Tanya Jawab

HUKUM MANDI WAJIB SETELAH SUAMI ISTRI MENJALANI PROSEDUR INSEMINASI BUATAN

Tanya :
Assalamu alaikum ustadz, ada pertanyaan, jika sepasang suami istri melakukan program inseminasi, apakah itu termasuk hadats besar sehingga si istri harus mandi besar? (Eri Taufik, Bandung).

Jawab :
Wa alaikumus salam wr wb.

Jika sepasang suami isteri melakukan program inseminasi buatan, yaitu proses memasukkan sperma ke dalam rahim istri, terdapat rincian hukum untuk mereka berdua terkait apakah berhadats besar atau tidak;

Pertama, istri dihukumi tidak berhadats besar yang mewajibkan dia mandi, selama tidak terjadi penetrasi (al iilaaj) organ intim suami ke dalam organ intim istri tersebut, meskipun terjadi peletakan sperma suami ke dalam rahim istri.

Dalilnya riwayat Aisyah RA yang berkata :

إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا الأَرْبَعِ، وَمَسَّ الْخِتَانُ الْخِتَانَ، فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ

“Jika seorang dari kamu telah duduk di antara empat anggota tubuh istrinya (dua tangan dan dua kakinya), dan khitannya telah menyentuh khitan istrinya, maka telah wajib mandi.” (HR Muslim, no. 349).

Yang dimaksud “menyentuh” dalam perkataan Aisyah RA tersebut bukan bermakna hakiki (yaitu sekedar bersentuhan kulit organ intim), melainkan telah terjadi penetrasi (al iilaaj). (Ibnu Daqiiq Al Ied, Ihkam Al Ahkam Syarah ‘Umdatul Ahkam, Juz I, hlm. 359).

Pemahaman tersebut sesuai keterangan dari Aisyah RA juga dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi :

إِذَا جَاوَزَ الخِتَانُ الخِتَانَ فَقَدْ وَجَبَ الغُسْلُ، فَعَلْتُهُ أَنَا وَرَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاغْتَسَلْنَا

“Jika khitan (suami) telah melewati (memasuki) khitan (istri) maka wajib mandi, aku dan Rasulullah melakukan hal yang demikian itu, lalu kami mandi bersama.” (HR Tirmidzi, no. 108).

Berdasarkan hadits tersebut, dapat diambil mafhum mukhalafah (pemahaman sebaliknya), bahwa jika tidak terjadi penetrasi, maka tidak wajib mandi, meskipun ada prosedur menempatkan sperma suami ke dalam rahim istri. Inilah hukum syara’ untuk pihak istri.

Kedua, adapun suami yang melakukan inseminasi, dihukumi berhadats besar yang mewajibkan mandi jika keluarnya sperma terjadi karena ejakulasi.

Dalam proses inseminasi ada prosedur pengambilan sperma dari suami. Ada beberapa macam prosedur; misalnya : bisa dengan cara masturbasi (onani), atau dengan menampung sperma dalam kondom setelah hubungan seksual dengan istri, bisa juga dengan cara membuat suami ejakulasi dengan aliran listrik ketika suami tidak mampu berejakulasi secara alami, atau dengan dengan cara pengambilan sperma secara langsung dari saluran reproduksi laki-laki.

Jika pengambilan sperma dilakukan setelah suami ejakulasi, baik dengan cara masturbasi, berhubungan seksual, atau dengan aliran listrik, maka suami berarti telah berhadats besar sehingga wajib mandi, berdasarkan sabda Nabi SAW :

إنَّما المَاءُ مِنَ المَاءِ

“Sesungguhnya air itu (mandi wajib) disebabkan oleh air (ejakulasi).” (HR Muslim, no. 343, dari Abu Said Al Khudri RA).

Adapun jika pengambilan sperma itu tanpa ejakulasi, yaitu melalui pengambilan langsung sperma dari saluran reproduksi laki-laki, maka suami tidak berhadats besar sehingga tidak wajib mandi. Wallahu a’lam.

Yogyakarta, 26 Januari 2021

M. Shiddiq Al Jawi

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Close