Tsaqofah

Khilafah Membawa Berkah

Oleh: Ustaz Azizi Fathoni

Pasca pencabutan SK BHP Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) oleh Kemenkumham (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia) Republik Indonesia pada 19 Juli 2017, diskursus tentang sistem pemerintahan Islam, Khilafah, mencuat di berbagai media massa dalam negeri. Topik khilafah ini semakin menghangat seiring dengan persidangan demi persidangan gugatan HTI yang digelar oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Tokoh-tokoh intelektual dan aktivis liberal pun ditampilkan, baik di dalam maupun di luar persidangan, untuk menghadang ajaran mulia yang satu ini. Lembaga resmi negara pun terindikasi terlibat dalam menciptakan opini menyudutkan Khilafah dan para aktifisnya. Dikatakan, misalnya, khilafah bukan ajaran Islam, tidak memiliki sistem yang baku, tidak relevan dan bahkan utopis. Mereka pun melakukan monsterisasi ajaran khilafah. Ajaran khilafah dituding menyebabkan terorisme, diskriminatif, anti kebhinekaan, dll. Tujuannya jelas, yaitu agar masyarakat bersikap apriori, takut dan antipati terhadap dakwah yang menyerukan penegakan kembali sistem Khilafah.

Tidak semua tuduhan tersebut layak untuk ditanggapi. Pasalnya, semua tuduhan tersebut berlawanan dengan kenyataan yang ada. Misal,  tuduhan “khilafah bukan ajaran Islam”. Nyatanya, Khilafah banyak dibahas di dalam kitab-kitab klasik para ulama terdahulu dari berbagai mazhab. Mereka sepakat bahwa mewujudkan Khilafah adalah wajib. Dikatakan, “Khilafah tidak memiliki sistem baku.” Nyatanya, Khilafah pernah berlangsung belasan abad dengan corak yang khas yang berbeda dari sistem pemerintahan yang lain. Dinytakan pula, “Khilafah tidak relevan.” Nyatanya, kebutuhan masyarakat terhadap sistem alternatif pengganti sistem demokrasi sekular yang terbukti bobrok semakin tinggi. Lalu dikatakan bawha Khilafah itu utopis. Nyatanya, negara-negara Barat serius dalam menghadang pendirian Khilafah, termasuk juga usaha penghadangan di dalam negeri oleh rezim berkuasa.

Sebagian tuduhan menggambarkan Khilafah sebagai sumber dari berbagai keburukan dan kerusakan. Padahal bukti normatif maupun empiris-historis menyatakan sebaliknya.

Khilafah Sumber Kebaikan

Pada 13/12/2005, surat kabar Milliyet Turki, dengan mengutip The New York Times menyebutkan bahwa “Para pemimpin dalam pemerintahan Bush akhir-akhir ini terus menerus mengulang-ulang kata khilafah seperti permen karet. Pemerintahan Bush kini menggunakan kata khilafah untuk menyebut kerajaan Islam yang pada abad ke VII membentang dari Timur Tengah hingga Asia Selatan dan dari Afrika utara hingga Spanyol.”

Khilafah merupakan institusi pelaksana syariah Islam. Bagi umat Islam penerapan syariah adalah kebutuhan yang dharûrî (sangat mendesak); lebih mendesak dari kebutuhan terhadap ilmu kedokteran, makan dan minum. Bahkan penerapan syariah lebih mendesak dari kebutuhan pada udara untuk bernafas! Pasalnya, ilmu kedokteran, makan, minum dan udara hanya dibutuhkan oleh fisik dan berakhir di dunia. Adapun kebutuhan terhadap syariah Islam dibutuhkan oleh fisik maupun ruh dan akan menentukan nasib di kehidupan sebenarnya di akhirat kelak (Ibn Qayyim al-Jauziyyah, Miftâh Dâr al-Sa’âdah, 2/2).

Khilafah dengan penerapan syariahnya adalah satu-satunya model kekuasaan yang menjamin kemaslahatan di dunia dan di akhirat sekaligus. Sebagaimana penjelasan Imam Ibnu Khaldun (w. 808 H), kekuasaan itu terdiri dari tiga model:

  1. Kekuasaan yang terbentuk karena tabiat manusia ingin berkuasa dan mendominasi, yaitu pemerintahan atas rakyat dengan berdasarkan kepentingan dan syahwat.
  2. Kekuasaan yang terbentuk untuk mengurus urusan, yaitu pemerintahan atas rakyat dengan berdasarkan pada sudut pandang akal dalam menciptakan kemaslahatan dan mencegah marabahaya di dunia.
  3. Khilafah, yaitu pemerintahan atas rakyat dengan berdasarkan sudut pandang syariah demi kemaslahatan mereka di akhirat, juga demi kemaslahatan mereka di dunia yang berpulang pada kemaslahatan akhirat. Pasalnya, segala kondisi di dunia ini menurut Asy-Syâri’ (Allah SWT) akan diperhitungkan berdasarkan kemaslahatannya di akhirat.

Beliau menyebut model kekuasaan pertama dan kedua adalah tercela (madzmûm). Adapun yang terakhir (khilafah) adalah wajib (Târîkh Ibn Khaldûn, 1/238-239).

Secara empiris, kebaikan Khilafah di antaranya tergambar dalam persaksian beberapa ulama yang hidup pada masa Kekhilafahan yang berbeda-beda.

Hanzhalah bin ar-Rabi‘ al-Katib, sahabat sekaligus jurutulis Nabi saw., misalnya. Sebagaimana dinukil oleh Imam ath-Thabari (w. 310 H), saat melihat fenomena sebagian orang ingin melengserkan Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan karena hasutan seorang Yahudi Abdullah bin Saba‘, ia bersyair: “Aku heran dengan apa yang diributkan oleh orang-orang. Mereka berharap Khilafah segera lenyap. Sungguh jika Khilafah lenyap, akan lenyap pula kebaikan yang ada pada mereka. Kemudian mereka akan menjumpai kehinaan yang sangat parah. Mereka menjadi seperti umat Yahudi dan Nasrani; sama-sama berada di jalan yang sesat.” (Târîkh ar-Rusul wa al-Mulûk, 4/386).

Abdullah Ibn al-Mubarak (w. 181 H), seorang imam besar dari kalangan tâbi’ut tâbi’în, sebagaimana dinukil oleh Imam Ibn ‘Abdil Barr (w. 463 H), menyatakan: “Jika bukan karena Khilafah, niscaya jalanan tidak akan menjadi aman; niscaya yang lemah di antara kita akan menjadi mangsa bagi yang kuat.” (At-Tamhîd li-mâ fî al-Muwaththa` min al-Ma’ânî wa al-Asânîd, 21/275).

Ibnu al-Jauzi (w. 597 H), seorang ulama besar pada abad ke-6 Hijrah, dalam salah satu karyanya menyebutkan: “Siapa saja yang ingin mengetahui kemuliaan Khilafah, hendaknya ia melihat buahnya. Sebabnya, sesuatu itu dapat diketahui kemuliaannya dari buahnya yang dihasilkan. Khilafah merupakan sebab keselamatan umat manusia, baik fisik maupun agama mereka. Di dalamnya nyawa akan terjaga, ilmu dan amal akan tercapai, rezeki akan diperoleh dan perilaku saling menzalimi akan terhindarkan. Kalaulah bukan karena penjagaan Khalifah, tidaklah seorang yang shalat mampu mendirikan shalatnya; tidaklah seorang hamba dapat menunaikan ibadah-ibadahnya; tidaklah seorang yang berilmu dapat menyebarkan ilmunya; tidak pula seorang pedagang mampu melakukan perjalanan dagangnya.” (Al-Mishbâh al-Mudhî` fî Khilâfah al-Mustadhî`, hlm. 134).

‘Izzuddin bin ‘Abdissalam (w. 660 H), imam besar bergelar Sulthanul ‘Ulama`, dalam karyanya menyatakan: “Jika bukan karena pengangkatan seorang imam agung (khalifah) niscaya kemaslahatan di berbagai bidang akan terbengkalai, kerusakan akan terjadi di mana-mana, yang kuat akan menindas yang lemah dan yang jahat akan menindas yang baik.” (Qawâ’id al-Ahkâm fî Mashâlih al-Anâm, 2/90).

Semua itu menunjukkan  betapa Khilafah yang pernah berlangsung benar-benar menjadi sumber dari berbagai kebaikan. Sebaliknya, ketiadaan Khilafah dipandang akan mengakibatkan kerusakan serius di berbagai bidang selain dapat menyebabkan kesesatan. Prediksi itu, pasca keruntuhan Khilafah Utsmaniyah pada tahun 1924,  benar-benar telah menjadi nyata.

Kebaikan Khilafah di berbagai bidang kehidupan juga diungkapkan secara jujur oleh para pemikir Barat. Keunggulan di bidang ekonomi tergambar dari keterangan seorang pemikir Barat, Will Durant, dalam bukunya, The Story of Civilization. Ia mengatakan: “Di bawah pemerintahan Islam, Asia Barat mencapai tingkat kemakmuran industri dan perdagangan yang tak tertandingi oleh Eropa Barat sebelum abad keenam belas.”

Ia juga mengatakan: “Ini merupakan keuntungan secara ekonomi bagi Asia Barat bahwa kesatuan pemerintahan telah menyatukan wilayah yang sebelumnya terbagi menjadi empat negara; bea cukai dan hambatan perdagangan lainnya menjadi sirna.” (The Story of Civilization, 4/207).  

Berkenaan dengan jaminan keamanan, lapangan kerja, dan pendidikan ia juga mengatakan: “Para khalifah telah berhasil memberikan perlindungan yang ideal terhadap kehidupan dan tenaga kerja; senantiasa membuka peluang bagi setiap bakat; menciptakan kemakmuran selama tiga sampai enam abad di wilayah yang dulunya tidak begitu makmur; mendorong dan mendukung perkembangan pendidikan, sastra, sains, filsafat dan seni hingga membuat Asia Barat selama lima abad, menjadi wilayah paling beradab di dunia.” (The Story of Civilization, 4/227).

Tentang toleransi dengan non-Muslim, seorang sejarahwan Kristen, Thomas Walker Arnold, menuliskan: “Perlakuan terhadap warga Kristen oleh Pemerintahan Khilafah Turki Utsmani—selama  kurang lebih dua abad setelah penaklukan Yunani—telah memberikan contoh toleransi keyakinan yang sebelumnya tidak dikenal di daratan Eropa.” (The Preaching of Islam: A History of Propagation Of The Muslim Faith, 134).

Demikian indah toleransi yang diterapkan oleh Khilafah hingga kaum Nasrani Syam pada tahun 13 H menulis surat kepada Abu ‘Ubaidah bin al-Jarrah yang isinya: “Wahai kaum Muslim, kalian lebih kami cintai daripada Romawi, mereka seagama dengan kami. Kalian lebih menepati janji kepada kami, lebih lembut kepada kami dan tidak menzalimi kami. Kalian lebih baik dalam mengurusi kami. Romawi hanya ingin mendominasi segala urusan kami dan menguasai rumah-rumah kami.” (Al-Baladzuri, Futûh al-Buldân, 139).

Tuduhan dan Ancaman

Sekitar 94 tahun lalu Khilafah diruntuhkan. Namun demikian, geliat umat untuk menuntut pendirian kembali Khilafah makin membesar. Memang, ada tantangan. Ide-ide Barat seperti sekularisme, demokrasi dan pluralisme diterima lebih dulu sebagai kebenaran absolut secara taken for granted. Lalu semua itu dijadikan standar untuk menilai, menghakimi ajaran Islam dan membuat kebijakan. Kaum liberal-sekular membenci dan sekaligus takut dengan konsep Khilafah.

Penolakan bukan karena faktor Khilafah bertentangan dengan al-Quran dan al-Hadis, tetapi karena Khilafah tidak cocok dengan cara pandang sekularisme mereka yang menghapus-kan peran agama dalam pengaturan kehidupan publik. Paradigma sekularisme menjadi akar kebencian kaum sekular terhadap Khilafah. Karena itu bisa dimaklumi mengapa kaum sekular-liberal sangat memuja-muja Ali Abdur Raziq (w. 1966). Ia adalah bekas ulama dan hakim agama di Mesir. Di dalam bukunya, Al-Islâm wa Ushûl al-Hukm (terbit 1925), ia telah menolak Khilafah sebagai bagian ajaran Islam.

Khilafah jelas mengancam kepentingan penjajahan negara-negara imperialisme kuffâr. Pendirian  Khilafah akan menjadi  berita besar yang akan mengakhiri  kontrol  mutlak, eksploitasi dan campur  tangan mereka di dunia Muslim.  Ini  berarti, kekuasaan  rezim-rezim diktator yang berkuasa  saat  ini di wilayah tersebut—yang   tunduk pada kepentingan dan perintah  dari  kekuatan asing daripada tulus  melayani kepentingan umat Islam—akan berakhir. Kemunculan Khilafah akan  menantang negara-negara Barat. Khilafah akan menjadi pemimpin politik dan  ekonomi di dunia. Khilafah akan mencabut   penderitaan dan menghapus kemiskinan yang  disebabkan Kapitalisme global. Khilafah akan menunjukkan kepada dunia penghargaan sejati atas kehidupan manusia, keadilan dan hak-hak manusia.

Khilafah terbukti lebih dari satu milenium menghasilkan para pemimpin yang tulus dan mampu menjaga  kebutuhan warganya serta kesejahteraan umat manusia. Sistem  ini akan berdiri  sebagai penghalang  dan penantang global kebijakan luar negeri  kolonial yang  eksploitatif dari negara-negara  kapitalis Barat. Khilafah akan menghapus semua belenggu penjajahan dan pendudukan di  negeri-negeri  Muslim. Khilafah akan menerapkan hukum Islam secara konsisten dengan  kepercayaan  rakyat.

Khilafah juga akan melepaskan rakyat dari dominasi antek penjajah. Khilafah akan menggantikan pemerintahan yang tidak representatif dan tidak akuntabel. Sistem Islam ini pun menyediakan berbagai jalur yang memungkinkan individu dapat mengekspresi-kan kritik atau ketidakpuasan atas tindakan penguasa.

Satu Kata: Keadilan!

Saat ini umat sedang dibelenggu oleh sistem Kapitalisme dengan ideologi sekularnya. Sistem ini diimpor dan dipaksakan penjajah untuk diterapkan di negeri ini sebelum negara-negara penjajah itu hengkang dari negeri ini. Dalam seluruh aspek kehidupan, hampir tidak ada ruang kemerdekaan bagi rakyat yang mayoritas Muslim di negeri ini untuk menentukan aspirasi mereka. Keinginan mereka untuk menerapkan syariah Islam terus-menerus diganjal sejak negara ini muncul hingga 72 tahun kemudian. Saat yang sama, undang-undang tidak pro rakyat terus diproduksi. Undang-undang itu banyak yang dibuat atas pesanan dan tekanan pihak asing; seperti UU Migas, UU SDA, UU Penanaman Modal, dan sebagainya. Karena itu visi Khilafah yang dibutuhkan oleh negeri ini adalah mewujudkan Indonesia yang merdeka dalam seluruh aspek kehidupan. Tanpa tegaknya Khilafah ini, alih-alih menjadi negara maju, Indonesia sebagai negeri Muslim terbesar di dunia justru akan terus-menerus dalam cengkeraman penjajah.

Tak hanya menyelamatkan Indonesia, Khilafah akan menyatukan Dunia Islam dan melindungi negeri-negeri Islam. Barat menformat Dunia Islam untuk tetap terpecah-belah menjadi lebih dari 50 negara berdasarkan konsep negara-bangsa. Ini adalah hasil rekayasa penjajah kafir, terutama pasca PD I dan PD II. Kondisi ini sungguh bertentangan dengan ajaran Islam dari al-Quran, al-Hadis dan Ijmak Sahabat yang mewajibkan persatuan umat di bawah satu negara.

Sekali Lagi

Dunia tidak akan aman dan terjamin kecuali jika Kapitalisme dan sistem buatan manusia lainnya tidak lagi mengendalikan dunia dan digantikan dengan sistem kebenaran dan keadilan. Itulah Khilafah. Khilafah adalah sistem pembawa kedamaian yang menyebarkan kebaikan, kegembiraan hidup dan ketenangan. Khilafah akan menjadi negara yang bertanggung jawab atas seluruh umat manusia. Khilafah mampu mengakhiri ancaman terhadap kesejahteraan umat manusia.

Khilafah yang akan tegak nanti bervisi besar memotong garis ketergantungan pada bantuan asing. Khilafah akan memanfaatkan kekayaan kolosal dan sumberdaya yang kaya dunia Muslim untuk mempromosikan kemandirian, membangun pendidikan yang berkelas dan sistem kesehatan, memberantas  buta huruf serta berinvestasi pada teknologi dan penelitian. Sistem  keuangannya didasarkan pada prinsip-prinsip keuangan yang sehat seperti  penerapan standar emas dan perdagangan aset yang nyata daripada  penerapan saham dan ekonomi yang spekulatif. Khilafah akan memberikan model  teladan kemajuan ekonomi dan   stabilitas yang sangat dibutuhkan dalam  krisis multidimensi nasional dan global saat ini.

WalLâhu a’lam. []

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Close