena itu, perkara-perkara yang ada adalah jelas bagi setiap orang yang memiliki dua mata sejak penandatanganan kesepakatan Skhirat pada bulan Desember 2015, bahkan sebelumnya, bahwa Eropa mempercepat solusi, sebab kelas politik yang ada loyal kepada Eropa. Sedangkan Amerika menghambat solusi tersebut sampai berhasil melalui kekuasaan militeristik dengan alatnya Haftar dan berikutnya merekayasa kekuasaan politik baru… Karena itu, negosiasi menunggu waktu, kadang mendekat kemudian menjauh dan begitu seterusnya. Setelah kurang dari sebulan diluncurkannya, terjadi penarikan delegasi Tobruq, kemudian digantung… Ghasan Salamah bertemu dengan ini dan itu dan mengusulkan usulan-usulan dari sana sini. Dan dia menjustifikasi penarikan mereka dan kembalinya mereka dari Tunisia ke Libya untuk berkonsultasi dengan referensi mereka… Mungkin dia tahu bahwa kesepakatan kedua kubu atas solusi final memerlukan persetujuan dari kekuatan internasional yang ada di belakang kedua kubu itu. Dan ini tidak dimiliki oleh Ghasan Salamah. Bahkan, hingga kedua kubu itu sekalipun tidak memiliki kekuasaan atasnya kecuali mereka yang ada di belakang kedua kubu itu menyetujuinya. Begitulah, terjadi penarikan dan penundaan dan kembali dari Tunisia ke Libya dengan alasan konsultasi dengan referensi kedua kubu:

– “Koresponden al-Jazeera mengatakan bahwa delegasi Dewan Perwakilan Libya menarik diri dari perundingan dengan Dewan Tinggi Negara tanpa mengungkap sebabnya setelah dua putaran perundingan di Tunisia untuk mengamandemen kesepakatan Skhirat… Hanya saja koresponden al-Jazeera menginformasikan bahwa sebab hal itu mungkin berkaitan dengan redaksi pasal ke-delapan yang menjadi topik diskusi dalam sidang pagi hari itu, di dalamnya didiskusikan topik Dewan Kepresidenan dan Pemerintah” (al-Jazeera, 16/10/2017)… “Sumber al-Jazeera mengatakan bahwa dua pertemuan diselenggarakan di kantor utusan PBB di Tunisia antara delegasi PBB ke Libya Ghasan Salamah dan ketua kedua delegasi dialog Musa Faraj dan Abdus Salam Nashiyah untuk menilai apa yang terjadi kemarin Senin berupa penundaan sidang antara kedua delegasi … (al-Jazeera, 17/10/2017)…  Koresponden al-Jazeera di Tunisia menginformasikan bahwa utusan PBB di Libya menyerahkan kepada kedua pihak dialog Libya file yang memuat redaksi point-point kesepakatan dan perbedaan diantara keduanya untuk dikaji dalam pertemuan keduanya dalam satu hari dan menunjukkan catatan keduanya terhadap redaksi itu, masing-masing secara jelas (al-Jazeera, 18/10/2017)… “Dan selama konferensi pers yang diadakan oleh Ghasan Salamah di Tunisia pada Sabtu 21/10/2017, ia mengisyaratkan bahwa ada kesenjangan kesepahaman dan kesepakatan di antara kedua delegasi Dewan Negara dan Dewan Perwakilan Libya yang berdialog di Tunisia, sesuatu yang menuntut kembalinya kedua delegasi itu ke Libya pada Ahad untuk membahasnya bersama kepemimpinan politik di sana. Ia menekankan adanya poin-poin perbedaan, di antaranya pasal ke-delapan, perbedaan yang akan diusahakan untuk dihilangkan oleh utusan PBB itu” (al-Jazeera, 24/10/2017).

6- Oleh karena itu, Haftar memfokuskan pada aksi militer. Dan hal itu tidak lagi rahasia, bahkan aksi-aksi Haftar secara militer dan pernyataan-pernyataannya dalam perundingan Dewan Kepresidenan dan Parlemen Tobruk yang diatur oleh Ghasan Salamah yang dimulai pada 21/9/2017, Haftar memfokuskan pada aksi militer. Pernyataannya dalam konteks itu meragukan kesuksesan perundingan. Al-Jazeera melansir pada 14/10/2017: “jenderal purnawirawan Khalifah Haftar meragukan kemungkinan penyelesaian krisis sesuai jalannya perundingan yang diatur oleh PBB… Haftar mengatakan dalam pidato di Konferensi Keamanan Pertama di kota Benghazi bahwa tidak ada pertanda yang meyakinkan rakyat bahwa dialog yang berlangsung adalah solusi satu-satunya untuk krisis politik mutakhir. Haftar memberi isyarat alternatif lain untuk dialog politik, di antaranya militer dan istitusi keamanan yang memadai yang “akan merepresentasikan kehendak rakyat”. Haftar telah menyatakan pada pertengahan Agustus 2017: “kami akan terus melanjutkan perjuangan sampai milliter meluaskan kontrol terhadap seluruh tanah Libya…” (Middle East, 15/8/2017).

Oleh karena itu, pemfokusan Amerika terhadap solusi militeristik untuk memimpin solusi politis adalah perkara yang ada dalam jantung aktivitasnya di Libya. Amerika menghambat solusi politis sampai Haftar bisa meningkatkan area kontrolnya secara militer dan berikutnya berlangsung solusi dengan pengaruh Amerika yang lebih kuat dari pengaruh Eropa. Artinya bahwa Amerika memfokuskan pada solusi militeristik untuk memimpin solusi politis dan memanfaatkan semua kesempatan yang sesuai untuk masalah ini… Oleh karena itu ketika Amerika menemukan kesempatan yang sesuai untuk menyelenggarakan pertemuan militeristik di Kairo guna menjamin pengaruh riil bagi Haftar di militer, maka Amerika menyuruh Haftar dengan hal itu pada 30/10/2017 sehingga terjadilah pertemuan faksi-faksi militer Libya di Kaero. Semua faksi itu mendukung Haftar atau tidak menentangnya… Kemudian pertemuan itu ditutup pada sore tanggal 2/11/2017: “Middle East memberitahukan bahwa putaran perundingan penyatuan institusi militer Libya yang diselenggarakan di Kaero di antara para perwira Libya dan yang telah ditutup pada kemarin sore, telah sampai pada poin-poin kesepakatan semi final seputar penyatuan militer Libya dan hubungannya dengan otoritas sipil di Libya yang mengalami kekacauan militer dan keamanan sejak tahun 2011… (the Middle East, 4 November 2017).  Di sini ada penunjukan bahwa Amerika dan alat-alatnya, Mesir dan Haftar, telah melangkah maju ke batas tertentu di mana Haftar menjadi figur keras yang memiliki kontrol terhadap sebagian besar wilayah khususnya di timur dan bulan sabit minyak di mana sebaliknya terjadi sebagian keterlambatan capaian Eropa (Inggris dan sesuatu dari Perancis dan Italia). Meski demikian ini tidak berarti bahwa konflik telah berakhir. Eropa juga memiliki kekuatannya di Libya, terlebih lagi Eropa lebih cerdik dari Amerika dalam aktivitas politik…  Begitulah, yang bisa diprediksi adalah berlanjutnya konflik internasional seputar Libya di antara Amerika dan alat-alatnya dengan Eropa dan alat-alatnya… namun yang tersengat api konflik itu adalah orang-orang Libya…!

7- Penting disebutkan bahwa persoalan kaum Muslim harus diselesaikan melalui tangan kaum Muslim sendiri, bukan melalui tangan musuh-musuh kaum Muslim. Dan solusi itu mudah bagi orang yang dimudahkan oleh Allah SWT. Senjatanya adalah keikhlasan karena Allah baik dalam kesendirian maupun terang-terangan, dan jujur kepada Rasulullah saw dalam ucapan dan perbuatan. Ketika itu maka para perunding akan melihat bahwa mereka ada di hadapan negeri islami yang besar dan punya sejarah panjang sejak pembebasan islami pada masa khalifatu ar-rasyid Umar bin al-Khaththab ra, dan semua warganya adalah muslim, serta solusi semua persoalannya ada di dalam kitabullah dan sunnah rasul-Nya saw, tanpa ada hubungan dengan kaum kafir imperialis sama sekali.

﴿وَلا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ أَوْلِيَاءَ ثُمَّ لا تُنْصَرُونَ﴾

“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan” (TQS Hud [11]: 113).

Dan sebagai penutup, kami ulangi apa yang telah kami katakan sebelumnya: sungguh perkara yang menyakitkan, negeri kaum Muslim yang dahulu menjadi titik tolak futuhat dan penyebaran Islam yang mengemban keadilan dan kebaikan ke penjuru dunia… negeri ini menjadi medan perang yang di situ kaum kafir imperialis berlomba membunuh kita da merampok kekayaan kita… Mereka tertawa terbahak-bahak ketika setiap tetes darah mengalir dari kita, bukan dengan tangan mereka saja, akan tetapi juga dengan tangan-tangan antek mereka dari kalangan anak-anak generasi kita!

Sesungguhnya kaum kafir imperialis itu, mereka adalah musuh kita. Maka tidak aneh mereka mengerahkan daya upaya dalam membunuhi kita. Adapun kelompok-kelompok orang Libya ada dalam satu barisan dengan mereka, sebagian loyal kepada Amerika dan sebagian loyal kepada Eropa, kemudian mereka saling memerangi di antara mereka, perang bukan demi Islam dan meninggikan kalimat Allah, akan tetapi perang demi kepentingan kaum kafir imperialis… maka sungguh itu merupakan salah satu bencana yang amat besar. Saling berperang di antara kaum Muslim merupakan kejahatan besar dalam Islam. Rasul saw bersabda:

«كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ، دَمُهُ، وَمَالُهُ، وَعِرْضُهُ»، أخرجه مسلم عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ

“Setiap muslim terhadap muslim lainnya, adalah haram, darahnya, hartanya dan kehormatannya” (HR Muslim dari Abu Hurairah).

Rasul saw juga bersabda:

«لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ». أخرجه النسائي عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو

“Sungguh lenyapnya dunia lebih remeh di sisi Allah dari pembunuhan seorang Muslim” (HR an-Nasai dari Abdulla bin Amru).

﴿إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَذِكْرَىٰ لِمَن كَانَ لَهُ قَلْبٌ أَوْ أَلْقَى السَّمْعَ وَهُوَ شَهِيدٌ

“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya” (TQS Qaf [50]: 37).

 

Senin, 17 Shafar 1439 H – 6 November 2017 M

http://hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/ameer/political-questions/47495.html

 

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Close